BERPIKIR. Anak sedang berpikr dalam belajar. (foto: ist)
Siedoo.com - BERPIKIR. Anak sedang berpikr dalam belajar. (foto: ist)
Opini

Mengenal Kesulitan Belajar Anak dan Solusinya

Siedoo, Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, guru dihadapkan dengan sejumlah karakteristik siswa berbagai variasi.

Ada siswa yang dapat menerima kegiatan belajarnya secara lancar dan tepat tanpa mengalami kesulitan.

Di sisi lain tidak sedikit pula yang dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan.

Kesulitan siswa ditunjukkan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar.

Kesulitan belajar dapat pula disebabkan oleh faktor biologis, psikologis dan sosiologis. Yang semua itu pada akhirnya dapat mengakibatkan prestasi belajar berada di bawah rata-rata.

Hal tersebut ditandaskan pemerhati pendidikan, Mulyati Hanum SPd, sebagaimana ditulis Riaupos.

Kesulitan belajar ada yang disebut Learning Disorder, Learning Disfunction, Under Achiever, Slow Learner dan Learning Disability. Mari kita simak bersama.

1. Learning Disorder

Ini keadaan dimana proses belajar anak/murid/siswa menjadi terganggu karena hilangnya respons yang bertentangan.

Terjadinya anak sulit belajar karena adanya respons yang bertentangan dalam diri anak. Sehingga, hasil belajar yang dicapainya jadi lebih rendah dari potensi yang dimiliki.

Contoh, anak yang sudah terbiasa dengan olahraga keras, seperti karate dan tinju. Maka akan mengalami kesulitan bila menuntut gerakan-gerakan yang lemah gemulai.

2. Learning Disfunction

Merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan anak tidak berfungsi dengan baik. Meskipun sebenarnya anak tersebut tidak menunjukkan adanya subnormality mental ataupun gangguang psikologis lainnya.

Contoh, anak yang memiliki postur tubuh yang tinggi, atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola voli. Namun, mereka tidak pernah dilatih, maka dia tidak dapat menguasai teknik permainan bola voli dengan baik dan benar. Itu karena tidak/kurangnya mendapat pembinaan dalam hal tersebut.

3. Under Achiever

Hal ini mengacu pada anak yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal. Tetapi, anehnya prestasi belajar yang didapatkan tergolong rendah.

Baca Juga :  Penyebab Banjir di DKI Jakarta dan Tawaran Solusinya

Contoh, anak yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ-nya 130). Namun, anehnya prestasi belajar yang didapatkannya biasa-biasa saja atau malahan sangat rendah.

4. Slow Learner

Adalah anak yang dalam belajarnya lambat menerima atau menangkap pelajaran sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama.

5. Learning Disabilities

Pada kelompok ini, si anak mengalami ketidakmampuan belajar yang mengacu pada gejala dimana si anak didapat belajar sama sekali atau menghindari belajar. Sehingga, tidak pernah menemui hasil pembelajarannya secara intelektual.

Misal, hal ini terdapat pada anak-anak ambisil ataupun idiot. Memang, faktor makanan turut menentukan daya pikir, kecerdasan dan daya tangkap anak dalam menerima pembelajaran. Sudah semestinya orangtua memberikan asupan makanan sehat, kaya nutrisi dan gizi. Serta, menu halal buat anak-anaknya terlebih dalam masa pertumbuhan.

Ketidakpedulian orang tua berpengaruh

Selain itu, terjadinya anak mengalami kesulitan dalam belajar di sekolah dikarenakan orangtua biasanya tidak peduli pada anak. Dalam masa perkembangannya, anak-anak perlu distimulus aspek motorik dan daya pikirnya.

Terkadang anak dibiarkan tercampak apa adanya tanpa ada kata ditanya, dibimbing atau dilatih. Sementara orangtua sibuk mencari uang atau aktifitasnya sendiri. Tanpa hirau dengan usia, tumbuh kembang anak dan problematikanya.

Karena ada kalanya di usia masa bersekolah anak-anak perlu ditanya, diajak berdiskusi (sharing), diminta alternatif pendapatnya. Atau bahkan dimarahi bila perlu (bila ia melakukan suatu kesalahan).

Untuk dapat menjaring kesulitan yang terdapat pada diri anak (terutama kesulitan dalam belajar), orangtua diminta selalu berkomunikasi aktif dengan anak.

Komunikasi yang terbina dalam keluarga berguna untuk mengetahui keluhan anak, permasalahan yang dihadapinya, harapan-harapan anak dan gejolak-gejolak emosi yang terpendam dalam diri anak.

Baca Juga :  Pendidikan Karakter Selama Belajar di Rumah Dengan Pembelajaran Jarak Jauh

Binaan komunikasi antara orangtua dan anak dalam keluarga merupakan buhul-buhul kehangatan dalam rangka merespon daya fikir anak, mengembangkan imajinasi dan meransang cara kerja otak dalam mengimplementasikan tanggung jawab kepada dirinya atas tugas pembelajaran di usianya.

Misalnya, orangtua perlu menanyai gangguan atau permasalahan yang dialami anaknya di sekolah. Mungkin saja saat itu si anak lagi mempunyai permasalahan dengan dirinya sendiri atau dengan pelajarannya di sekolah.

Guru Sebagai Motivator

Kesulitan belajar yang dialami anak secara umum bersumber dua faktor. Pertama, faktor dari dalam diri sendiri (faktor intern) seperti cacat tubuh, kurang mendengar, kurang motivasi, inteligensi yang rendah dan lain sebagainya.

Kedua, faktor dari luar diri di anak seperti kekurangan fasilitas belajar di rumah, jadwal sekolah yang terlalu padat, kurang perhatian dari orangtua, buku penunjang yang minim dimiliki anak, infrastruktur jalanan ke sekolah yang rusak dan sebagainya.

Untuk mengantisipasi kesulitan belajar anak sedari dini, guru perlu mengenal karakteristik pada anak. Misalnya bentuk fisiknya, hobinya, minat-minatnya, tingkat kecerdasannya dan sebagainya.

Guru perlu mengenal latar belakang keluarga apakah berasal dari keluarga broken home (orangtua bercerai), yatim piatu atau keluarga harmonis dan mapan.

Hal ini berguna untuk kiat guru dalam melakukan pendekatan-pendekatan kepada anak. Terutama bila menemui kesulitan di sekolah.

Pada intinya, sebesar apapun kesulitan belajar yang dialami anak, peran orangtua dalam membimbing dan mendidik anak amat banyak menentukan.

Karena kehadiran anak di sekolah hanya berkisar lima sampai enam jam. Selebihnya tanggung jawab para orangtua dalam memberikan perhatian, kasih sayang dan pendidikan dalam rumah tangga terhadap anak-anaknya. Sekaligus generasi penerus bangsa. (*)

Apa Tanggapan Anda ?