Siedoo.com - Kepala SMK Muhammadiyah 2 Muntilan Untung Supriyadi, S.Pd.I. l foto : ist
Daerah Opini

Beginilah Lahirnya Konsep Sekolah Pencetak Wirausaha

Siedoo, Membanggakan dan menjadi prestasi tersendiri. Di skala nasional, SMK Muhammadiyah 2 Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah dinobatkan sebagai SMK Pencetak Wirausaha oleh Kemendikbud, Desember 2019.

Dalam mendidik siswanya, agar benar-benar menjadi pengusaha “kelas kakap”, sekolah yang beralamat di Jalan Tentara Pelajar tersebut menyediakan Kelas Kewirausahaan. Bahkan kini menjadi pilot project Kurikulum Kewirausahaan.

Bagaimana perjalannya bisa menjadi sekolah berkonsep seperti itu? Berikut penjelasan dari kepala sekolah, Untung Supriyadi, S.Pd.I.

“SMK memang dilahirkan atau dibuat untuk mempersiapkan anak (siswa), lulus bisa langsung bekerja. Permasalahan yang ada adalah anak itu lulus (SMK) masih usia 17 tahun. Sementara berdasarkan Peraturan Ketenagakerjaan anak bekerja itu 18 tahun,” kata Untung kepada tim siedoo.com, Rabu (22/1/2020).

Peraturan yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Di pasal 68 disebutkan pengusaha dilarang memperkerjakan anak. Anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 tahun. Artinya 18 tahun adalah usia minimum yang diperbolehkan pemerintah untuk bekerja.

“Bekerja yang dimaksud ada di sektor industri dan formal,” tambah lulusan Universitas Muhammadiyah (UM) Magelang ini.

Atas ketidaksinkronan itulah maka pihak sekolah melalukan kajian.

“Kami sudah berkomitmen bahwa setelah lulus harus bekerja, maka kami harus memutar otak,” tambahnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan jumlah pengangguran di Indonesia hingga Februari 2019 sebanyak 6,82 juta orang. Jumlah pengangguran terbanyak masih berasal dari lulusan SMK di antara tingkat pendidikan lainnya. Sedangkan yang terendah dari tingkat pendidikan SD ke bawah.

Tingkat pengangguran terbuka tertinggi pada jenjang pendidikan SMK sebesar 8,63%. Adapun tingkat pengangguran dari penduduk berpendidikan SD ke bawah sebesar 2,56%.

“Nah itulah data yang kemudian yang dipakai oleh Badan Statistik (BPS, red). Badan Statistik mengatakan bahwa penyumbang pengangguran paling tinggi adalah SMK. Padahal saya lihat ada lulusan SMA, SMP, MTs, kenapa dihitung itu. Kalau lulusan SMA, dia kuliah tidak dihitung sebagai pengangguran. Tetapi kalau SMK lulus, dia itu kuliah, dia itu penggangguran. Itu kan aneh.”

Baca Juga :  Agar Tak Gagap Hadapi UNBK, Siswa Jajal Ujian Pakai Smartphone

“Sehingga kita berfikir, berarti gini, bagaimana membuat anak itu lulus harus memegang pijakan atau orang Jawa mengatakan mek gawe. Sehingga kita berfikir, bagaimana kita membuat wirausaha. Sekolah pencetak wirausaha.”

“Yang dulu konsep itu tidak ada di SMK, kita membuat. Berarti lulusan SMK itu dengan BMW; Bekerja, Melanjutkan dan Wirausaha,”

Dalam pandangannya, setelah lulus langsung bekerja atau melanjutkan ke jenjang atasnya menjadi favorit. Tetapi untuk menjadi wirausaha masih kurang diminati. W kalah “beken” dengan BM. Sehingga pihaknya menjadikan W atau wirausaha menjadi hal yang bisa digandrungi.

“Tapi wirausaha inilah yang ternyata belum menarik. Kita mencoba, mindset, kita menarik. Mulai dari itu kemudian saya melihat ada beberapa anak-anak itu yang dia mau putus sekolah.”

Mengetahui anak yang mau putus sekolah, lalu ditawari dengan beasiswa, sekolah bebas biaya. Tetapi persoalannya bukan itu. Kendalanya ada di biaya harian, seperti uang saku, biaya transportasi.

“Sehingga saya membuat kantin kejujuran. Tetapi jualananya tidak boleh orang dari luar. Tetapi yang membawa anak.”

“Saya hitung, anak membawa dagangan dari ibunya. Kalau dia membawa gorengan sajalah, dari rumah jual Rp 700, dijual di sini Rp 1.000. Siswa kita ada 300. Kalau pangsa pasarnya 150 siswa, bayangkan 300 (rupiah) kali 150 (siswa),” paparnya.

“Hitungan saya sekali bawa bisa untung Rp 25 ribu. Rp 25 ribu itukan kalau untuk transport lebih,” tambah Untung asli warga Muntilan.

Lambat laun banyak siswa yang minat mengikuti pola tersebut. Ada yang membawa bubur kacang ijo dan lainnya. ”Sehingga ini yang dibutuhkan anak-anak.”

“Ini politik dagang di sekolah. Dia secara tidak langsung belajar bisnis,” jelas nahkoda sekolah ini.

Baca Juga :  Berikut Besaran Realisasi Investasi di Kota Magelang Tiga Tahun Akhir

Baginya, pembelajaran tidak hanya teori di Kelas Kewirausahaan. Tapi siswa langsung praktik.

Perlu diketahui, SMK Muhammadiyah 2 Muntilan mendapatkan peringkat pertama peraih omzet tertinggi nasional Kelas Kewirausahaan. Dengan prestasinya tersebut, mendapat penghargaan dan kesempatan untuk mengikuti pameran di Kemendikbud pada 4 Desember 2019. Hal ini atas pencapaian konsep Kewirausahaan pada angkringan milenial dengan omset 214.000.000 per tiga bulan.

“Ketika wirausaha ini berkembang, maka negara ini akan maju,” tandasnya. (*)

Apa Tanggapan Anda ?