Siedoo, Membentuk siswa yang berkarakter bukan suatu upaya mudah dan instan. Hal tersebut memerlukan upaya terus menerus dan refleksi mendalam untuk membuat serangkaian keputusan moral (Moral Choice) yang harus ditindaklanjuti dengan aksi nyata. Sehingga menjadi hal yang praktis dan reflektif.
Membentuk karakter juga diperlukan sejumlah waktu untuk menjadikannya sebuah kebiasaan dalam membentuk watak atau tabiat seseorang. Perlu diingat bahwa karakter tidak bisa dikembangkan dengan mudah dan instan. Namun melalui pengalaman, percobaan, dan penguatan jiwa.
Nilai moral pengaruhi persoalan bangsa
Diakui atau tidak, gagalnya pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai moral terhadap peserta didik, diidentifikasi menumbuhkan berbagai persoalan bangsa. Di mana persoalan-persoalan tersebut saat ini dapat dilihat, didengar, atau dirasakan. Untuk mengatasi hal tersebut, kemudian dicanangkanlah pendidikan karakter.
Pendidikan karakter memang dirasa tepat dalam mengatasi persoalan bangsa, mengingat tujuan pendidikan bukan hanya melahirkan insan yang cerdas, namun juga menciptakan insan yang berkarakter kuat.
Hal itu seperti pernah dikatakan Dr. Martin Luther King, yakni “intelligence plus character that is the goal of true education”, artinya kecerdasan yang berkarakter adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya.
Konsep karakter dijalankan dan dipraktikkan
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk merealisasikan pendidikan karakter di sekolah. Namun konsep karakter tidak cukup dijadikan sebagai suatu poin dalam silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Konsep karakter harus dijalankan dan dipraktikkan.
Pendidikan karakter bisa dimulai dengan belajar taat dengan peraturan sekolah, dan menegakkan sikap disiplin. Sekolah harus menjadikan pendidikan karakter sebagai sebuah tatanan nilai yang berkembang dengan baik di sekolah yang diwujudkan dalam contoh dan seruan nyata.
Tentu hal itu harus dicontohkan oleh tenaga pendidik dalam keseharian kegiatan di sekolah. Baik di dalam kelas maupun di luar kelas, baik di hadapan langsung dengan anak didik maupun dengan sesama tenaga pendidik.
Jalin kembali kemitraan stakeholder
Pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholder) dalam Pendidikan. Baik pihak keluarga, sekolah dan lingkungan sekolah dan juga masyarakat luas.
Oleh karena itu, langkah awal yang perlu dilakukan adalah membangun kembali kemitraan dan jejaring pendidikan yang kelihatannya mulai terputus. Yaitu di antara ketiga stakeholder terdekat dalam lingkungan sekolah, mereka adalah guru, keluarga dan masyarakat.
Pembentukan dan pendidikan karakter tidak akan berhasil, selama antara stakeholder lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan keharmonisan. Dengan demikian, rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter pertama dan utama harus lebih diberdayakan. Kemudian hal itu didukung oleh lingkungan dan kondisi pembelajaran di sekolah yang memperkuat siklus pembentukan tersebut.
Di samping itu tidak kalah pentingnya pendidikan di masyarakat. Lingkungan masyarakat juga sangat mempengaruhi terhadap karakter dan watak seseorang. Lingkungan masyarakat luas sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai etika, estetika untuk pembentukan karakter.
Semua elemen harus sadar, pendidikan karakter melalui sekolah, tidak semata-mata pembelajaran pengetahuan semata. Tetapi lebih dari itu, yaitu penanaman moral, nilai-nilai etika, estetika, budi pekerti yang luhur.
Ingat, yang terpenting setelah informasi tersebut diberikan dan lakukan dengan disiplin oleh setiap elemen sekolah, konsep pendidikan karakter harus dipraktikkan atau diamalkan. Sehingga, akan melahirkan hasil nyata berupa pendidikan karakter yang berkualitas. (*)
*Redaksi Siedoo