Siedoo, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Surat Al-Imran ayat 133-134)
Rasulullah SAW bersabda, secara umum Bulan Ramadhan dibagi menjadi 3 tahapan. Yaitu, tahap 10 hari kesatu di Bulan Ramadan adalah Rahmat, tahap 10 hari kedua adalah maghfirah dan tahap 10 hari ketiga adalah dibebaskan dari siksa api neraka. Pada tahap 10 hari kesatu, banyak sekali rahmat Allah SWT yang diturunkan kepada orang yang berpuasa sebagaimana yang telah penulis ulas terkait manfaat puasa bagi kesehatan dan puasa merupakan ibadah rahasia yang akan melatih kejujuran yang hakiki.
Penulis kali ini akan mengurai esensi dan indikator yang bisa dijadikan ukuran atas tercapainya tahapan 10 hari kedua. Yaitu, fase maghfirah sebagaimana yang tercantum dalam surat Al-Imran ayat 133-134. Insya-a Allah jika indikator tahapan 10 hari kedua telah kita raih, maka Allah SWT akan menjamin kita memasuki tahapan 10 hari ketiga yaitu dibebaskannya dari api neraka (masuk ke dalam surga Allah SWT).
Indikator tercapainya fase maghfirah (pengampunan) Ramadhan
Alhamdulillah atas izin Allah SWT, para pembaca yang dirahmati Allah SWT telah memasuki hari ke 22 puasa ramadhan. Dengan demikian kita telah melewati tahapan 10 hari kedua, yaitu maghfirah dan selanjutnya kita sedang melalui tahapan 10 hari ketiga ramadhan.
Dalam tinjauan ilmu kesehatan jiwa, pembiasaan yang telah dilakukan minimal terus menerus selama 2 pekan (14 hari) akan menjadikan pola perilaku yang semakin kokoh menjadi bagian dari karakter (kepribadian) orang yang bertaqwa. Kebiasaan baik dan sudah terbentuk menjadi karakter ini tentu harus terus ditingkatkan dengan diberikannya keutamaan malam lailatulqodar di tahapan 10 hari ketiga ramadhan, yang nilainya lebih baik dari 1.000 bulan.
Oleh karena itu mari kita evaluasi dan introspeksi atas tercapainya indikator-indikator dari tahapan 10 hari kedua Ramadhan sebagaimana yang Allah SWT firmankan dalam surat Al-Imran ayat 133-134. Minimal ada indikator 3 P keberhasilan orang-orang beriman, yang berpuasa sesudah melalui tahapan 10 hari kedua ramadhan (fase maghfirah):
1. Pemberi Infak
Orang-orang beriman yang telah terlatih dan meraih maghfirah akan membentuk karakter yang senantiasa selalu menjadi Pemberi Infak dalam keadaan lapang maupun sempit. Allah SWT memperkuat lagi karakter pemberi infak dalam surat Al-Baqarah ayat 261 dalam suatu perumpamaan yang artinya sebagai berikut:
Perumpamaan infak yang dikeluarkan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan menanam sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap-tiap bulir mengandung seratus biji (bakal benih ). Allah SWT melipatgandakan ganjaran bagi siapa yang dikehendaki dan Allah maha luas karuniaNya lagi maha mengetahui.
Berdasarkan firman Allah SWT ini, maka orang yang menginfakkan hartanya sebanyak Rp 1,-. akan dilipatgandakan kebaikan sebanyak 700 kali lipat. Matematika infak di jalan Allah SWT tersebut, tidak ada yang dapat ditandingi oleh sistem keuangan per-bankan di muka bumi yang dilaksanakan oleh umat manusia.
Dengan kata lain, jika mempunyai rizki dari Allah ST sebanyak Rp 10.000,-. (Sepuluh Ribu Rupaih), lalu kita infakkan di jalan Allah SWT, misalnya hanya 2,5 % yaitu Rp 250,-. (Dua Ratus Lima Puluh Rupiah) maka dalam matematika dunia uang sisa yang kita miliki tinggal Rp 9.750,-.
Padahal yang sesungguhnya terjadi dalam matematika infak Allah SWT adalah terjadi pelipatgandaan dari Rp 250,-. yang kita infakkan dikalikan 700 kali lipat. Dengan demikian terjadi pelipatgandaan dari Rp 250,-. dikali 700 menjadi Rp 175.000,-. (Seratus Tujuh Puluh Lima Ribu Rupiah).
Berarti jumlah uang yang kita miliki justru bukan berkurang, melainkan bertambah Rp 175.000,-. Pelipatgandaan hasil infak di jalan Allah SWT memang tidak selalu dalam bentuk nyata uang. Namun, Allah SWT bisa gantikan dalam bentuk nilai-nilai yang imaterial seperti, kesehatan, kemudahan dan kelancaran dalam berusaha (pendidikan maupun pekerjaan, kesuksesan anak-anak dan keluarga, kebahagiaan dan kedamaian hidup dan lain-lain.
2. Pengendali Emosi (Marah)
Hasil dari pelipatgandaan berinfak di jalan Allah SWT akan menghasilkan indikator P yang kedua dari fase maghfirah, yaitu Pengendali Emosi (Marah). Dalam sebuah riwayat disabdakan oleh Rasulullah SAW ketika berhasil memenangkan perang badar, maka dikatakan bahwa: Kalian telah pulang dari sebuah pertempuran kecil menuju pertempuran akbar.
Lalu sahabat bertanya, “Apakah pertempuran akbar (yang lebih besar) itu wahai Rasulullah? Rasul menjawab, “jihad (memerangi) hawa nafsu.”
Berdasarkan sabda Rasulullah SAW maka perang badar yang telah menguras tenaga bahkan nyawa untuk melawan musuh dalam jumlah yang besar, ternyata dikategorikan pertempuran yang kecil dan Rasulullah SAW menyatakan justru perang yang terbesar adalah jihad memerangi hawa nafsu dalam bentuk melaksanakan ibadah puasa Ramadhan.
Manusia dilahirkan dengan segala fitrah nafsu yang dibutuhkan untuk mempertahankan hidup. Namun demikian, nafsu tersebut harus dapat dikendalikan agar tidak memunculkan nafsu amarah yang akan mengumbar emosi kemarahan dalam segala bentuknya.
Melalui ibadah puasa yang telah memasuki tahapan 10 hari kedua (fase maghfirah), maka orang-orang beriman telah dilatih kesabaran untuk mengendalikan emosinya. Sehingga bisa mengendalikan amarahnya dan akhirnya menghasilkan karakter manusia yang memiliki nafsu yang tenang (muthmainnah).
Keberhasilan indikator P yang kedua menjadi pengendali emosi (marah) akan dimulyakan oleh menjadi pemilik nafsu yang muthmainnah sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Fajr ayat 27-30 yang artinya:
Wahai pemilik jiwa yang tenang (nafsu muthmainnah). Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai. Maka masuklah kedalam golongan hamba-hambaKu. Dan masuklah ke dalam surgaKu.
Cara yang sangat efektif dalam melatih pengendalian emosi adalah dengan senantiasa berpikir positif/bersangka baik pada Allah SWT (husnudzon billah) yang disertai dengan senyuman yang tulus, ketika menghadapi gejolak emosi. Senyum yang tulus akan menghasilkan peredam emosi, yaitu neurotransmiter endorfin dan serotonin.
Sehingga, fungsi kerja saraf kita akan tetap stabil dan tercegah dari reaksi marah. Bahkan menurut sabda Rasulullah SAW dikatakan bahwa senyum tulus kepada saudaramu sama dengan sedekah.
Kehidupan yang senantiasa diselimuti dengan pengendalian emosi yang prima akan menghasilkan individu yang mempunyai nafsu muthmainnah (tenang). Sehingga, akan mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah ma rahmah dan akhirnya dapat membentuk bangsa dan negara Indonesia yang baldhotun, thoyyibatunm wa Robbun ghofur.
Insya-a Allah dengan karakter pengendali emosi maka kita akan terhindar dari nafsu amarah yang membahayakan setiap individu dalam mengumbar nafsu amarah. Kita akan terhindar dari sikap anarkis, merusak dan saling menyakiti antar sesama manusia. Kita akan terhindar dari kebiasaan memfitnah dan menebar hoax yang bisa mengancam sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
3. Penebar Maaf
Indikator P ketiga dari orang-orang beriman yang telah mencapai fase maghfirah adalah Penebar Maaf. Melalui pembiasaan untuk selalu mempunyai semangat pemberi infak dan pengendali emosi (marah), maka diperlukan indikator P ketiga berikutnya dalam mencapai keberhasilan fase maghfirah, yaitu menjadi Penebar Maaf.
Menebar maaf akan memberikan dampak bagi yang memberi maupun menerima maaf untuk mewujudkan kehidupan harmonis dalam ikatan saling menyadari ketidaksempurnaan manusia atas kekhilafan dan kesalahan yang dilakukan.
Interaksi antarmanusia dalam kehidupan akan selalu berhadapan dengan segala dinamika yang menyenangkan atau mengecewakan, membahagiakan atau menyakitkan, mendamaikan atau menggelisahkan. Ketika dinamika yang diarasakan menyenangkan, membahagiakan atau mendamaikan maka akan timbul rasa senang, bahagia dan damai.
Sebaliknya jika yang dirasakan adalah mengecewakan, menyakitkan atau menggelisahkan maka yang akan timbul adalah rasa kecewa, sakit hati atau gelisah. Persepsi negatif akan dapat segera menjadi hal yang posotif, jika kita mempunyai karakter Penebar maaf yang handal.
Dengan demikian timbulnya rasa kecewa, sakit hati dan gelisah tidak akan menggerogoti emosi kita menjadi terbelenggu karena kita bisa segera menebar maaf pada lingkungan yang menimbulkan rasa kecewa, sakit hati dan gelisah. Melalui karakter menjadi penebar maaf, maka kita bisa segera berdamai, membahagiakan dan menyenangkan perasaan positif untuk terus maju ke depan atas pengalaman masa lalu yang kurang menyenangkan.
Keberhasilan mencapai tahapan 10 hari kedua (fase maghfirah) dalam puasa ramadhan sangat dibutuhkan dalam menghadapi dinamika kehidupan di era millenial ini. Hidup dengan suasan ketidakpastian, serba cepat dan sangat dinamis, membutuhkan karakter 3 P dari fase maghfirah.
Karakter seperti ini telah dicontohkan Rasulullah SAW dalam berdakwah menyampaikan risalah Islam sebagai pemberi rahmat bagi semesta alam. Sebagaimana kisah seorang nenek-nenek yahudi buta yang selalu menghina, mengejek dan mencaci maki Rasulullah, maka akhlak Rasulullah selalu mencerminkan karakter tersebut.
Rasulullah SAW tetap menebar bantuan (infak dalam segala bentuk) yaitu memberi makan nenek tersebut. Pemberian infak tersebut disertai dengan pengendalian emosi yang prima melalui kelemahlembutan dan senyum tulus saat memberi makan nenek tersebut. Bahkan Rasulullah SAW memaafkan nenek tersebut walau telah mencaci, menghina dan mengejek Rasulullah SAW.
Insya-a Allah keberhasilan umat Islam yang beriman khususnya di Indonesia saat ini akan menghasilkan karakter fase maghfirah yang senantiasa menjadi Pemberi Infak, Pengendali Emosi dan Penebar Maaf.
Sehingga Negara Indonesia akan menjadi negara yang adil, makmur, sejahtera, maju dan menang serta unggul dalam menebar kebahagiaan dan kedamaian bagi kehidupan di seluruh alam semesta. Aamiin Ya Robbal Alamiin.
*DR. Dr. Fidiansjah Mursjid Ahmad, SpKJ, MPH
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Keswa-Napza Kementerian Kesehatan