MALANG – Berbicara mata pelajaran matematika, sebagian pembaca hendak langsung menutup kuping. Itu karena, matematika mata pelajaran yang dinilai sebagian orang hal yang menakutkan. Namun demikian, bagaimana jika matematika disandingkan dengan permainan berbalut perkembangan teknologi.
Seperti yang diciptakan tiga mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM), Jawa Timur. Mereka menelurkan inovasi bernama Victory of Culture Games (VOC-Games). Sebuah media pembelajaran matematika berbudaya berbasis teknologi augmented reality. Ketiga mahasiswa itu adalah adalah Binti Isti’towatul Isti’aroh, yang popular disapa Binti, mahasiswa Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Zainur Ridho Wahyu alias Wahyu, Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Fitrah Izul Falaq, alias Izul, Jurusan Teknologi Pendidikan.
Fitrah Izul Falaq berharap, dengan hadirnya karya tersebut, dapat membantu siswa tidak takut lagi belajar matematika sekaligus cinta budaya lokal. Karena, matematika bukan sekedar soal angka.
“Matematika bukan hanya soal angka, budaya juga bukan soal sejarah. Kolaborasi matematika dan budaya dapat menghadirkan mendidik karakter baik dengan pemikiran yang brilian,” kata pria yang membidangi soal game developers itu.
Victory of Culture Games, sebagai media pembelajaran matematika berbentuk permainan berbasis 3D dan augmented reality. Karya tiga mahasiswa UM itu, dinilai sangat efektif untuk siswa dan anak muda yang ingin belajar matematika.
Karya itu berawal dari ketakutan pada matematika dan kerisauan akan budaya yang semakin terkikis. VOC-Games menintergrasikan matematika dan budaya dengan teknologi. Sehingga, benda maya seolah menjadi kenyataan. Nama VOC-Games adalah kepanjangan dari Victory of Culture Games yang artinya permainan kejayaan budaya. Misi mereka agar budaya Indonesia jaya, sehingga secara otomatis sikap dan pemikiran bangsa akan baik.
Saat ini, permainan dan media pembelajaran ciptaannya itu sedang diikutkan dalam Program Kreativitas Mahasiswa dan telah lolos pada tahap pendanaan. Dari pengakuan Wahyu, rancangan VOC-Games mengacu pada hasil analisa problematika belajar peserta didik yang selama ini takut terhadap mata pelajaran matematika.
“Kemudian kami kembangkan dengan mengoptimalkan segala jenis sumber belajar yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik,” jelasnya.
Adapun aturan permainannya, pertama pembentukan 4 kelompok pemain secara berbeda. Kedua, mekanisme permainan seperti permainan halma, berjalan dengan mengocok dadu secara bergiliran. Ketiga, jika berhenti di area lawan, pemain melakukan scanning barcode. Keempat, penampilan soal berbasis 3D augmented reality dan kelima, nominasi pemenang berdasarkan urutan poin tim tertinggi. Yakni, Tim Cerdas, Tim Jenius, Tim Hebar, Tim Kompak.