Siedoo, Indonesia saat ini telah memasuki fenomena bonus demografi. Yaitu, suatu fenomena dimana Indonesia mengalami peningkatan jumlah penduduk usia produktif (5-64 tahun) secara signifikan. Berdasarkan paparan Surya Chandra anggota DPR Komisi IX, dalam seminar masalah kependudukan di Indoensia di Fakultas Kedoketran Universitas Indonesia, usia angkatan kerja (15-64 tahun) pada 2020-2030 akan mencapai 70 persen.
Sedangkan sisanya 30 persen adalah penduduk dengan usia non produktif. Dibawah 15 tahun dan diatas 65 tahun. Bila dilihat dari jumlahnya, penduduk usia produktif mencapai sekitar 180 juta. Sementara, penduduk non produktif hanya 60 juta. (Andini, Rosary Putri : www.kompasiana.com)
Selain itu, berdasarkan laporan PBB, diyatakan bahwa dibandingkan dengan Negara Asia lainnya, angka ketergantungan penduduk Indonesia akan terus menurun sampai 2020. Artinya, selama kurun waktu 2020-2030, Indonesia memiliki angka ketergantungan penduduk yang paling kecil. Sehingga, akan ada lebih banyak penduduk usia produktif yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan bangsa dan negara.
Bonus demografi ini tidak serta merta datang dengan sendirinya. Oleh karena itu hal ini bisa menjadi berkah dan peluang bagi Indonesia. Namun, apabila Indonesia gagal dalam mengoptimalkan bonus demografi ini, akan terjadi kerugian yang sangat besar.
Upaya pengoptimalan bonus demografi ini memerlukan kerjasama dari seluruh lapisan masyarakat dan lembaga terkait. Serta, pemerintah sebagai agent of development untuk mencetak penduduk usia produktif yang memiliki kualitas unggul. Dimana penduduk usia produktif tersebut memiliki kompetensi unggul dalam bidang masing-masing, dan mampu berkompetisi dalam kancah nasional maupun internasional.
Untuk mencetak penduduk usia produktif yang berkualitas tersebut, seluruh elemen masyarakat serta pemerintah harus segera berbenah. Khususnya dalam bidang pendidikan. Penduduk usia sekolah harus mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan merata ke seluruh penjuru Indonesia.
Pendidikan yang berkualitas ini bukan hanya untuk mencipatakan generasi muda yang produktif dengan kemampuan kognitif saja. Namun juga menciptakan generasi muda yang memiliki keterampilan khusus sesuai minat dan bakat mereka.
Serta, harus melatih generasi muda agar memiliki pola berpikir, wawasan, dan kreativitas yang tinggi. Dan juga ditanamkan kesadaran serta kepekaan sosial.
Sehingga, saat lulus sekolah mereka dapat langsung terjun ke dunia kerja dengan upah yang tinggi. Disisi lain mereka juga dapat membuka usaha sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan masing-masing, menciptakan lapangan kerja baru, untuk ikut andil membantu pemerintah dalam mengurangi angka pengangguran.
Selain itu, juga akan muncul inovasi dan terobosan baru dalam berbagai segi kehidupan untuk menunjang kesejahteraan. Serta, untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
*Penulis Erna Setyawati, Alumni Sarjana Mendidik di Daerah Terluar, Terdepan dan Tertinggal (SM3T) dari Temanggung, Jawa Tengah.