Siedoo, Pada mulanya Arletta Rachma Wibowoputri gemar memberi komentar di bidang desain. Akhirnya, alumnus Program Studi (Prodi) Arsitektur Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta ini berhasil memenangkan Kontes Desain Trophy Good Design Indonesia (GDI) tahun 2020.
GDI merupakan ajang penganugerahan berskala nasional yang diberikan kepada karya-karya desain terbaik di Indonesia. Program ini diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (DJPEN), Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, sejak tahun 2017. Pada tahun 2020, GDI membuka kesempatan bagi masyarakat Indonesia untuk berpartisipasi dalam pembuatan desain trophy pada ajang GDI 2020.
Ditulis di laman uns.ac.id (17/5/2020), sayembara trophy GDI dinilai oleh tiga tim juri ahli yaitu Jacob Silas Mussry (Deputy Chairman Mark Plus Inc.), Adhi Nugraha (Aliansi Desainer Produk Industri Indonesia), dan Joko Dwi Avianto (Pematung).
Mahasiswi yang pernah aktif di Laboratorium Urban Rural Design and Conservation (URDC Labo) ini merasa tertarik mengikuti sayembara desain yang diadakan oleh GDI. GDI ialah ajang perantara, nantinya para pemenang kompetisi ini berkesempatan mengikuti tahap lanjutan pada Good Design Award (G-Mark) di Tokyo, Jepang.
Mendobrak Desain
Etta, panggilan akrabnya, melihat sayembara ini sebagai kesempatan untuk mendobrak desain yang selama ini sering dikeluarkan oleh acara pemerintah. Seperti pada desain logo Asian Games 2018, di mana desain awal yang diluncurkan oleh pemerintah dipandangnya terlalu kuno dan kurang menarik untuk acara di masa sekarang.
Mendesain trophy merupakan kegiatan yang tidak biasa untuknya karena selama ini dia sebagai arsitek lebih sering mengerjakan desain dengan skala besar, sedangkan desain trophy skalanya kecil. Dalam proses pembuatannya ide awal yang menginspirasi Etta adalah obor. Penggambaran sebuah perayaan atau keberhasilan, sekaligus sinar terang bagi keberlanjutan meraih sukses menjadi salah satu filosofi yang ingin disampaikan.
Melihat proses tersebut Etta menceritakan, bahwa menjadi juara di ajang GDI bukanlah penghargaan tertinggi dan akhir dari sebuah prestasi desain. Tetapi akan ada proses lanjutan yang membuka jalan bagi para desainer produk untuk mempromosikan dan bertanggung jawab memberikan kontribusi memajukan desain Indonesia.
“Saya lebih suka mendesain dengan mempertimbangkan filosofi daripada bentuknya. Bentuk juga penting tetapi filosofi lebih bermakna,” tutur Etta.
Cerminkan Visi GDI
Salah satu syarat yang diberikan oleh GDI adalah desain trophy harus mencerminkan visi GDI yang bukan hanya sekadar ajang desain semata tetapi menjadi platform bagi produk lokal menuju pasar global. Nilai lokal selalu menjadi ornamen yang tidak luput dalam setiap sayembara yang dilakukan oleh pemerintah. Pada umumnya ornamen lokal sering divisualkan oleh masyarakat dalam bentuk batik atau unsur lokal yang terkenal.
Tetapi menurut arsitek yang kini bekerja di Jakarta ini berpendapat bahwa dalam mengartikan nilai lokal bisa juga dilakukan dengan pemilihan material pembuat produk. Seperti yang dilakukan oleh Etta yang memilih material marmer sebagai salah satu material lokal Indonesia pengerjaannyapun berkolaborasi dengan seniman lokal untuk menggarap trophy. Dengan begitu bisa mengangkat masyarakat Indonesia untuk ikut berkontribusi. (*)