Siedoo.com -
Opini

Indonesia Masih Menghadapi Masalah dalam Pendidikan

Siedoo, Pendidikan merupakan proses mencetak generasi penerus bangsa yang berkualitas. Indonesia adalah salah satu negara berkembang di dunia yang masih mempunyai masalah dalam dunia pendidikan.

Inti dari sistem pendidikan nasional, tujuannya adalah ‘mengembangkan potensi peserta didik’. Hal itu guna mencapai tujuan negara yaitu ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’. (Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional)

Namun hingga saat ini masih dirasakan ketertinggalan di dalam mutu pendidikan. Padahal mutu pendidikan yang rendah akan menghambat penyediaan sumber daya manusia yang memiliki keahlian dan keterampilan, guna meningkatkan pembangunan bangsa di berbagai bidang.

Masih di Peringkat Bawah

Menurut laporan Program for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2015 – program yang mengurutkan kualitas sistem pendidikan di 72 negara, – Indonesia menduduki peringkat 62. Dua tahun sebelumnya (PISA 2013), Indonesia menduduki peringkat kedua dari bawah atau peringkat 71. (Youthcorpsindonesia.org, 21/5/2017)

Kemudian tahun 2017 Indonesia masuk peringkat pendidikan dunia atau World Education Ranking yang diterbitkan Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). Seperti yang dilansir The Guardian, Indonesia menempati urutan ke 57 dari total 65 negara dari segi membaca, matematika, dan ilmu pengetahuan. (Kabarrantau.com 11/9/2017)

Masalah keterbatasan pendidikan umumnya berakar dari kemiskinan dan merupakan masalah sangat rumit karena terkait dengan masalah besar lain, seperti kurangnya asupan makanan bergizi, kurangnya akses terhadap informasi, dan masalah besar lainnya.

3 Faktor Utama

Secara garis besar, paling tidak ada 3 faktor utama penghambat kurang berkembangnya kualitas pendidikan di Indonesia. Yaitu:

  1. Kurikulum pendidikan
  2. Kurangnya tenaga pendidikan berkualitas
  3. Pemerataan pendidikan

Fenomena ganti menteri ganti kurikulum, masih berlaku di Indonesia. Selama ini pergantian kurikulum masih ‘mengadopsi’ kurikulum negara lain yang dianggap berhasil dalam pendidikannya, sehingga selalu berganti-ganti.

Baca Juga :  Anggaran Kemendikbud Menurun Triliunan, Apa Sebabnya

Ketika ‘kurikulum adopsi’ itu diberlakukan hasilnya karakter peserta didik juga ikut ‘kebarat-baratan’. Sehingga, saat ini digencarkan pendidikan karakter mulai dari pra-sekolah hingga perguruan tinggi.

Selain masalah kurikulum, faktor kedua adalah kurangnya tenaga pendidik. Di mana masih banyak sekolah yang kekurangan guru utamanya di tingkat SD dan SMP, terlebih di daerah 3T (Terluar, Terdepan, dan Tertinggal).

Direktur Pembinaan Guru Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Praptono mengatakan secara umum Indonesia kekurangan guru sekitar 735.000, banyak di antaranya di daerah terpencil. (Bbc.com, 1/6/2019)

Selain kurang secara kuantitas, masalah guru juga dinilai kurang secara kualitas. Di tahun 2017 dari 3,9 juta guru yang ada saat ini, sebanyak 25 persen masih belum memenuhi syarat kualifikasi akademik dan 52 persen guru belum memiliki sertifikat profesi. (Republika.co.id, 18/4/2019)

Adanya perekrutan CPNS guru di tahun 2018 pun belum serta merta menutup kekurangan guru, terutama guru yang berkualitas. Namun paling tidak sudah menambal kekurangan guru akibat banyak guru pensiun pada satu dekade terakhir.

Masalah pemerataan pendidikan juga masih menjadi kendala besar dalam dunia pendidikan Indonesia. Dalam mengurangi masalah ini pemerintah sudah mulai mengurangi dengan penerapan sistem zonasi pada penerimaan peserta didik baru (PPDB).

Namun bagi daerah 3T pemerataan tersebut berupa kurangnya fasilitas pendidikan, yaitu kurangnya gedung sekolah bagi anak-anak daerah 3T. Ke depan kita berharap masalah pemerataan akses pendidikan berupa ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan dapat teratasi, agar kita mampu mengejar ketertinggalan dalam pendidikan. (*)

 

Apa Tanggapan Anda ?