JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) memberikan gambaran bahwa keberadaan RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan diharapkan untuk mengakomodasi berbagai kebutuhan pesantren dalam menjalankan fungsi dan perannya untuk membangun negara dan bangsa.
Menurut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, tidak ada pesantren yang radikal karena seyogyanya pesantren memiliki “ruhul mahad” atau ruhnya pesantren. RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan ini akan lebih mempertegas ruhul ma’had ini.
“Tidak boleh lagi ada yang mengklaim misalnya sebuah padepokan mengatasnamakan pesantren, tetapi tidak ada kiainya, tidak ada kitab yang dikajinya,” katanya dilansir dari kemenag.go.id.
Dinyatakan, kementerian yang dipimpinannya terus melakukan penyempurnaan draf RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan. Kemenag telah melakukan rapat koordinasi dengan lintas lembaga untuk menyatukan sudut pandang dalam menilai rumusan pasal dan ayat yang ada dalam RUU.
“Yang merupakan inisiasi dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),” ujarnya.
Pembahasan RUU tersebut perlu dilakukan dari berbagai perspektif, karena menurutnya bicara tentang pesantren tidak hanya bicara tentang lembaga pendidikan semata.
“Pesantren itu juga lembaga dakwah dan lembaga kebudayaan yang membentuk budaya dan tradisi masyarakat di lingkungan sekitarnya. Karenanya RUU harus dilihat dari semua perspektif,” ucapnya
“Tentunya harapan kita RUU memiliki kualitas,” sambung Menag.
Sebuah lembaga menurutnya dapat disebut pesantren jika ada kiainya, ada kitab- kitab yang dikaji, dan persyaratan lainnya yang harus dipenuhi.
“Sehingga pesantren tidak mengenal paham radikalisme dan ekstrimisme,” tandasnya.
Sementara itu, Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin mengatakan, para pimpinan lembaga beberapa waktu telah menyampaikan untuk mendorong RUU tersebut segera disahkan. Hal ini dianggap sebagai langkah strategis rekognisi negara kepada pesantren, apalagi demi menghadapi tantangan kehidupan di masa depan.
“Tahun 2019 ini Kemenag juga akan memberi kesempatan kuliah bagi ustadz pesantren. Kemenag telah siapkan anggaran untuk beasiswa kuliah mereka, baik di dalam maupun luar negeri,” jelasnya.
Melansir dari indopos.co.id, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Sadjili menegaskan, pihaknyapun siap menerima draf itu untuk dibahas bersama-sama.
”Itu hak pemerintah ya, karena nanti kami punya daftar isian masalah tersendiri, pemerintah juga akan bentuk panja pemerintah yang pasti mereka punya perspektif tersendiri terkait RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan. Itu proses biasa kok dalam penyusunan legislasi,” ujarnya.
”Jadi pemerintah punya pandangan sendiri, DPR pun punya pandangan sendiri karena masing-masing di internal fraksi yang ada memiliki pandangan yang berbeda-beda terkait berbagai hal yang dibahas dalam RUU Pesantren dan Keagamaan,” tambahnya.
Ace menyebut, draf RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan yang akan diajukan Badan Legislasi (Baleg) DPR ke Komisi VIII belum bersifat final. Soal keberatan Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Ace mengatakan, semua opsi masih terbuka dalam rapat yang segera diagendakan Komisi VIII. Opsi itu seperti pengubahan bunyi pasal 69-70 yang dikritik PGI karena mengatur soal Sekolah Minggu dan katekisasi.
”Masih sangat terbuka semua pembahasan tersebut termasuk pemerintah punya hak memberikan masukan terkait draf apa yang mereka susun berdasarkan atas versi pemerintah,” jelas Ace. (Siedoo)