SULSEL – Menilik Undang-Undang (UU) No 5 Tahun 2014, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) masuk kategori Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk di dalamnya Pegawai Negeri Sipil (PNS). Di dalam UU tersebut untuk menjadi ASN, maksimal berusia 35 tahun. Sementara di dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 49 Tahun 2018, untuk bisa melamar P3K diperbolehkan berusia lebih dari 35 tahun.
P3K memberi peluang kepada semua kalangan, termasuk tenaga profesional, terlebih bagi guru honorer. Melansir dari dpr.go.id, anggota DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah menyatakan yang menjadi P3K harus memenuhi kreteria.
“Tetapi tenaga honorer yang akan menjadi P3K juga harus memenuhi kualifikasi,” kata legislator dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.
Komisi yang menangani Bidang Pendidikan tersebut dan Kementerian PAN-RB pada tahun 2018, hanya mengangkat 14.000 orang secara bertahap.
“Ini masih menjadi PR yang besar. Karena ada sangkutan lagi berikutnya di UU ASN bahwa yang mau dijadikan ASN itu maksimal berusia 35 tahun. Ini harus disinkronisasi ke depannya, bagaimana regulasi dan upgrading skill,”ujar perempuan berjilbab ini saat berkunjung ke Sulawesi Selatan (Sulsel).
Menurutnya, masih terdapat tenaga honorer yang bekerja tanpa status serta hak dan perlindungan yang jelas. Presiden Joko Widodo telah meneken PP tersebut pada 22 November 2018.
“Aturan ini membuka peluang seleksi dan pengangkatan bagi tenaga honorer yang telah melampaui batas usia pelamar ASN,”paparnya.
Di tempat lain, Wakil Sekretaris Jenderal PPP, Achmad Baidowi, mengatakan, aturan tersebut sebagai solusi kebuntuan hukum akibat batasan usia 35 tahun bagi pelamar CPNS sebagaimana Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
“Sebab, selama UU ASN belum direvisi terkait usia, maka tenaga honorer yang usianya di atas 35 tahun nasibnya tidak pernah terperhatikan,” ucapnya dilansir liputan6.com.
Pria yang duduk sebagai Komisi II DPR ini menilai, skema penyelesaian tenaga honorer merupakan hasil pembahasan antara Komisi II DPR bersama pemerintah. Dalam hal ini Menpan RB, KSP, BKN, maupun KASN untuk dicarikan solusi.
“Paling tidak ada perhatian negara terhadap mereka yang mengabdi kepada negara selama puluhan tahun. Maka terbitnya PP ini merupakan langkah konkrit pemerintahan Jokowi-JK untuk mengangkat nasib tenaga honorer,” ungkap Awiek, panggilan akrabnya.
Dia pun meminta, proses seleksi P3K ini tidak seketat CPNS. Serta aspek pengalaman atau pengabdian kerja wajib menjadi penilaian terpenting. Terlebih bagi mereka yang berusia di atas 35 tahun dan tidak memungkinkan lagi menjadi CPNS
“Peningkatan kesejahteraan bagi tenaga honorer yang lolos PPPK, yakni honor yang diterima nanti paling tidak sama dengan PNS atau serendah-rendahnya di atas UMR. Karena keterbatasan anggaran negara sementara waktu tanpa uang pensiun. Namun, demikian fasilitas kesehatan bagi PPPK juga harus diperhatikan,” jelasnya. (Siedoo)