BANGLI – Rata-rata Lama Sekolah (RLS) di Kabupaten Bangli, Bali masih tergolong rendah, meskipun belakangan ini sudah mengalami peningkatan. Sekretaris Dinas Pendidikan Pemuda dan olahraga (Disdikpora) Bangli, I Nyoman Sedana, S.T, M.Pd mengungkapkan, berdasarkan data tahun 2017, rata-rata masyarakat Bangli mengenyam pendidikan selama 7,38 tahun.
Dikatakan I Nyoman Sedana, jumlah tersebut telah mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya (2016) yakni 6,96 tahun. Sedangkan pada tahun 2018 ini, pihaknya menargetkan RLS di Bangli kembali meningkat sebesar 7,5 tahun.
“Agregat yang digunakan untuk mengukur RLS ini jumlah penduduk Bangli di usia belajar. Yakni usia 6 hingga 45 tahun,” ujarnya.
Dikatakan, rendahnya peningkatan RLS yang ditargetkan, menurut Sedana lantaran masih banyak terjadi pergeseran penduduk yang tidak melapor ke desa, maupun kematian penduduk yang tidak dilaporkan. Hal itu menyebabkan pembanding data tidak sesuai. Disamping itu, jenjang RLS yang menjadi acuan juga terlalu tinggi.
Sedana yakin, jika yang menjadi acuan adalah jenjang Paud hingga SMA, RLS di Bangli telah mencapai 13 tahun. Artinya angka 7,38 tahun atau setara SMP ini karena jenjang pendidikan yang menjadi acuan nasional mulai dari tingkat Paud hingga S3.
“Apabila yang menjadi acuan tanpa disertakan dengan jenjang perkuliahan, rata-rata lama belajar di Bangli sudah mencapai 13 tahun,” katanya.
Sedana tidak memungkiri RLS di Bangli tergolong rendah, tapi dia menyayangkan anggaran penunjang peningkatan RLS justru kurang. Seperti beasiswa, dibandingkan dengan tahun 2017 sebanyak 102 penerima, pada tahun 2018 ini hanya 51 usulan penerima. Bahkan, kegiatan melek huruf seperti program keaksaraan dasar maupun program keaksaraan usaha mandiri sebanyak 200 orang juga tidak bisa terlaksana pada tahun 2018 ini.
Menanggapi menurunnya jumlah penerima beasiswa, Sedana mengatakan bahwa pemberian beasiswa kembali pada kemampuan daerah, berdasarkan usulan dari masing-masing mahasiswa. Jadi usulan beasiswa yang masuk, pemberiannya disesuaikan kembali dengan kemampuan daerah.
“Karena untuk memenuhi seluruhnya, daerah belum mampu. Akan tetapi, beasiswa ini selain dari daerah, juga ada dari kampus maupun pihak ketiga,” katanya.
Sedana menyebutkan, pemberian beasiswa tentunya tidak terlepas dari kriteria khusus. Seperti dilansir tribunnews.com, beberapa kriteria di antaranya Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) semester yakni 3.50, tingkat kehadiran mahasiswa yang bersumber dari rekomendasi perguruan tinggi, hingga kondisi perekonomian keluarga mahasiswa bersangkutan.
“Jumlah anggaran yang diusulkan untuk beasiswa tahun 2019 belum diketahui lantaran masih dalam proses perincian,” sebutnya.
Terkait program keaksaraan, Kepala Bidang Pembinaan Paud dan Pendidikan Nonformal, I Ketut Wakil mengatakan batalnya program setara kelas V dan VI ini disebabkan adanya rasionalisasi. “Ya kegiatannya ditunda. Mudah-mudahan tahun 2019 nanti bisa terlaksana,” harapnya. (Siedoo/NSK)