BANYUWANGI – Tak hanya di wilayah Jawa Barat, seperti di Kabupaten Garut dan Sukabumi, guru honorer yang mogok mengajar. Aksi yang membuat siswa-siswinya tidak mendapatkan mata pelajaran secara normal itu, juga terjadi di Banyuwangi, Jawa Timur.
Sikap yang diambil ini sebagai salah satu protes terhadap perekrutan CPNS yang membatasi usia, yakni maksimal 35 tahun per 1 Agustus 2018. Hal ini sebagaimana tercantum dalam PermenPAN-RB No 36 Tahun 2018 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan PNS dan Pelaksanaan CPNS Tahun 2018.
Di wilayah kabupaten tersebut guru honorer kategori 2 (K2) yang akan mogok hampir berjumlah 2.000 orang. Sebagaiman ditulis detik.com, Koordinator Daerah Guru Honorer Banyuwangi Anis Alkhodia mengatakan, mogok mengajar dimulai hari Selasa (18/9/2018) hingga Sabtu (22/9/2018) mendatang.
“Rekrutmen CPNS ini sangat merugikan kami, karena dibatasi umur hingga 35 tahun. Sedangkan guru honorer yang masuk Katagori 2 usianya rata-rata berumur 40 tahun,” ujarnya.
Pihaknya menyadari, jika aksi mogok mengajar ini akan berdampak kepada proses belajar mengajar di sekolah. Di salah satu sekolah bahkan beberapa kelas tidak melakukan aktivitas belajar mengajar. Guru kelas terpaksa mengajar di dua kelas yang berbeda.
Meski begitu, hal ini sebagai konsekuensi yang harus ditanggung. Karena kata Anis, dengan adanya rekrutmen CPNS 2018, guru honorer merasa disepelekan oleh pemerintah. Padahal para guru honorer sudah mengabdi hingga puluhan tahun.
“Harus diambil segala konsekuensinya karena niat kita ibadah bukan niat makar. Bukan niat melawan pemerintah khususnya Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, tolonglah kami ini,” tandasnya.
“Karena kami kemarin sudah mengirim surat petisi dan sebagainya, tahun-tahun lalu juga sudah, DPR nya dipetisi juga sudah,” tambahnya.
Diharap Hentikan Aksi Mogok
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Pendidikan Banyuwangi Sulihtiono mengaku, sudah menyampaikan aspirasi para guru honorer di Banyuwangi ke pemerintah pusat. Namun regulasi pengangkatan CPNS 2018 ini ada pada pemerintah pusat. Sehingga, yang berhak menentukan kriteria CPNS 2018 ini adalah pemerintah pusat.
“Kami berharap para guru honorer menghentikan aksi mogok mengajarnya, karena berdampak pada proses belajar mengajar di sekolah. Siswa tetap harus mendapatkan hak pendidikan di sekolah,” tambahnya.
Akibat dari aksi mogok guru honorer di Banyuwangi itu, aktivitas belajar terganggu. Di sejumlah sekolah dilaporkan ada guru kelas berstatus PNS yang mengajar rangkap kelas. Guru-guru honorer yang menggelar aksi mogok menegaskan, mereka tidak mau disepelekan oleh pemerintah pusat.
Diklaim Tak Mengganggu Kegiatan Belajar
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan bahwa, belum mendapatkan laporan adanya mogok yang dilakukan oleh guru honorer. Namun dia berjanji untuk terus melakukan pengawasan.
”Kemendikbud percayakan dulu kepada pimpinan daerah, dalam hal ini kepala dinas pendidikan dan kepala sekolah masing-masing,” katanya dilansir dari jawapos.com.
Muhadjir berharap agar mogok yang dilakukan oleh tenaga pendidikan honorer ini tidak mengganggu proses kegiatan belajar mengajar (KBM). Sehingga anak-anak tidak menjadi korban.
Tunda Perekrutan CPNS
Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi mengatakan, dirinya memahami apa yang dirasakan guru honorer K-2.
Mereka sudah bekerja bertahun-tahun, tetapi nyatanya kesempatan untuk menjadi CPNS ditutup oleh pemerintah. Alasannya, mereka tidak bisa mendaftar gara-gara tidak memenuhi kriteria usia maksimal 35 tahun.
’’Sebaiknya (pendaftaran CPNS baru) ditunda dulu. Karena di daerah sudah rame,’’ katanya sebagaimana ditulis jpnn.com.
Menurut Unifah, PGRI sudah berupaya mendampingi para honorer K-2 untuk menyuarakan aspirasinya ke pemerintah. Termasuk menggunakan cara-cara yang baik.
Pemerintah harus memiliki komitmen untuk menyelesaikan nasib para guru honorer tersebut. Dia menegaskan, jika pemerintah sudah mentok tidak bisa mengangkat guru honorer K-2 itu menjadi CPNS, masih ada skema-skema lain yang bisa diambil.
Cara yang bisa diambil pemerintah adalah segera mengeluarkan regulasi pengangkatan honorer K-2 itu menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Sayangnya, hingga saat ini peraturan pemerintah (PP) landasan untuk pengangkatan honorer K-2 menjadi PPPK tidak kunjung diterbitkan.
Skenario penuntasan guru honorer K-2 berikutnya adalah dengan menghidupkan kembali Peraturan Pemerintah (PP) 48 tahun 2005. Di dalam PP tersebut ada skema pengangkatan tenaga honorer K-2 menjadi tenaga kontrak di pemerintah daerah (pemda).
’’Skema ini tidak membebani pemerintah pusat,’’ jelasnya.
Unifah menuturkan yang dituntut para tenaga honorer K-2, baik guru maupun profesi lainnya, adalah kejelasan status. Selama ini para guru honorer K-2 sudah menambal kekurangan guru di sekolah negeri. (Siedoo)