Siedoo, Pestisida kimia yang digunakan kebanyakan petani saat ini dapat menimbulkan dampak negatif. Mulai dari segi lingkungan, kesehatan dan bahkan keseimbangan ekosistem. Seperti di Dusun Ngepoh Lor, Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah banyak mengalami permasalahan penyakit tanaman tersebut di ladangnya dan masih menggunakan pestisida kimia dalam menghambat penyakit tanaman tersebut.
“Tanaman cabai mereka (petani) sering mengalami penyakit layu fusarium dan antraknosa. Penyakit ini ditakuti oleh sebagian besar petani karena tanaman akan mudah mati,” kata salah satu mahasiswa jurusan Agroteknologi Universitas Tidar Magelang Tri Sulistiyo.
Untuk mengatasi kondisi itu, ia menemukan solusi dengan mengembangkan jamur Trichoderma sp yang berfungsi untuk melawan jamur penyebab penyakit tanaman. Jamur ini merupakan biopestisida yang digunakan untuk menghambat penyakit tanaman, namun tidak menggangu keadaan lingkungan. Seperti, pestisida kimia yang digunakan secara umum.
“Jamur tersebut dapat juga disebut sebagai agen pengendali hayati layaknya pestisida yang berasal dari organisme hidup. Namun, tidak menimbulkan dampak negatif,” jelas Tri Sulistiyo, yang juga Ketua Program Kreativitas Mahasiswa-Pengabdian kepada Masyarakat (PKM-M) itu.
PKM-M Untidar ini sebelumnya mengadakan pelatihan untuk menjelaskan pengetahuan, dampak dari penggunaan pestisisda kimia secara terus menerus. Selain itu, dilakukan juga pelatihan pengembangan jamur Trichoderma sp sebagai inovasi usaha sampingan dan pemberdayaan pertanian di rumah Slamet Nugroho, Kepala Dusun Ngepoh Lor.
Bersama dengan warga yang sebagian besar bekerja sebagai petani dan didampingi Kepala Desa Banyusidi, mahasiswa Untidar melakukan praktek langsung di ladang salah satu warga dengan menyebarkan benih jamur tersebut. Satu bungkus jamur hasil pengembangan digunakan untuk 1-3 tanki sprayer (semprotan). Jamur tersebut dilarutkan dalam air dan digunakan sebagai semprotan pengganti pestisida kimia.
Jamur ini dapat mengurangi intensitas serangan penyakit tanaman. Yaitu, fusarium dan antraknosa yang banyak dijumpai pada penanaman petani, salah satunya tanaman cabai.
Prinsip kerja dari jamur Trichoderma sp ini yaitu melalui kompetisi atau mikroparasitis terhadap jamur lain. Pada kasus ini, jamur yang menyebabkan penyakit layu fusarium dan antraknosa juga jamur lain, yang menyebabkan penyakit pada tanaman.
Kompetisi itu seperti perebuatan makanan dan tempat hidup antar jamur. Jamur Trichoderma sp merupakan jamur yang ganas dan selalu unggul terhadap jamur lain.
“Sedangkan mikroparatis dengan cara hifa, yaitu seperti akar pada tanaman dari jamur trichoderma yang melilit jamur lain. Sehingga, jamur yang dililit akan mati,” jelasnya.
Program dari mahasiswa ini pun mendapat tanggapan positif dari kalangan masyarakat. “Saya sangat setuju diadakannya kegiatan program pelatihan ini. Dengan pelatihan, setidaknya kita bisa selangkah lebih maju untuk kembali ke pertanian organik,” jelas Kepala Desa Banyusidi Yuwono.