JAKARTA – Masalah sumber daya manusia, menjadi hal yang harus diperhatikan dalam pendidikan tinggi. Jangan sampai perguruan tinggi memasok lulusan yang keahliannya tidak dibutuhkan oleh industri.
Hal tersebut ditandaskan Menteri Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir dalam siaran persnya sebagaimana di laman ristekdikti.go.id.
Dikatakan, pendidikan tinggi Indonesia sendiri masih mengalami sejumlah tantangan. Diantaranya terkait daya saing, kualifikasi dan kompetensi dosen, peningkatan infrastruktur pendidikan hingga technology readiness.
“Kemenristekdikti menugaskan kepada Direktorat Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti untuk konsentrasi pada peningkatan mutu dosen, melalui berbagai skema seperti beasiswa juga mendorong riset dengan kolaborasi bersama profesor berkelas dunia. Hal ini sangat penting karena mutu dosen akan menentukan reputasi pendidikan tinggi kita di kancah dunia,” ujar Menteri Nasir.
Nasir mengamanahkan kepada para rektor serta koordinator kopertis untuk memperhatikan para profesor agar terus melakukan riset dan publikasi. Selain itu, bagi dosen yang belum profesor, harus terus didorong untuk menjadi profesor karena saat ini proporsi dosen Indonesia masih didominasi lulusan S-2, yakni sebanyak 189.627 orang. Padahal, profesor memiliki kontribusi besar dalam meningkatkan daya saing bangsa.
Menurut dia, Kemenristekdikti sudah melakukan berbagai terobosan. Seperti beasiswa S-2 ke S-3 atau Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul yang diperuntukkan bagi calon dosen. Kualitas lulusan program ini nyatanya tidak kalah baik dari mahasiswa lulusan kampus luar negeri.
“Di sisi lain kita masih memiliki sekira 30 ribu lebih dosen yang masih lulusan S-1. Ini tantangan kita bersama, termasuk memetakan SDM, meningkatkan integritas, dan menyelesaikan masalah infrastruktur seperti gedung-gedung kampus yang mangkrak yang nilainya mencapai Rp9 triliun,” ucapnya.
Postur anggaran Kemenristekdikti untuk tahun 2018 sendiri adalah Rp 41,28 Triliun. Khusus Rp 40,39 triliun diantaranya untuk sektor pendidikan dan sisanya digunakan untuk riset teknologi.
Dipaparkan, anggaran tersebut akan digunakan secara efektif, terutama dalam alokasi beasiswa bidikmisi dan afirmasi untuk pelajar Papua. Sementara di sektor riset, ia mengakui masih perlu ditingkatkan jika ingin unggul dalam daya saing bangsa.
Uang Bukan Satu-satunya Penentu
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani secara khusus memberikan arahannya terkait Investasi Pemerintah dalam Pembangunan Sumber Daya Manusia Indonesia. Menkeu menjelaskan anggaran bukan satu-satunya penentu untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Lebih lanjut, seluruh komunitas pendidikan tinggi harus bekerja sama untuk membangun strategi serta tata kelola yang baik.
“Saya ingin agar komunitas pendidikan tinggi memiliki strategi sehingga dalam investasi melalui pendidikan ini berhasil. Kita semua tentu tidak ingin hanya membelanjakan uang yang kita punya, tetapi pada akhirnya tidak menghasilkan sumber daya manusia yang mumpuni,” tutur Menkeu.
Menkeu menambahkan, anggaran pemerintah untuk pendidikan mencapai Rp 444 Triliun, dan dari waktu ke waktu mengalami peningkatan. Dengan jumlah tersebut, Sri Mulyani berharap komunitas pendidikan, terutama pendidikan tinggi dapat dikelola dan diinvestasikan dengan baik. Terlebih, Indonesia akan memiliki bonus demografi yang ditandai dengan pertumbuhan populasi usia produktif yang tinggi.
“Indonesia saat ini memiliki 257 juta penduduk, yang akan terus bertambah populasinya. Tentu menghadapi kondisi ini, kualitas SDM perlu diidentifikasi. Alokasi anggaran 20 persen dari APBN untuk pendidikan akan selalu kami penuhi. Untuk itu, mari kita pikirkan bersama untuk strategi mengatur uang,” imbuhnya.
Terkait permasalahan bangunan kampus mangkrak dan penguatan inovasi, Sri Mulyani menegaskan pihaknya akan membantu menyelesaikan secara perlahan. Kendati demikian, seharusnya dengan perencanaan yang baik, tidak akan ada lagi kasus-kasus serupa. Ia mengungkapkan, konsistensi dan integritas memiliki andil besar untuk mencegah hal tersebut.
Bagaimana pun pendidikan tinggi adalah pabrik untuk menghasilkan SDM yang memiliki karakter, budi pekerti, dan intelektual. Ia berharap komunitas pendidikan ini fokus untuk menjalankan tugasnya.
“Kementerian Keuangan sendiri memiliki komitmen untuk membangun sarana dalam mencerdaskan bangsa, menggunakan instrumen fiskal untuk meningkatkan inovasi. Serta, yang terakhir adalah kita semua harus terbuka jika ingin Indonesia maju,” tandas Sri Mulyani.