Siedoo.com -
Opini

Kegalauan Kartini tentang Pendidikan Perempuan

Siedoo, MESKI tanggal 21 April telah lewat, tetapi nuansa Hari Kartini masih terasa hingga saat ini. Tahukah Anda, bahwa Kartini pernah gundah gulana. Istilah zaman now itu “galau”.

Yang paling terdengar, kegalauan Kartini muda yaitu soal pendidikan. Baik formal maupun pendidikan agama. Dalam pendidikan formal, perempuan kelahiran Rembang itu prihatin, karena anak perempuan tidak mendapatkan pendidikan.

Di bidang agama, Kartini juga galau, bahwa kitab suci Alquran belum ada terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Sehingga, sangat sulit dipahami orang awam.

“Kartini tidak hanya haus belajar. Tetapi bercita-cita agar kaumnya pun memiliki rasa dan kesempatan yang sama,” kata Pengasuh Ponpes Muqimus Sunnah dan Pengajar FKIP Unsri, Izzah Zen Syukri, sebagaimana ditulis Sumeks.

Ke-galau-annya itu, diungkapkannya di dalam surat-suratnya kepada Nyonya Rosa Abendanon, istri Direktur Pendidikan, Agama, dan Industri Hindia Belanda. Surat-surat itu ditulis saat usianya 23 tahun.

Kartini hanyalah lulusan sekolah rendah Eropa. Akan tetapi, ide-idenya untuk bangsa Indonesia jauh lebih matang dari usia dan pendidikannya.

“Tidak kurang dari 115 pucuk surat Kartini dikumpulkan Abendanon,” tulisnya lebih lanjut.

Setelah tujuh tahun berpulangnya Kartini, surat-surat yang inspiratif ini pun diterbitkan dengan judul Door Duisternis Tot Licht ‘Dari Kegelapan Menuju Cahaya’ yang oleh Armijn Pane diterjemahkan menjadi ‘Habis Gelap Teritlah Terang’.

Di zaman itu, perempuan-perempuan umumnya hanya bicara keperempuanan. Tetapi tidak dengan Kartini.

“Ia bicara Quran, ia bicara pendidikan, ia bicara sekolah, ia bicara literasi, ia bicara nasib bangsa Indonesia. Ia tidak bicara tentang dirinya atau nasibnya karena orang yang senantiasa sibuk mengurus dirinya saja. Tentu tak sempat mengurus amanah yang lebih besar,” tandasnya.

Dibeberkan, tatkala seorang perempuan yang sehari-harinya disibukkkan dengan topik berat badan, gagal diet, belanja, asesoris, model baju, rias wajah, dan segala tetek bengek pribadinya melulu, kapan akan memikirkan nasib bangsanya. Kapan ia punya ide memajukan bangsanya.

Baca Juga :  Upaya Mencetak Generasi Muda Berkualitas dan Ber-Pancasila

“Surat-surat Kartini mengindikasikan bahwa, beliau telah memiliki jiwa literasi. Beliau telah menjalankan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi sebagaimana yang disampaikan Allah kepada Rasulullah SAW pada wahyu pertama Iqro’,” tulis Izzah.

Dijelaskan, seorang khalifah harus banyak membaca, banyak belajar, banyak menimba ilmu. Melalui ilmu ia dapat mencerdaskan bangsa. Melalui ilmu ia dapat memberikan pencerahan.

Melalui ilmu, bangsa yang besar ini tidak hanya menang jumlahnya. Tetapi tinggi derajatnya, sesuai dengan janji Allah di dalam Alquran surat Almujadalah, ayat 11, yang artinya

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, ‘berlapang-lapanglah di dalam majelis’, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, ‘berdirilah kamu’, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan yang berilmu pengetahuan beberapa derajat. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu lakukan”.

Di zaman kini, tentu harapan Ibunda Kartini sebagian besar sudah terlaksana. Begitu banyak perempuan yang tidak hanya menjadi istri, tidak hanya berpredikat sebagai ibu, tetapi juga menjadi perempuan-perempuan yang memiliki panggung di tengah masyarakat.

“Tidak diragukan lagi kiprah perempuan (Indonesia) saat ini. Sangat banyak perempuan yang berprofesi sebagai guru, tenaga kesehatan, pengusaha, birokrat, menteri, bahkan ada yang menjadi presiden,” ujarnya.

Namun, Kartini-Kartini masa kini sungguh memiliki tugas yang tidak ringan. Di sana sini alarm berdengung kencang dengan berbagai pemberitahuan: Indonesia darurat miras, darurat narkoba, darurat ghibah, dan darurat kekerasan. Dan peran Kartini sangat besar dalam berperang melawan musuh-musuh bangsa tersebut.

Melalui dongeng-dongeng yang mengedukasi, Kartini-Kartini mestinya tetap berkesempatan membelai putra-putri mereka sambil bercerita hingga bermuara pada munculnya putra-putri yang berkepribadian santun dan penuh kasih sayang. Melalui lantunan ayat-ayat Alquran yang diperdengarkan kepada zuriyatnya secara berkesinambungan akan lahir generasi yang cinta Allah dan Rasul-Nya, generasi rabbani, yang cerdas akal dan cerdas hati.

Baca Juga :  Buddha Moyangku, Islam Agamaku

Melalui komunikasi dengan managemen waktu yang berkualitas akan hadir generasi-generasi yang lembut hati. Tetapi tegas dalam pendirian.

“Mari lanjutkan perjuangan Kartini di rumah-rumah masing-masing, sehingga akan menghasilkan komunitas bangsa yang kuat dan berkualitas yang lahir dari rahim-rahim ibu-ibu yang cerdas. Selamat hari Kartini. Selamat membangun generasi literasi,” tandasnya.

Apa Tanggapan Anda ?