Siedoo, ILMU manusia itu berbeda-beda. Ada tingkat-tingkatannya. Kapasitas keilmuannya tergantung bagaimana ia mencari dan menghayatinya, tergantung bagaimana ia mengaplikasikan dalam kehidupan nyata.
Di dalam kitab Ihya’ ‘Ulumuddin, Imam al Ghazali membagi manusia menjadi 4 tingkatan berdasarkan ilmunya:
1. Orang yang mengerti, tapi tidak mengerti bahwa ia mengerti, itulah orang yang lalai, maka peringatkanlah ia.
2. Orang yang tidak mengerti dan ia mengerti, bahwa ia tidak mengerti, itulah orang yang sadar diri, maka ajarkanlah ia.
3. Orang yang mengerti dan mengerti bahwa ia mengerti; itulah orang pandai, maka ikutilah ia.
4. Orang yang tidak mengerti dan tidak mengerti bahwa ia tidak mengerti, itulah orang yang mati/dungu, maka tinggalkanlah ia.
Dosen UIN Raden Fatah Palembang, Dr Baldi Anggara, MPd.I menyatakan orang yang tahu dan mengetahui bahwa dirinya tahu, orang ini bisa disebut ‘alim = mengetahui.
Ia mengajak, agar mengikutinya. Apalagi kalau kondisi manusia masih termasuk dalam golongan orang yang awam, yang masih butuh banyak diajari, maka sudah seharusnya mencari orang yang seperti itu, duduk bersama dengannya akan menjadi pengobat hati.
“Ini adalah jenis manusia yang paling baik. Jenis manusia yang memiliki kemapanan ilmu, dan dia tahu kalau dirinya itu berilmu, maka ia menggunakan ilmunya. Ia berusaha semaksimal mungkin agar ilmunya benar-benar bermanfaat bagi dirinya, orang sekitarnya, dan bahkan bagi seluruh umat manusia. Manusia jenis ini adalah manusia unggul. Manusia yang sukses dunia dan akhirat,” ujarnya sebagaimana ditulis Sumeks.
Dikatakan, orang yang tahu, tetapi ia tidak tahu bahwa dirinya tahu, untuk model ini, bisa digambarkan seperti orang yang tengah tertidur. Sikap kepadanya membangunkan dia.
Ditandaskan, manusia yang memiliki ilmu dan kecakapan, tapi dia tidak pernah menyadari kalau dirinya memiliki ilmu dan kecakapan. Manusia jenis ini sering dijumpai di sekeliling kita.
“Terkadang kita menemukan orang yang sebenarnya memiliki potensi yang luar biasa, tapi ia tidak tahu kalau memiliki potensi. Karena keberadaan dia seakan gak berguna, selama dia belum bangun manusia ini sukses di dunia tapi rugi di akhirat,” ujarnya.
Lalu orang yang tidak tahu, tetapi ia tahu bahwa dirinya tidak tahu, Menurut Imam Ghazali, jenis manusia ini masih tergolong baik. Sebab, ini jenis manusia yang bisa menyadari kekurangannnya. Ia bisa mengintropeksi dirinya dan bisa menempatkan dirinya di tempat yang sepantasnya.
“Karena dia tahu dirinya tidak berilmu, maka dia belajar. Dengan belajar itu, sangat diharapkan suatu saat dia bisa berilmu dan tahu kalau dirinya berilmu. Manusia seperti ini sengsara di dunia tapi bahagia di akhirat,” paparnya lebih lanjut.
Kemudian, orang yang tidak tahu, dan tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu, Menurut Imam Ghazali, inilah adalah jenis manusia yang paling buruk. Ini jenis manusia yang selalu merasa mengerti, selalu merasa tahu, selalu merasa memiliki ilmu. Padahal ia tidak tahu apa-apa.
Repotnya manusia jenis seperti ini susah disadarkan. Kalau diingatkan akan membantah, sebab ia merasa tahu atau merasa lebih tahu.
“Jenis manusia seperti ini, paling susah dicari kebaikannya. Manusia seperti ini dinilai tidak sukses di dunia, juga merugi di akhirat. Karena itu marilah sama-sama kita introspeksi diri dan hati kita masing-masing, pada tingkatan manakah kita. Dan semoga kita selalu dalam lindungan Allah, dan dijauhkan dari sifat-sifat yang dibenci oleh Allah SWT,” katanya.