Siedoo, KEWAJIBAN utama siswa di sekolah adalah belajar. Mereka juga harus mematuhi aturan di sekolah. Yang tidak kalah penting menghormati gurunya, termasuk patuh pada nasihat-nasihatnya.
Tetapi, rupanya tidak semua siswa patuh terhadap aturan sekolah atau nasihat guru. Diantara bentuknya adalah merokok.
Kini, bagi sebagian siswa, merokok bukanlah hal tabu lagi. Ada yang tetap enjoy meski merokok masih memakai atribut sekolah. Merokok sambil menunggu angkot ataupun saat jalan pulang. Seolah mereka tidak peduli lagi dengan institusi sekolahnya.
Menurut, Kepala SMPN 4 Ambarawa Kabupaten Semarang Heri Kristantoro SPd MPd, sekolah sebagai institusi pendidikan perlu mengambil peranan agar mampu memutus mata rantai kebiasaan merokok siswa.
Pertama, melalui sosialisasi Permendikbud No 64/2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah. Sekolah wajib menciptakan kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah.
Kedua, sosialisasi tanpa henti tentang kandungan dan bahaya merokok. Menurut Terry dan Horn, di dalam sebatang rokok terdapat 4.000 zat dan 200 diantaranya sangat berbahaya.
“Dapat disampaikan juga tentang penyakit-penyakit akibat merokok. Bau mulut yang tidak sedap, bibir kering, gigi hitam, tubuh kurus, radang paru-paru, kanker paru-paru sampai kematian,” tulisnya di Tribun Jateng.
Sekolah, dapat bekerjasama dengan dinas kesehatan setempat untuk mengampanyekan gerakan hidup sehat tanpa rokok. Kegiatan dapat dikemas dalam bentuk sarasehan maupun disampaikan oleh pembina upacara pada hari Senin.
“Internalisasi bahaya rokok dapat dimasukkan ke dalam mata pelajaran apapun di sekolah,” tegasnya.
Ketiga, penegakan tata tertib sekolah. Harus ada peraturan tertulis tentang larangan membawa dan merokok di lingkungan sekolah serta pemberian sanksi yang tegas.
Operasi rutin tas siswa perlu dilakukan untuk mengetahui yang membawa rokok. Pada jam istirahat sekolah, guru piket keliling untuk mengamati ada tidaknya siswa yang merokok.
“Bila ada yang membawa rokok atau merokok, perlu dipanggil oleh guru Bimbingan dan Konsultasi (BK). Orangtua yang bersangkutan juga dipanggil. Kerjasama antara sekolah dan orangtua amat efektif dalam menangani masalah kebiasaan merokok siswa,” bebernya.
Keempat, menyusun program sekolah sehat. Aktivitas Palang Merah Remaja (PMR) perlu digalakkan dan dibina berkelanjutan sebagai wahana siswa mencintai kesehatan. Sekolah wajib tegas menolak penawaran iklan, promosi rokok.
Dikatakan, kantin sekolah dilarang menjual rokok dan wajib memasang tanda kawasan tanpa rokok. Di tempat-tempat siswa sering berkumpul saat jam istirahat, ditempelkan pamflet yang bertuliskan antara lain “Raih Prestasi Tanpa Rokok, Aku Pasti Bisa”.
Dapat juga menempelkan gambar rokok dan kandungan zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan. Slogan-slogan tersebut bukan sekadar menakut-nakuti. Melainkan juga menyadarkan pentingnya menjauhi kebiasaan merokok.
Majalah dinding (mading) sekolah dapat juga ditempeli artikel-artikel terkait dampak merokok bagi kesehatan.
Kelima, melalui keteladanan. Dalam mewujudkan sekolah sebagai kawasan tanpa rokok, perlu keteladanan warga sekolah.
Bagaimana mungkin guru melarang siswa tidak merokok kalau dia sendiri merokok? Setiap warga sekolah tak boleh merokok di lingkungan sekolah.
Aturan larangan merokok bagi seluruh warga sekolah dituangkan dalam tata tertib sekolah.
Guru yang merokok di lingkungan sekolah harus menghentikan kebiasaan itu jika menginginkan siswa-siswinya tak merokok.
Guru, tenaga kependidikan dan atau peserta didik dapat memberi teguran atau melapor kepada kepala sekolah apabila terbukti ada yang merokok di lingkungan sekolah.
Dinas pendidikan sesuai kewenangannya memberi teguran atau sanksi kepada kepala sekolah yang terbukti melanggar ketentuan kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah.
“Satu yang perlu disadari, mengatasi masalah kebiasaan merokok siswa bukan melulu tanggung jawab sekolah. Pemerintah, masyarakat, dan keluarga perlu bersinergi,” ujarnya.