Siedoo, Indonesia dinilai berhasil dalam menghadapi dan mengendalikan pandemi Covid-19. Bahkan dalam kondisi ekonomi dunia yang bergejolak, fundamental ekonomi Indonesia tetap sangat baik.
Hal tersebut dapat dilihat dari inflasi Indonesia yang berada pada kisaran 4,9 persen atau sekitar 7 persen di bawah rata-rata inflasi negara-negara ASEAN dan 9 persen di bawah inflasi negara-negara maju.
APBN surplus sehingga dapat memberikan subsidi BBM, LPG, dan listrik, ekonomi tumbuh positif di 5,44 persen pada kuartal II tahun 2022, neraca perdagangan juga surplus selama 27 bulan berturut- turut di semester I tahun 2022.
Pertanyaanya, bagaimana strategi pemerintah dalam menghadapi pandemi dan recovery ekonomi?
Dampak Pandemi Covid-19 menyasar pada hampir seluruh sektor kehidupan, termasuk sektor ekonomi. Kebijakan pemerintah bagi warga masyarakat untuk mengurangi aktivitas di luar rumah dalam upaya mencegah penyebaran Covid-19, telah menimbulkan dampak besar terhadap keberlangsungan penghidupan pekerja di Indonesia.
Kebijakan tersebut telah menyebabkan meningkatnya penurunan perekomian pada perusahaan formal maupun non formal. Penurunan perekonomian menyebabkan munculnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) disebabkan oleh perusahaan tidak dapat membayarkan upah yang seharusnya.
Bahkan, penurunan ini banyak yang menyebabkan perusahaan memutuskan untuk gulung tikar atau bangkrut.
Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan RI, per 1 Mei, jumlah pekerja sektor formal yang terpaksa dirumahkan akibat pandemi Covid-19 sebanyak 1.032.960 orang dan pekerja sektor formal yang di-PHK sebanyak 375.165 orang.
Untuk pekerja sektor informal yang terdampak Covid-19 sebanyak 314.833 orang. Total pekerja sektor formal dan informal yang terdampak Covid-19 sebanyak 1.722.958 orang.
Lembaga Ilmu dan Pendidikan Indonesia (LIPI) bersama Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), melakukan survei mengenai dampak pandemi bagi pekerja.
Dari survei dihasilkan bahwa berdasarkan jenis pekerjaannya, sebanyak 32 % korban PHK berasal dari tenaga usaha jasa; 22% tenaga profesional/teknisi; 15% tenaga tata usaha; 13% tenaga produksi operator alat angkutan dan pekerja kasar; 9% tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan; dan 9% tenaga usaha penjualan.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2020 Indonesia mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi sebesar -2,07 persen sehingga mengalami devlasi karena pergerakan perkembangan ekonomi yang kurang setabil dampak pandemi Covid-19.
Pemerintah Indonesia mengeluarkan berbagai kebijakan guna mengurangi rantai penyebaran pandemi Covid-19, namun kebijakan ini menyebabkan berkurangnya jumlah konsumsi Rumah Tangga (RT) dan konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) padahal kedua konsumsi ini sangat memberi pengaruh atas kontraksi pada Produk Domestik Bruto (PDB).
Pada saat itu, konsumsi di Indonesia tidak terkendali sehingga konsumsi Rumah Tangga (RT) mengalami penurunan dari 5,04 persen menjadi -2,63 persen dan konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) mengalami penurunan dari 10,62 persen menjadi -4,29 persen.
Konsumsi Pemerintah juga mengalami penurunan dari 3,25 persen menjadi 1,94 persen. Hal ini karena Pemerintah mengurangi alokasi di bidang infrastruktur pada tahun 2020. Sedangkan anggaran untuk kesehatan lebih ditingkatkan pemerintah sesuai dengan fokus Pemerintah untuk penanggulangan pandemi di Indonesia (Direktorat Sistem Perbendaharaan & Keuangan, 2021)
Tidak hanya konsumsi, investasi juga mengalami penurunan dari 3,25 persen menjadi 1,94 persen. Penurunan ini mempengaruhi perekonomian di Indonesia.
Penurunan investasi lebih besar atas pengaruh berkurangnya lapangan kerja. Aktivitas perdagangan yaitu ekspor dan impor dengan pihak luar negeri juga mengalami penurunan dari -0,87 persen menjadi -7,70 persen pada ekspor dan -7,69 persen menjadi -17,71 persen pada impor.
Meskipun ekspor dan impor terjadi penurunan yang drastis mempengaruhi nilai dari ekspor neto pada saat kontraksi perekonomian.
Melihat kontraksi pada tahun 2020 Pemerintah mengeluarkan strategi kebijakan guna memulihkan perekonomian Indonesia. Pemerintah optimis melaksanakan kebijakan dengan konsisten dan membangun kerja sama dengan seluruh komponen bangsa.
Hal ini tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah Pusat namun juga didukung penuh oleh Pemerintah Daerah sebagai peran utama pada pergerakan pemulihan ekonomi. Pemerintah Daerah berperan strategis dalam mendorong percepatan dan efektivitas pemulihan ekonomi serta memahami struktur ekonomi daerah, demografi, dan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya.
Pemerintah Daerah mempunyai tolak ukur utama guna mendorong pemulihan perekonomian yaitu kebijakan yang telah dirancang dalam APBD.
Disamping itu, masyarakat dan pelaku usaha juga memiliki peran penting dan strategis dalam pergerakan pemulihan ekonomi Indonesia. Pemerintah memberikan kemudahan dalam kebijakan fiskal maupun kebijakan moneter, masyarakat dan pelaku usaha bergerak maju sesuai rancangan Pemerintah guna memulihkan ekonomi yang telah mengalami kontraksi.
Kebijakan dari Pemerintah adalah mengalokasikan dana APBN untuk pemulihan ekonomi Indonesia bertujuan perekonomian dapat pulih dan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan ini dilakukan dengan meningkatkan konsumsi dalam negeri, peningkatan aktivitas dunia usaha serta menjaga stabilitasi ekonomi dan ekspansi moneter.
Tiga kebijakan dilaksanakan secara bersamaan dan bersinergi antara pemegang kebijakan fiskal, pemegang kebijakan moneter dan institusi terkait.
Dalam menghadapi pandemik Covid-19, pemerintah Indonesia di bidang ketenagakerjaan telah mengambil sejumlah tindakan. Yakni, mengoptimalkan pelaksanaan Program Kartu Pra-Kerja (Pre-Employment Card).
Khususnya bagi pekerja yang terkena PHK melalui pemberian pelatihan dan dukungan finansial; memberikan insentif pelatihan berbasis kompetensi dan produktivitas bagi masyarakat terdampak; mengoptimalkan peran Balai Latihan Kerja (BLK) melalui Program BLK Tanggap Covid-19 dalam rangka memitigasi dampak pandemi.
Selain itu, pemerintah juga melakukan masifikasi program pengembangan dan perluasan kesempatan kerja melalui padat karya dan kewirausahaan bagi pekerja terdampak, calon pekerja migran, pekerja migran Indonesia yang dipulangkan, dan pekerja UMKM; serta pendekatan-pendekatan penting lainnya (Permata, 2021).
Di tingkat nasional, pemerintah Indonesia memberikan stimulus finansial bagi sektor kesehatan, jaring pengaman sosial, insentif pajak, termasuk restrukturisasi kredit serta pembiayaan bagi usaha mikro, kecil dan menengah. Dengan begitu, diharapkan para pekerja terdampak mendapatkan keringanan dari beban penghidupannya dalam menghadapi pandemi.
Kontraksi terjadi karena penurunan konsumsi. Selain konsumsi untuk kebutuhan sehari-hari. Pendapatan konsumsi dari sektor transportasi udara sangat berpengaruh dengan kontraksi yang dialami pada saat pandemi.
Adanya peraturan PSBB menyebabkan masyarakat terbatas dapat berpergian melalui transportasi udara. Dapat dilihat pendapatan pada sektor pelayanan udara berkurang sekitar lebih dari Rp 200 Miliar.
Terbatasnya penggunaan transportasi udara mengakibatkan wisatawan asing maupun lokal tidak dapat menjalankan kunjungan wisata di Indonesia. Hal ini sangat berdampak kepada kota Bali dimana pendapatan mereka cukup banyak dari wisatawan yang sedang berkunjung dilihat dari pendapatan hotel dan restoran yang menurun sekitar 50 persen dari biasanya.
Para ekonom menilai, kondisi deflasi pada tahun 2020 sangat wajar karena adanya pandemi Covid-19. Deflasi tidak hanya disebabkan oleh Indeks Harga Konsumen (IHK) yang menurun tapi disebabkan oleh meningkatnya pengangguran.
Faktanya Indonesia mengalami deflasi dengan tingkat inflasi berada pada 1,68 persen dimana angka ini menjadi angka terendah dan jauh dari target Pemerintah yang tercantum pada PMK No.124/PMK.010/2017. Pandemi menyebabkan Indonesia mengalami supply shock dan demand shock pada waktu yang bersamaan.
Supply shock disebabkan adanya pemberlakuan kebijakan PSBB yang berdampak pada meningkatkan pengangguran. Kondisi demand stock disebabkan akibat tidak ada kejelasan akan tindakan Pemerintah dalam memberikan kebijakan ekonomi yang dapat meringankan masyarakat, sehingga masyarakat yang terdampak mengalami penurunan pendapatan.
Penurunan pendapatan pada masyarakat mengakibatkan kemampuan daya beli mereka berkurang. Pada kondisi seperti ini, para investor pastinya sangat ragu untuk melakukan investasi sampai keadaan kembali normal.
Kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat adalah kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan ini direalisasikan bersama Pemerintah Daerah dan masyarakat karena keduanya berperan strategis menjalankan kebijakan dengan lancar, dalam rangka memulihkan perekonomian Indonesia.
Pemerintah melakukan kebijakan fiskal dengan harapan dapat mengurangi dampak negatif pada perekonomian Indonesia yang disebabkan oleh pandemi Covid-19. Selain itu, kebijakan ini bertujuan agar menggerakkan kembali usaha para pelaku usaha termasuk UMKM. Kebijakan fiskal mempunyai 3 (tiga) stimulus sebagai pergerakan perubahan, yaitu:
1. Percepatan Belanja Pemerintah
Pemerintah melakukan percepatan pencairan belanja modal, mempercepat penunjukan pejabat perbendaharaan negara, melaksanakan tender, mempercepat pencairan belanja bantuan sosial dan tranfer ke dana daerah dan desa.
Tujuan percepatan ini mengarahkan agar dapat adaptasi dengan kebiasaan yang baru secara bertahap, menyelesaikan permasalahan yang terjadi pasca pandemi, dan penguatan reformasi untuk keluar dari middle income trap.
2. Relaksasi Pajak Penghasilan
Pemerintah meringankan besaran pajak dengan menanggung pajak penghasilan Pasal 21, pembebasan impor pajak penghasilan yang terdapat pada Pasal 22, pengurangan pajak penghasilan Pasal 25, dan pengembalian PPN dipercepat. Selain relaksasi pajak penghasilan, pemerintah melakukan simplifikasi dan percepatan proses ekspor impor.
Percepatan ekspor impor diutamakan untuk pedagang terkemuka, penyederhanaan dana pengurangan pembatasan ekspor dan impor (manufaktur, makanan dan dukungan medis), dan layanan ekspor-impor melalui ekosistem logistik nasional.
3. Relaksasi APBN.
Relaksasi APBN mempersiapkan defisit yang dapat melampaui 3 persen dengan tujuan tahun 2023 akan kembali seperti semua ke level maksimal 3 persen. Relaksasi akan berkaitan dengan alokasi belanja antar organisasi, antar fungsi, dan antar program serta mandatory spending.
Relaksasi alokasi atau realokasi Belanja Pemerintah Daerah, Pemberian Pinjaman kepada LPS, Penerbitan SUN dan SBSN untuk dapat dibeli oleh Bank Indonesia , BUMN, investor korporasi dan/atau investor ritel. Penggunaan sumber anggaran alternatif antara lain SAL, dana abadi pendidikan, dan dana yang dikelola oleh Badan Layanan Umum.
Kebijakan moneter yang dilakukan Pemerintah yaitu bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI) agar ikut serta mengoptimalkan berbagai kebijakan moneter dan makroprudensial akodomatif bertujuan mempercepat digitalisasi sistem pembayaran Indonesia untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi.
Pemerintah melaksanakaan kebijakan moneter sebagai berikut: melanjutkan kebijakan nilai tukar Rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar, melanjutkan penguatan strategi operasi moneter untuk memperkuat efektivitas stance kebijakan moneter akodomatif.
Lalu memperkuat kebijakan tranparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan penekanan pada kenaikan suku bunga kredit baru, memperpanjang kebijakan penurunan nilai denda keterlambatan pembayaran kartu kredit 1 persen dari outstanding.
Termasuk, mempercepat program pendalaman pasar uang melalui penguatan kerangka peraturan pasar uang dan implementasi Electronic Trading Platfom (ETP) Mulitimatching khususnya pasar uang Rupiah dan valas, serta memfasilitasi penyelenggaraan promosi perdagangan dan investasi dan melanjutkan sosialisasi pengginaan Local Currency Settlement (LCS) bekerja sama dengan instansi terkait.
Kebijakan moneter bertujuan agar kinerja perekonomian dunia terus membaik sesuai prakiraan, ditengah ketidakpastian pasar keuangan global yang menurun. Hal ini diakibatkan adanya pandemi sehingga nilai tukar Indonesia mengalami penurunan yang drastis pada tahun 2020.
Akan tetapi, kebijakan moneter yang diberikan pemerintah akan menguatkan nilai tukar Rupiah sejalan dengan kembalinya masuk aliran modal asing. Terlihat pada awal kuartal III tahun 2021 nilai tukar Rupiah mengalami penguatan sebesar 0,49 persen secara rerata dan 0,30 persen secara point to point dibandingkan level Mei 2021.
Oleh karena itu, Pemerintah melakukan kebijakan fiskal berupa intensif pajak dan belanja membuat konsumsi belanja Rumah Tangga pada masyarakat meningkat. Selain itu, Pemerintah terus memantau kebijakan moneter dengan tujuan jumlah uang beredar akan meningkat dan menurunkan tingkat bunga.
Manfaat dari penurunan tingkat bunga adalah meningkatnya daya tarik para investor untuk melakukan investasi sehingga membantu Produk
Domestik Bruto (PDB) meningkat dan memulihkan ekonomi Indonesia. Pemerintah melaksanakan kebijakan moneter agar mempertahankan jumlah uang yang beredar di masyarakat dan suku bunga yang mempengaruhi investasi.
Kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka pemulihan perekonomian nasional , yaitu dengan cara melaksanakan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. pemberian insentif pajak dimaksudkan untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan adanya kenaikan income pada perekonomian Indonesia.
Kebijakan ini pun sangat berpengaruh pada kenaikan harga, sehingga ekonomi Indonesia menjadi kembali seperti awal bahkan lebih baik.
Pandemi Covid -19 sangat berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia pada tahun 2020. Pandemi ini mengakibatkan adanya penurunan kepada semua komponen produk domestik bruto (PDB) kecuali pengeluaran konsumsi pemerintah.
Komponen produk domestik bruto (PDB) yang mengalami penurunan bahkan kontraksi disebabkan oleh adanya pandemi Covid-19 yang masuk ke Indonesia sehingga pertumbuhan perekonomian Indonesia termasuk dalam kategori krisis. Perekonomian krisis terlihat dari kontraksinya pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sebesar 2,19 persen (y-on-y).
Komponen yang sangat berpengaruh adalah pengeluaran konsumsi rumahtangga dan pengeluaran konsumsi lembaga non profit yang melayani rumahtangga yang mana kedua pengeluaran ini menurun karena adanya kebijakan dari pemerintah akan upaya pemulihan perekonomian.
Oleh karena itu, Pemerintah mengadakan kebijakan dalam berbagai aspek guna memajukan perekonomian Indonesia. Pemerintah lebih fokus kepada kebijakan fiskal dan moneter. Kebijakan fiskal yang diambil mempunyai banyak ragamnya salah satunya insentif pajak yang sangat berpengaruh.
Insentif pajak membuat para masyarakat merasa keringanan akan kewajiban mereka dan tidak mempengaruhi perekonomian mereka sehingga masyarakat tetap bisa memenuhi kebutuhan hidupnya seperti sebelumnya.
Tidak hanya itu, Pemerintah melakukan kerja sama dengan Bank Indonesia untuk memajukan kebijakan moneter. Kebijakan ini bertujuan menurunkan jumlah uang yang beredar dan suku bunga pada bank.
Ketika suku bunga mengalami penurunan pada saat itu juga para investor menginvestasikan kepemilikan mereka kembali.
Semua kebijakan yang telah dirancang oleh Pemerintah memiliki tujuan agar output pendapatan pada PDB dapat kembali seperti awal bahkan mengalami peningkatan, tidak hanya itu tujuan lain adalah agar Indonesia mengalami inflasi kembali dan tingkat pengangguran di Indonesia berkurang.
Dapat disimpulkan ekonomi di Indonesia berdasarkan fakta saat ini semakin membaik karena adanya rancangan kebijakan dari Pemerintah.
Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi (PDB) sebesar 3,69 persen sepanjang tahun 2021, lebih tinggi dibandingkan tahun 2020 yang sempat mengalami kontraksi. Struktur ekonomi Indonesia secara spasial didominasi oleh beberapa provinsi di Pulau Jawa sebagai kontribusi terbesar dan pesatnya peningkatan pada kinerja ekonomi. (*)
Penulis
Agus Syafei, NIM 12030210015
Mahasiswa Ekonomi Syariah Pascasarjana IAIN Salatiga