Siedoo, Sejak abad ke-16 Kotagede, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dikenal sebagai sentra kerajinan perak, tembaga dan kuningan terbaik di Indonesia. Kawasan Kotagede dulunya pusat peradaban ibu kota Kerajaan Mataram Islam.
Kotagede menyimpan banyak potensi warisan leluhur, mulai dari kuliner, bangunan dan situs bersejarah hingga kerajinan logamnya yang paling terkenal. Satu kesatuan yang masih dalam satu kawan, membuat Kotagede dijuluki sebagai museum hidup di Indonesia. Salah satu potensi yang masih bertahan hingga saat ini adalah soal kerajinan logamnya.
Di Kotagede terdapat berbagai studio seni yang membuat kerajinan logam dengan teknik dan bahan yang berbeda-beda. Mulai dari HS Silver dengan kerajinan peraknya hingga NBAS Kotagede, dengan kerajinan tembaga kuningan buatannya.
Keberadaan studio-studio seni kerajinan logam tersebut berdampak positif bagi masyarakat di Kotagede untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Namun, dampak yang dirasakan oleh masyarakat masih terbilang belum signifikan karena hingga saat ini pasar kerajinan logam di Kotagede semakin lesu.
Apalagi ditambah setahun lebih masa pandemi, dimana turis tidak ada sama sekali. Sepinya pasar kerajinan, berakibat pada minimnya ketertarikan pengrajin muda untuk menjadi pengrajin logam.
Hal tersebut menunjukkan bahwa ada yang belum tuntas di bidang pengelolaan kerajinan logam ini. Padahal, jika pengelolaan dilakukan secara maksimal, akan berdampak besar bagi perekonomian masyarakat. Misalnya saja, pemasaran kerajinan logam dan inovasi terus diperbaiki, tentu akan menciptakan pasar baru, khususnya menyasar generasi muda.
Dari sini Ahmad H. mahasiswa UNINDRA Jakarta tertarik untuk datang langsung ke Kotagede Yogyakarta untuk mencari langsung perkembangan seni kerajinan logam di sana. Walaupun jurusan kuliah Desain Komunikasi Visual, ia tertarik untuk mengangkat seni kriya logam di Kotagede sebagai tema utama tugas akhirnya.
Sebelum pandemi melanda, ia memang sudah merencanakan ingin meliput perkembangan kerajinan logam di Kotagede dan membuatnya sebagai pameran akhir kuliahnya. Namun, akibat pandemi ini, ia hanya mampu membuat dalam bentuk film pendek tentang perkembangan seni kriya logam.
NBAS Kotagede menjadi satu dari tiga referensi utama dalam membedah tentang kerajinan logam di Indonesia. Ia merasa senang karena masih bisa bertemu dengan pengrajin-pengrajin logam senior yang masih semangat bekerja membuat kerajinan logam.
Ahmad memang sengaja datang ke Yogyakarta dan beberapa daerah di Indonesia lainnya untuk mengumpulkan kutipan perkembangan seni kriya logam yang berkembang. Namun, dalam tugas akhirnya ia mantap bahwa Kotagede adalah pusat perkembangan kerajinan logam di Indonesia. Bukan untuk didebatkan, tetapi sejarah yang masih kuat dan bukti sejarah yang ada, Kotagede adalah tempatnya.
Pengelola NBAS Kotagede berpesan kepada mahasiswa, untuk turut mengangkat seni lokal yang jumlahnya sangat banyak. Tidak hanya tentang kerajinan tembaga dan kuningan seperti di NBAS Kotagede.
Mungkin juga tentang seni tari dan pertunjukan lokal lainnya yang sama terancam punah keberadaannya. Diketahui, dengan mendukung para penggiat seni lokal tentunya akan menambah semangat atau dukungan moril bagi mereka yang sedang berupaya melestarikan seni warisan leluhur. (*)
*Luki Antoro
Pemerhati dan pelaku ekonomi kreatif di Yogyakarta
Lulusan Prodi Manajemen, Fakultas Ekonomi Bisnis UPN Veteran Yogyakarta