Siedoo, Nurul Hidayat, Dosen Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Negeri jenderal Soedirman (Unsoed) berhasil raih gelar Doktor setelah berhasil mempertahankan disertasinya dalam Ujian Tertutup secara daring. Ujian dilaksanakan dengan aplikasi Google Meet pada Selasa (5/5/2020) lalu. Cara tersebut ditempuh guna mengantisipasi penyebaran virus Covid-19.
Dilansir dari unsoed.ac.id (7/5/2020) Nurul Hidayat menyandang gelar Doktor dari Universitas Gadjah Mada (UGM) setelah dirinya dinyatakan lulus S-3. Adapun disertasi yang dipertahankan berjudul “Model Deteksi Gaya Belajar Otomatis Menggunakan Modifikasi Algoritme K-Means dan Algoritme Klasifikasi Naive Bayesian Pada Learning Management System (LMS)”.
Dr. Nurul Hidayat berhasil mempertahankan desertasi dihadapan Tim Penguji yaitu Dr. Rer.Nat. Nurul Hidayat Aprilita, M.Si Wakil Dekan Bid. Akademik FMIPA UGM, Prof. Dra. Sri Hartati, M.Sc., Ph.D., Dr. Yohanes Suyanto, M.Kom., Prof. Dr. Samsul Hadi, M.Pd., M.T dari Teknik UNY Yogyakarta, Dr. Agus Sihabuddin, S.Si., M.Kom, Illona Usuman, S.Si., M.Kom., Ph.D. Sementara Promotor dan ko-promotor Drs. Retantyo Wardoyo, M.Sc., Ph.D., Dr. Azhari, M.Kom dan Prof. Herman Dwi Surjono,M.Pd., M.T., Ph.D.
Doctor yang biasa disapa Enha ini menjelaskan bahwa penelitiannya terlepas dari pro-kontra penerapannya, pembelajaran daring memang cukup menarik untuk diulas, terutama di era pandemi dan kelak paska pandemi. Dengan bervariasinya pengguna sistem berbasis pembelajaran daring, ada satu permasalahan yang saat ini “hangat” dibicarakan di kalangan akademisi, yaitu personalized learning (personalisasi pembelajaran).
“Personalisasi pembelajaran memungkinkan pengguna sistem pembelajaran daring untuk memilih metode dan materi pembelajaran yang paling optimal, sesuai dengan Gaya Belajar dan kemampuan masing-masing,” ungkapnya.
Ada setidaknya dua macam cara untuk melakukan deteksi gaya belajar dalam personalisasi pembelajaran: (1) dengan menggunakan self-assessment (mengisi kuesioner) dan (2) dengan memanfaatkan riwayat akses pengguna dan teknologi AI. Enha mengungkapkan bahwa metode No. 1 berpotensi bias, karena self-assessment tidak selalu menghasilkan jawaban jujur. Proses pengisian kuesioner ini dapat menghabiskan waktu yang lama, dan cenderung mahasiswa hanya punya target menyelesaikan pertanyaan.
“Tanpa paham tujuan dari pengisian kuesioner, dan mengisi kuesioner dengan semaunya,” ujar Enha.
Sementara itu metode No. 2 membutuhkan waktu, sebab personalisasi didasarkan pada Student Behaviour atau Perilaku Mahasiswa untuk LMS tersebut. Model yang dia kembangkan adalah Deteksi Gaya Belajar otomatis dengan menggunakan Modifikasi K-Means dan Algoritme Klasifikasi Naïve Bayesian pada E-Learning.
Terkait dengan ujian disertasi yang dilakukan secara online, Dr. Enha mengaku tidak ada kendala yang berarti dan semua berjalan lancar.
“Ujian di balik musibah Covid-19 ada sebuah keberkahan ujian tertutup dengan daring,” pungkasnya. (*)