BANDUNG – Tim Dosen Institut Teknologi Bandung mengembangkan ventilator portabel untuk menangani pasien COVID-19 dengan menggunakan teknologi ambu-bag (kantong udara). Ventilator itu dinamakan Airgency: Emergency Automatic Bag-Ventilator. Airgency merupakan inovasi yang dikembangkan sebagai penanganan yang ditujukan kepada pasien Covid-19 yang telah berada di tahap tiga atau tahap paling kritis. Di mana pasien telah mengalami disfungsi paru-paru yang menyebabkan pasien tidak dapat bernapas dan membutuhkan alat pernapasan bantu otomatis.
Dilansir dari itb.ac.id (25/4/2020), teknologi ambu-bag dipilih sebab lebih murah dan dapat diproduksi dalam jumlah massal. Apabila dibandingkan dengan ventilator lain yang memiliki harga mencapai ratusan juta, ventilator dengan ambu-bag akan memiliki harga jutaan rupiah saja.
Tim Dosen ITB yang mengembangkan alat tersebut di antaranya, Christian Reyner M.T., Dr. Khairul Ummah, Dr. Yazdi I. Jenie, dan Dr. Djarot Widagdo dari FTMD ITB, serta Muhammad Ihsan dari FSRD ITB. Dalam proses perancangannya, tim bekerja sama dengan PT BETA (Bentara Tabang Nusantara). Sebelum melakukan perancangan Airgency, Tim Dosen ITB terlebih dahulu berdiskusi dengan tim dokter dari Universitas Padjadjaran dan Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS).
Bantu Pasien Covid-19
Disampaikan Dr. Yazdi, teknologi ventilator dengan ambu-bag sebenarnya telah digunakan di RSHS. Namun dalam aplikasinya petugas medis harus menekan ambu-bag terus menerus untuk membantu pernapasan pasien. Hal ini dapat menyebabkan kelelahan pada petugas medis dan risiko terpapar Covid-19 menjadi lebih tinggi.
“Oleh karena itu fokus pada alat Airgency adalah membuat teknologi ventilator dengan ambu-bag yang otomatis dalam pengaplikasiannya dan dapat ditujukan bagi pasien yang harus berpindah ruangan dan tetap menggunakan ventilator,” katanya.
Cara kerja Airgency dilakukan dengan menekan ambu-bag di awal lalu mengatur kinerja Airgency. Terdapat tiga pengaturan utama Airgency antara lain pengaturan volume tidal, pengaturan rasio inhale, dan exhale, dan pengaturan tekanan. Selain itu dalam Airgency terdapat fitur keselamatan untuk mendeteksi kegagalan mekanik yang nantinya akan menampilkan trigger warning apabila terjadi kegagalan. Airgency juga dilengkapi dengan fitur backup battery sehingga apabila terjadi hubungan pendek arus listrik atau ada kerusakan sumber daya maka sumber daya Airgency akan langsung tergantikan dengan sumber daya baterai.
Dilengkapi Berbagai Fitur
Airgency juga dilengkapi dengan sistem sensor tekanan untuk mengetahui tekanan yang masuk ke paru-paru manusia dan ada fitur deteksi pernapasan. Terdapat dua pilihan mode pada Airgency yaitu mode normal by default yang artinya Airgency akan memiliki cara kerja seperti automatic resusitator dan Assisted Breathing Mode untuk membantu pasien yang mengalami kesulitan bernapas dengan adanya pengaturan penggunaan saat pasien ingin bernapas dengan bantuan Airgency.
Lebih lanjut, Christian Reyner menambahkan, proses perancangan desain Airgency dilakukan dalam kurun waktu 1-2 minggu sampai pada tahap pembuatan purwarupa dengan melakukan iterasi sebanyak 10-20 kali hingga didapatkan purwarupa Airgency yang paling tepat. Selama perancangan desain alat, tim dosen ITB juga melakukan koordinasi dengan tim dari RSHS.
Diujicoba
Purwarupa dari Airgency kemudian akan diuji coba dibantu oleh LPIK. Saat ini, purwarupa Airgency dalam tahap sertifikasi oleh BFPK (Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan) Kemenkes RI, tim dokter Universitas Padjadjaran, dan Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung selama 1-2 minggu.
“Setelah lolos sertifikasi, selanjutnya akan dilakukan produksi sebanyak 10 – 20 Airgency yang siap digunakan. Untuk pembuatan Airgency dengan skala cukup kecil akan dibutuhkan satu minggu,” ujarnya.
Rencana ke depan Airgency setelah lolos uji sertifikasi, Airgency akan diuji klinis di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung kemudian Airgency akan mulai diproduksi untuk digunakan di rumah sakit di Bandung dan sekitarnya. Tidak menutup kemungkinan pula Airgency akan diproduksi ke daerah yang mengalami kekurangan alat medis dalam penanganan kasus Covid-19. (Siedoo)