Siedoo, Sebagai insan terdidik, baik siswa maupun guru, dan juga masyarakat pada umumnya, setidaknya perlu tahu. Pemerintah baru saja menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada enam tokoh nasional, Jumat 8 November kemarin.
Keenam tokoh tersebut adalah Ruhana Kuddus, Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi, Prof. Dr. M. Sardjito, Prof. KH. Abdul Kahar Mudzakkir, DR (HC) MR. A.A Maramis, dan KH. Masjkur. Pengukuhan nama mereka didasarkan atas persetujuan Presiden Joko Widodo atas usulan Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan.
Mereka dinilai telah memberikan sumbangsihnya bagi kemajuan bangsa Indonesia, baik di masa sebelum kemerdekaan maupun sesudah kemerdekaan.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan, keenam tokoh tersebut dinilai telah memenuhi syarat umum dan syarat khusus untuk dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional.
Dalam kesempatan sebelumnya, Menteri Sosial Juliari P. Batubara membenarkan bahwa seusai kewenangan, Kementerian Sosial, sebelumnya telah menyampaikan 20 nama yang diusulkan kepada Presiden melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan.
Melansir dari kemendikbud.go.id, berikut proses pengusulan tokoh nasional untuk dijadikan pahlawan.
Merujuk kepada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan, proses pengusulan nama calon pahlawan dapat disampaikan masyarakat kepada bupati/wali Kota yang kemudian diajukan kepada gubernur melalui Instansi Sosial Provinsi setempat.
Nantinya, usulan calon pahlawan akan diperiksa oleh Tim Peneliti, Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) melalui penelitian dan pengkajian.
Setelah lolos pertimbangan TP2GD, Gubernur dapat merekomendasikan calon pahlawan tersebut kepada Menteri Sosial melalui Direktorat Kepahlawanan, Keperintisan dan Kesetiakawanan dan Restorasi Sosial yang berada dibawah Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial guna verifikasi kelengkapan administrasinya.
Calon pahlawan akan kembali diperiksa oleh Tim Peneliti, Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP). Apabila memenuhi kriteria, maka Menteri Sosial akan mengajukan calon pahlawan tersebut kepada Presiden melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan guna mendapatkan persetujuan Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional sekaligus Tanda Kehormatan lainnya.
Masih dalam suasanan Hari Pahlawan, Mensos mengajak anak-anak bangsa untuk berinovasi menjadi pahlawan masa kini. Ia menyatakan, bentuk kepahlawanan yang bisa dilakukan di masa sekarang bisa dibuktikan melalui torehan prestasi di berbagai bidang kehidupan.
“Siapapun Warga Negara Indonesia dapat menjadi Pahlawan Masa Kini dengan memberikan kemaslahatan bagi masyarakat dan mengharumkan nama bangsa di kancah internasional serta tidak melakukan hal-hal negatif seperti melakukan provokasi, menyebarkan berita hoaks, perbuatan anarkis atau merugikan orang lain. Hal ini tentunya berbeda dengan perjuangan para pendahulu kita yang mengorbankan tenaga, harta bahkan nyawa,” kata Mensos Juliari.
Aksi-aksi nyata yang bisa dilakukan, lanjut Mensos, harus ditumbuhkembangkan dan dipertahankan oleh anak-anak bangsa agar keutuhan NKRI yang telah dibangun oleh para pendahulu negeri tidak sia-sia.
“Jangan biarkan tangan-tangan jahil atau pihak yang tidak bertanggungjawab merusak persatuan dan kesatuan bangsa sehingga membuat negeri kita terkoyak, tercerai berai, dan terprovokasi untuk saling menghasut dan berkonflik satu sama lain,” Mensos Juliari mengingatkan.
Oleh karena itu, generasi muda Indonesia diharapkan menghargai jasa dan pengorbanan para pahlawan dengan melakukan berbagai aktivitas yang dapat menyuburkan rasa nasionalisme dan meningkatkan rasa kepedulian untuk menolong sesama yang membutuhkan.
“Nilai kepahlawanan sekiranya berada di dalam hati sanubari setiap Warga Negara Indonesia sebagai bukti cinta kepada tanah air,” kata Mensos. Tahun ini, peringatan Hari Pahlawan mengusung tema ‘Aku Pahlawan Masa Kini”.
Melansir dari kompas.com, berikut profil singkat keenam pahlawan yang baru.
Ruhana Kuddus
Ruhana Kuddus, tokoh dari Sumatera Barat adalah wartawan perempuan. Pada 1911, Ruhana mendirikan sekolah Kerajinan Amai Setia (KAS) di Koto Gadang. Ia juga aktif menulis di surat kabar perempuan, Poetri Hindia.
Ketika medianya dibredel pemerintah Belanda, Ruhana berinisiatif mendirikan surat kabar, bernama Sunting Melayu, yang tercatat sebagai salah satu surat kabar perempuan pertama di Indonesia. Ruhana lahir di Kota Gadang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
Sultan Himayatuddin
Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi tokoh dari Sulawesi Tenggara. Ia merupakan pejuang gerilyawan yang menentang penjajahan Belanda di wilayah Kesultanan Buton. Semasa berkuasa, Sultan Buton ke-20 (1752-1755) dan ke-23 (1760-1763), Himayatuddin menghabiskan waktunya untuk menentang dan melawan kekuasaan pemerintah Belanda.
Sardjito Prof. Dr. Sardjito
Prof. Dr. Sardjito(wikipedia) Prof M Sardjito tokoh dari Yogyakarta adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia adalah seorang dokter. Sardjito juga rektor UGM pertama.
Namanya lantas diabadikan sebagai nama rumah sakit di Yogyakarta, Rumah Sakit Umum Dr Sardjito.
Abdul Kahar Muzakir
Abdul Kahar Muzakir tokoh dari Yogyakarta merupakan anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Kahar juga merupakan rektor Universitas Islam Indonesia (UII) pertama.
AA Maramis
AA Maramis tokoh dari Sulawesi Utara juga merupakan anggota BPUPKI dan Komite Nasional Indonesia Pusat. AA Maramis pernah menjabat menteri keuangan dan menteri luar negeri.
Tanda tangan Maramis terdapat di Oeang Republik Indonesia, mata uang sebelum rupiah.
KH Masykur
KH Masykur tokoh dari Jawa Timur, juga anggota BPUPKI. Kiai Masykur aktif sebagai pejuang kemerdekaan. Ia tokoh Nahdlatul Ulama (NU). Ia berjuang lewat laskar santri Hizbullah. Kiai Masykur memimpin laskar Kiai Sabilillah. Ia juga pernah menjabat sebagai menteri agama. (*)