MERDEKA. Acara Sosialisasi Kurikulum Merdeka bersama 120 orang tenaga pendidik di Purwakarta, Sabtu 13 Mei 2023. (foto: kemendikbudristek)
Siedoo.com - MERDEKA. Acara Sosialisasi Kurikulum Merdeka bersama 120 orang tenaga pendidik di Purwakarta, Sabtu 13 Mei 2023. (foto: kemendikbudristek)
Nasional

Baru 80 Persen Sekolah di Indonesia Terapkan Kurikulum Merdeka

PURWAKARTA, siedoo.com – Komisi X DPR RI mendukung implementasi Kurikulum Merdeka yang menjadi kebijakan Kemendikbudristek. Hingga saat ini sebanyak 80 persen sekolah di Indonesia telah menggunakan Kurikulum Merdeka dalam pembelajaran.

“Saya acungi jempol atas kebijakan ini. Kurikulum Merdeka tidak wajib diterapkan oleh satuan pendidikan, tetapi sekolah-sekolah terpanggil untuk menerapkan Kurikulum Merdeka,” kata Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda, Sabtu 13 Mei 2023 dilansir dari laman resmi Kemendikbudristek.

“Ini sangat luar biasa, artinya kebijakan ini berarti memang dibutuhkan, relevan, dan sesuai dengan kebutuhan,” tambahnya dalam acara Sosialisasi Kurikulum Merdeka bersama 120 orang tenaga pendidik di Purwakarta.

Kurikulum Merdeka merupakan pembelajaran kontekstual yang dirancang dengan prinsip penyederhanaan, fleksibilitas, dan berkeadilan serta berfokus pada pelayanan peserta didik.

Dikatakan Pelaksana Tugas (Plt) Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Zulfikri, prinsip tersebut dimulai dengan memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada guru untuk memberikan pelayanan kepada peserta didik, sehingga para peserta didik juga memiliki ruang yang seluas-luasnya dalam memgembangkan potensi.

“Kurikulum Merdeka dirancang dalam segala situasi, karena yang menjadi target kita bukanlah sarana dan prasarana atau urusan administrasi seperti kelengkapan dokumen maupun kepatuhan administrasi. Kita berfokus pada peningkatan kualitas proses pembelajaran, peningkatan kualitas komunikasi dan hubungan interaksi antara peserta didik tenaga pendidik, orang tua, serta masyarakat di lingkungan sekolah,” imbuh Zulfikri.

Dalam Kurikulum Merdeka, diungkapkan Zulfikri, setiap peserta didik diibaratkan seperti benih dan tenaga pendidik sebagai petani, serta sekolah sebagai tempat persemaian. Untuk itu, pemerintah bertugas menyiapkan lahan atau habitat yang sesuai perkembangan anak agar anak bisa tumbuh dan berkembang sesuai fitrahnya.

Baca Juga :  Tiga Hal ini Perlu Dibenahi dalam USBN

“Melalui Kurikulum Merdeka, setiap anak akan menunjukkan potensi sehingga mendapatkan manfaat dan merasakan bahwa sekolah itu adalah membahagiakan. Dari situ anak bisa menikmati dan akhirnya mencintai belajar, sehingga akan tumbuh semangat belajar sepanjang hayat. Nilai itu yang ingin kita tumbuhkan,” tutur Zulfikri.

Plt. Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran mengapresiasi kepada seluruh satuan pendidikan di Kabupaten Purwakarta yang telah mengimplementasikan Kurikulum Merdeka dalam proses pembelajaran. “Kami sangat mengapresiasi kepada pemerintah daerah (Pemda) Kabupaten Purwakarta yang telah mendukung kebijakan Kurikulum Merdeka ini,” ujar Zulfikri.

Selanjutnya, disampaikan Ketua komisi X DPR RI, bahwa kebijakan dalam Kurikulum Merdeka yang memangkas konten sebanyak 30-40 persen kurikulum sebelumnya dirasa sangat relevan dengan kebutuhan saat ini.

Menurutnya, dari berbagai survei ke beberapa negara, diketahui bahwa peserta didik tidak membutuhkan konten yang padat namun lebih kepada pendalaman pada suatu hal.

“Ke depan, kita membutuhkan individu yang spesialis di suatu bidang, sehingga kita harus menyuguhkan sekolah yang tidak padat konten. Pengurangan kepadatan konten yang dilakukan dalam Kurikulum Merdeka ini sangat luar biasa,” ungkap Huda.

Dari 30-40 persen konten yang dipangkas tersebut, diungkapkan Huda bahwa dalam Kurikulum Merdeka dialihkan kepada kreativitas peserta didik serta refleksi dan inovasi bagi tenaga pendidik.

“Peserta didik harus didekatkan pada berbagai persoalan dengan sudut pandang yang berbeda, sehingga ide kreatif bisa dituangkan dalam karya, dan ini tidak ada pada kurikulum sebelumnya,” ungkap Huda.

Menanggapi itu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta, Purwanto, turut mendukung kebijakan Kurikulum Merdeka. Sejak tahun 2015, Pemda Kabupaten Purwakarta telah menggelorakan pembelajaran dengan konsep seperti Kurikulum Merdeka.

“Dengan adanya Kurikulum Merdeka kami berbahagia, karena jika diibaratkan bagi Purwakarta ini seperti botol bertemu dengan tutupnya. Sekolah harus menjadi inti kekuatan, pusat perubahan, dan semangat transformasi pendidikan di Indonesia,” tutur Purwanto.

Baca Juga :  Sempat Tak Mendapat Sekolah, si Kembar Bagas - Bagus Kini Dipuji

Dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka di wilayahnya, diungkapkan Purwanto bahwa hal utama yang harus dilakukan adalah merubah mental model para tenaga pendidik. Oleh karena itu, Purwanto mengajak kepada para tenaga pendidik untuk melakukan evaluasi pembelajaran di sekolah masing-masing dengan rapor pendidikan guna perbaikan pendidikan dan perencanaan perubahan berbasis data.

“Kebijakan dan sistem yang dikeluarkan Kemendikbudristek sudah luar biasa, mulai dari Guru Penggerak, Kepala Sekolah Penggerak, Sekolah Penggerak, Kurikulum Merdeka, hingga Rapor Pendidikan untuk evaluasi. Mari kita sempurnakan Kurikulum Merdeka dengan semangat, kita lakukan transformasi pendidikan dengan mengharmonisasikan antara kebijakan pemerintah pusat dan daerah,” ajak Purwanto.

Melia Pratiwi, guru SDN 3 Sukasari, Kabupaten Purwakarta mendukung adanya Kurikulum Merdeka. Menurutnya, dalam Kurikulum Merdeka anak belajar sesuai fitrahnya. Implementasi Kurikulum Merdeka dilakukan SDN 3 Sukasari dengan menerapkan kewirausahaan.

“Eceng gondok menjadi bahan utama dalam membuat kerajinan, karena di daerah kami sangat banyak ditumbuhi eceng gondok. Prinsip menggunakan bahan di lingkungan sekitar juga kami pakai sesuai yang ada di Kurikulum Merdeka, tutur Melia.

Berkolaborasi dengan orang tua yang bekerja sebagai pengrajin eceng gondok, Melia menjadikan orang tua sebagai guru tamu dalam pembelajaran.

“Belajar menganyam tidak hanya di sekolah, tapi saya bersama anak-anak mendatangi rumah masyarakat yang membuat kerajinan. Di sana anak-anak belajar hingga bisa membuat kerajinan tangan, dan mereka sangat antusias sehingga saya juga semakin semangat mengajarnya,” pungkas Melia. (kemendikbudristek/siedoo)

Apa Tanggapan Anda ?