JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) berkewajiban untuk membuat peraturan turunannya Undang-Undang Pesantren. Setidaknya ada dua Peraturan Presiden (PP) dan 11 Peraturan Menteri Agama (PMA) yang harus diselesaikan dalam waktu satu tahun ke depan.
Hal tersebut Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Ahmad Zayadi menuturkan. Namun begitu, ai mengingatkan adanya tantangan dalam menyusun peraturan turunan dari undang-undang pesantren, yaitu tentang standar mutu lulusan.
Melansir dari kemenag.go.id, menurutnya, hal tersebut karena istilah standar bisa ditafsiri sebagai penyeragaman. Padahal pesantren adalah pendidikan masyarakat yang sudah dari sananya memiliki kekhasannya sendiri-sendiri.
“Kita harus menghindari penyeragaman, tapi kita ingin semua lulusan pesantren memiliki mutu yang sama. Mungkin yang akan digunakan bukan standar, tapi kriteria mutu. Kalau standar itu maknanya harus sama, tapi kalau kriteria itu lebih pada kompetensi dan kualitas lulusannya,” jelasnya.
Tantangan lain, menurut Zayadi, adalah membahasakan hal-hal teknis yang sifatnya kualitatif karena bisa menjebak pada penyeragaman, padahal itu yang harus dihindari.
“Tapi saya yakin, para kiai pasti memiliki formula untuk menemukan tantangan ini,” ujarnya penuh optimis.
Menurutnya, munculnya undang-undang ini adalah anugerah yang harus disyukuri. Ditetapkannya undang-undang pesantren ini harus kita syukuri karena akan mengembalikan pesantren pada fungsi aslinya. Selama ini, tambahnya, yang terlihat dari pesantren hanya fungsi pendidikannya saja, yang lain tidak.
“Fungsi lain dari pesantren seperti pemberdayaan masyarakat dan dakwah dalam 20 tahun terakhir seperti tidak terlihat, karena yang terlihat hanya fungsi pendidikannya saja,” tambahnya. (Siedoo)