SURABAYA – Gelombang demontrasi mahasiswa di berbagai wilayah di Indonesia masih saja terjadi. Secara garis besar mereka menolak Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) hingga UU Komisi Pemberantasan Korupsi. Demo itu menuai polemik di kalangan rektor. Ada yang membolehkan ada yang memberi larangan.
Rektor Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Mohammad Nasih, merupakan salah satu rektor yang memperbolehkan mahasiswanya yang unjuk rasa.
Dikatakan, rektor tak memiliki kewenangan mengatur kegiatan mahasiswa di luar kampus. Termasuk salah satunya kegiatan demonstrasi di luar kampus yang merupakan hak personal setiap mahasiswa.
“Rektor tidak punya kewenangan untuk mengatur kehidupan mahasiswa di luar kampus. Mau pacaran, mau dakon, mau ngafe itu sepenuhnya kegiatan personal. Termasuk demo adalah kegiatan personal,” katanya dilansir dari medcom.id.
Ia mengaku, tidak bisa menghalang-halangi biar mahasiswa untuk turun ke jalan apalagi gerakan mahasiswa ini sudah massif di beberapa kota. Yang perlu dilakukan cukup mengamankan dan memberikan anjuran agar demonstrasi berjalan tertib dan tidak melanggar hukum.
Nasih hanya bisa mengimbau kepada para mahasiswa agar tidak terprovokasi pihak tak bertanggung jawab. Yang melenceng dari tujuan awal berdemonstrasi.
Menteri Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir menyayangkan adanya dosen yang mengizinkan mahasiswanya berdemo. Nasir mengatakan nantinya akan ada sanksi kepada rektor perguruan tinggi (PT) jika terjadi pengerahan mahasiswa di kampusnya.
“Nanti akan kita lihat sanksinya ini. Gerakannya seperti apa. Kalau dia mengerahkan ya dengan sanksi yang kita lakukan sanksi keras yang kami lakukan ada dua, bisa dalam hal ini peringatan, SP1, SP2,” kata Nasir dilansir dari detik.com.
Indonesian Democracy Initiative (TIDI) mengkritik Menristekdikti M Nasir yang akan memberikan sanksi terhadap rektor yang menggerakkan mahasiswa untuk demo. TIDI menilai pernyataan itu tak layak dilontarkan di negara demokrasi.
“Ibarat kuliah, Menristekdikti ini layak drop out. Kampus secara sejarah adalah laboratorium gerakan moral dan intelektual. Pemerintahan di sebuah negara demokrasi tidak layak punya pernyataan seperti itu,” kata Direktur Eksekutif TIDI, Arya Sandhiyudha.
Melansir dari kompas.com, Perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Jakarta Andi Prayoga mengatakan, aksi demo mahasiswa di depan gedung DPR pada 23-24 September murni menuntut penolakan RKUHP dan UU Komisi Pemberantasan Korupsi.
“Semua gerakan mahasiswa murni berangkat dari keresahan kita bersama,” kata Andi dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng.
Andi mengatakan, aksi demo mahasiswa di depan gedung DPR tidak ditunggangi oleh siapa pun seperti yang dituduhkan oleh pemerintah.
“Saya pikir ini tidak ditunggangi. Ini semua keresahan masyarakat Indonesia dan mahasiswa,” ujarnya. (Siedoo)