BANTEN – Sudah ada satu rektor yang berasal dari luar negeri atau rektor asing yang memimpin sebuah Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Indonesia. Dia adalah Jang Youn Cho, asal Korea Selatan (Korsel) yang menjadi rektor Universitas Siber Asia.
Dalam waktu yang mendatang pemerintah pusat berencana akan mendatangkan lagi. Asalnya dari Amerika Serikat (AS). Alasan pemerintah mendatangkan rektor asing untuk mencapai peringkat 100 perguruan tinggi di dunia.
Ponolakannya pun masih terjadi di Tanah Air. Yang terbaru berasal dari Asosiasi Badan Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPTSI) Banten. Alasannya Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia sangat mumpuni. Ini akan lebih menciptakan kemandirian.
“Kami saat ini ingin menciptakan kemandirian, tidak berorientasi kepada bantuan yang tidak terlaksana. Jika kami menciptakan kemandirian tersebut rekan rekan civitas akademika perguruan tinggi dapat menjangkau lebih luas,” kata Ketua ABPTSI Mulya R Racmatoellah, di Kampus Universitas Serang Raya (Unsera), dilansir dari pikiranrakyat.com.
Menurutnya, rektor asing dapat memberikan kompetisi dan pimpinan perguruan tinggi dapat mengambil sisi baik. Pihaknya tanpa adanya rektor asing dapat melakukan kerja sama dengan perguruan lain di luar negeri.
“Silakan saja untuk kerja sama dengan perguruan tinggi luar negeri syaratnya mereka tidak boleh langsung. Untuk kerja sama saja tidak bisa langsung direct investment, contoh jika ada perguruan tinggi luar ingin berinvestasi di Serang itu tidak bisa, harus ada kolaborasi dengan perguruan tinggi setempat,” katanya.
Menteri Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Menrisrekdikti), Mohamad Nasir menyatakan, sejauh ini, rektor asing baru bisa masuk ke PTS. Sedangkan untuk ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) masih terganjal banyak regulasi.
“Ada dari AS kelihatannya tapi masih tahap negosiasi. Kalau PTN saya harus menata ulang peraturan dulu. Ini swasta dulu karena swasta tidak perlu aturan yang lebih rigid. Kalau negeri akan ada peraturan pemerintahnya akan kita perbaiki dulu,” ujar Nasir dikutip dari media yang sama.
Nasir mengaku heran dengan pihak-pihak yang pesimistis dengan kualitas rektor asing. Menurut dia, selama ini, rencana mendatangkan rektor asing kerap dibumbui dengan pernyataan-pernyataan politis. Padahal, mendatangkan rektor asing murni untuk kepentingan akademik.
“Kalau kampus dicampuri politik dan pendidikan nggak akan maju-maju. Kami berusaha terus bagaimana kampus harus menjadikan penggerak utama dalam membangun inovasi. Kalau inovasi sudah berkembang dengan baik itu yang diharapkan negara,” katanya.
Penolakan didatangkan rektor asing juga berasal dari wakil rakyat di Senayan. Wakil Ketua Komisi X DPR Reni Marlinawati menolak ide tersebut dan meminta pemerintah mencari solusi lain untuk meningkatkan kualitas PTN Indonesia.
“Gagasan lama ini ibarat jalan pintas dan instan untuk meningkatkan kualitas perguruan tinggi di Indonesia. Padahal, kunci ada di pemerintah sebagai pihak regulator,” kata Reni dilansir dari detik.com.
Menurut Reni, selain bertabrakan dengan berbagai aturan seperti UU 14 Tahun 2015 tentang Guru dan Dosen dan UU No 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi, mengimpor rektor menunjukkan kurang maksimalnya Kemenristekdikti dalam membentuk sistem pendidikan tinggi yang visioner dan adaptif dengan perkembangan zaman.
Ia mengingatkan pendidikan merupakan isu yang menjadi perhatian konstitusi oleh para pendiri bangsa. Salah satu misi utama adanya negara ini, tak lain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Bahkan di konstitusi secara tegas keberpihakan politik anggaran khusus untuk sektor pendidikan. Pesan moralnya, peningkatan kualitas pendidikan merupakan tanggung jawab negara,” tegas Reni. (Siedoo)