Siedoo, Kepala UPT Layanan Bahasa dan Sertifikasi Profesi Universitas PGRI Semarang (UPGRIS), Dyah Nugrahani berhasil meraih gelar doktor dari Program Studi Doktor Linguistik. Gelar itu diraih di program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) dalam ujian yang digelar di kampus UNS.
Dosen Pendidikan Bahasa Inggris UPGRIS ini berhasil mempertahankan disertasinya tentang klasifikasi istilah budaya Jawa yang terdapat dalam tiga buah novel. Yaitu, Burung-Burung Manyar karya YB Mangunwijaya (2001), Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi (2015), dan Para Priyayi karya Umar Kayam (1992).
Penelitian juga dilakukan pada terjemahan novel tersebut dalam bahasa Inggris, yaitu The Weaverbirds, Pariyem’s Confession, dan Javanese Gentry. Dari hasil penelitian yang dilakukannya, Dyah mengatakan penerjemah harus memiliki beberapa kompetensi agar bisa menyelesaikan tugasnya dengan baik.
Dikatakan Dyah, berkenaan dengan konteks menerjemahkan teks yang bermuatan unsur-unsur budaya, penerjemah dituntut untuk memiliki kemampuan penguasaan budaya yang dilibatkan dalam proses penerjamahannya. Kompetensi kultural ini akan mendorong penerjemah bisa memiliki sensitifitas yang baik atau tinggi terhadap budaya yang sedang penerjemah hadapi. Sehingga bisa meminimalkan terjadinya distorsi makna dalam bahasa sasaran.
“Hal ini, menjadi perhatian utama dalam proses penerjemahan teks bermuatan unsur budaya tertentu, karena pembaca teks terjemahan harus mendapatkan pesan dan kesan yang sama dengan pembaca teks sumber,” jelas Dyah dilansir dari laman upgris.ac.id.
Dyah menemukan beberapa cara menerjemahkan teks bermuatan budaya. Antara lain berkaitan dengan teknik yang bisa digunakan untuk mengalihkan term-term budaya bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran.
“Sehingga bisa dipahami dan diterima dengan baik oleh pembaca sasaran. Teknik yang dipilih bisa dikaitkan dengan tujuan dilakukannya penerjemahan,” ujarnya.
Ia menambahkan fokus penelitian ini pada penelitian produk dan dimaksudkan untuk mengungkap realitas terjemahan istilah budaya Jawa yang terdapat dalam novel yang diteliti. Sedangkan mengenai terjemahan dalam bahasa Inggris, untuk menghasilkan teori yang bersifat transferable.
“Namun tidak dimaksudkan untuk menggeneralisasikan temuan penelitian ini,” pungkas Dyah. (*)