Siedoo, Akhir-akhir ini dunia maya banyak dimunculkan informasi dan berita palsu atau lebih dikenal dengan istilah ‘hoax’ oleh sejumlah oknum yang tidak bertanggungjawab. Jika tidak ada kehati-hatian, kita mudah termakan hoax tersebut. Bahkan ikut menyebarkan informasi palsu itu, tentunya akan sangat merugikan bagi pihak korban fitnah.
Dikutip dari idntimes.com, menurut Tom Stafford, seorang psikolog dari The University of Sheffield, kita mendapat banyak manfaat dengan menjadi lebih ingin tahu atau penasaran. Sementara itu, pendidikan zaman sekarang tidak banyak mencegah pemikiran masyarakat terbuka. Justru rasa penasaran terbukti ilmiah bisa membuka pemikiran lebih terbuka.
Pencegahan tersebarnya hoax ini sebaiknya memang dilakukan oleh semua pengguna media sosial, agar tidak mudah tertipu. Begitu juga dengan orang tua harus bisa mengajarkan anak yang sudah menggunakan media sosial cara menghindari penyebaran hoaks.
Melansir laman Family Circle, orang tua memang memiliki peran yang besar untuk menghentikan penyebaran berita palsu, terutama di kalangan anak-anak. Hal terpenting yang dapat orang tua lakukan adalah, untuk tidak meremehkan dampak kebiasaan diri sendiri terhadap anak-anak.
“Penggunaan media digital anak-anak sangat dipengaruhi oleh perilaku dan akses orang tua mereka,” kata Monica Bulger, seorang peneliti di Data & Society Research Institute, Amerika Serikat. (Tempo.co)
Beberapa kiat untuk orang tua mengenai cara mengajarkan anak agar bisa menghindari penyebaran hoax:
1. Sumber yang dapat dipercaya
Sumber yang dapat dipercaya menjadi suatu hal yang sangat penting di dunia media sosial. Sekarang, semua orang bisa membuat berita dan bisa menjadi sumber. Karena itu, tidak semua sumber bisa dipercaya.
Dengan mengajak anak untuk selalu mencari sumber yang dapat diandalkan, membantu mereka untuk tidak langsung mempercayai berita yang tersebar di media sosial.
2. Tidak langsung percaya dengan berita/cerita
Bila sebuah berita bisa membuat perasaan menjadi sangat bahagia, atau sangat sedih, atau sangat marah, biasanya kita akan lansung mempercayai berita itu benar. Ahli logika menyebut fenomena ini sebagai bias konfirmasi.
Namun, tidak ada salahnya untuk mengecek kebenaran berita dan cerita tersebut. Mengajarkan anak untuk tidak langsung percaya dengan sebuah cerita akan membantu mereka untuk lebih berhati-hati.
3. Diskusi bersama
Orantua mencoba mendengarkan ide-ide yang dimiliki anak dan ajaklah berdiskusi untuk menghindari berita palsu bersama. Diskusi dengan anak mengenai pentingnya menghindari berita palsu dan bahaya dari penyebaran berita palsu di media sosial.
Dengan cara ini, anak bisa lebih aktif memikirkan bagaimana mereka bisa menghindari berita palsu. Bahkan menumbuhkan pikiran kritis anak terhadap suatu berita.
4. Bijak menggunakan media sosial
Tidak bisa dipungkiri, era digital seperti ini semakin memudahkan untuk mendapatkan informasi. Salah satunya tentu saja dengan arus informasi yang didapatkan lewat sosial media.
Tidak mengherankan jika banyak anak, khususnya yang sudah memasuki masa remaja dan memiliki ponsel pribadi akan percaya dengan informasi yang didapatkan dari sosial media. Faktanya, berita hoax ini justru banyak tersebar di ranah media sosial.
Untuk itu, sedini mungkin latih anak untuk lebih bijak menggunakan sosial media. Misalnya, latih anak bahwa sosial media bukan buku diary. Sehingga, ia bebas memposting segala sesuatu. Terlebih jika mengingat adanya jejak digital yang akan sulit dihapus sampai kapan juga. (*)
*Yayan Rusyanto
Pemerhati pendidikan tinggal di Cilacap, Jawa Tengah