CIREBON – Menristekdikti Mohamad Nasir meminta paling tidak 500 dari sekitar 29.000 pesantren di Indonesia untuk mengembangkan perguruan tinggi minimal pada tingkat akademi komunitas. Nasir mendorong pesantren-pesantren di Indonesia turut berkontribusi dalam meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan Tinggi Indonesia.
Nasir berharap 5 tahun ke depan mulai dari Aceh sampai Papua kurang lebih 500 pesantren akan didorong memiliki pendidikan tinggi di luar bidang agama. Pendidikan itu disesuaikan dengan potensi dan kearifan lokal masing-masing daerah untuk meningkatkan kualitas pendidikan daerah tersebut.
“Namun apabila tidak dapat memenuhi kriteria sebagai universitas ataupun sekolah tinggi maka akan dibentuk akademi komunitas,” ujarnya.
Menteri Nasir menjelaskan jika setiap akademi komunitas yang didirikan pesantren memiliki 500 mahasiswa, maka pesantren akan berkontribusi menciptakan 25.000 mahasiswa. Hal ini akan turut meningkatkan APK pendidikan tinggi Indonesia yang saat ini masih pada angka 34,5 persen.
Nasir meminta perguruan tinggi yang dikembangkan pesantren sesuai dengan potensi dan kearifan lokal yang ada. Salah satunya seperti bidang ‘herbalife’ yang menjadi salah satu fokus STIKES KHAS Kempek.
Nasir mengungkapkan, obat yang dipasarkan lewat apotek 92 persen bahan-bahannya bukan dari Indonesia, yang memegang paten resep komposisi obatnya adalah orang dari luar negeri. Maka kalau STIKES KHAS Kempek dapat memformulasikan paten ‘herbamedicine’ maupun ‘herbalife’, Insha Allah para santriwan dan santriwati akan bisa menghasilkan terobosan inovasi (breakthrough innovation).
“Karena Indonesia kaya akan biodiversity (keanekaragaman hayati), sehingga obat-obatan berbahan baku lokal bisa dihasilkan dari santri Kempek ini. Agar ke depannya bangsa Indonesia menjadi mandiri dan tidak lagi bergantung dengan obat-obatan impor,” harap Menristekdikti. (Siedoo)