JAKARTA – Guru honorer yang tidak lulus seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) tidak perlu berkecil hati. Pemerintah pusat tetap akan memperhatikan nasibnya.
“Prinsipnya, honorer tidak boleh diabaikan,” kata Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Syafruddin dilansir dari jpnn.com.
Dinyatakan, pemerintah bersama DPR RI akan mencari solusi terbaik bagi honorer K2 yang tidak lulus tes.
“Nanti pemerintah akan membahas bersama DPR untuk nasib honorer K2 ini. Memang, di UU ASN hanya ada PNS dan P3K tapi yang tidak lulus seleksi mau diapakan harus dibahas lagi,” tandas mantan Wakapolri ini.
Kepala Biro Hukum Komunikasi Informasi Publik (HKIP) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) Muzakir mengatakan, dalam UU ASN hanya dikenal PNS dan P3K.
Itu sebabnya dalam masa transisi ini pemerintah memberikan kesempatan kepada honorer K2 di atas 35 tahun untuk mengikuti tes P3K.
“Dalam masa transisi lima tahun ini seluruh honorer K2 harus ikut tes, sehingga nantinya di instansi pemerintah hanya ada PNS dan P3K,” katanya.
Gaji Disesuaikan UMP
Di sisi lain, Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) H Sugianto Sabran menargetkan pada 2020 gaji guru honorer disetarakan dengan upah minimum provinsi (UMP).
“Mengenai guru-guru honorer sudah saya perintahkan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) bahwa tahun depan gaji guru honorer harus mengikuti standar UMP. Paling tidak pada angka Rp 2,9 sampai Rp 3 juta per bulan,” kata Sugianto dilansir dari jawapos.com.
Selain setara dengan UMP, gubernur juga meminta gaji itu dibayarkan secara konsisten setiap bulan. Ketentuan itu juga berlaku untuk aparatur sipil negara (ASN) di jajaran Pemerintah Provinsi Kalteng.
Digaji 85.000/Bulan
Sementara itu salah satu, guru honorer di SMPN 3 Waigete di Nusa Tenggara Timur (NTT), Maria Yuliwati, mengaku dirinya sudah dua tahun mengabdi jadi guru honor di sekolah itu.
Sejak dirinya mulai mengajar dari tahun 2017 sampai sekarang, ia dan delapan guru lainnya diberi insentif sebesar Rp 85.000 per bulan. Menurut dia, besaran uang tersebut tidak bisa disebut gaji. Tetapi lebih tepat namanya insentif untuk uang sabun.
“Kalau dilihat dari jumlah uang memang sangatlah kecil. Tetapi, kami tidak kecil hati dan kecewa. Bagi kami, masa depan anak-anak jadi hal utama. Itulah semangat kami,” tutur Maria dilansir dari kompas.com.
Lanjut dia, upah yang kecil malah menjadi pemacu untuk memberikan yang terbaik bagi anak didiknya.
“Kami tidak sedih. Meski kami harus utang di orang untuk menutupi kebutuhan keluarga setiap bulan. Kami juga harus berani meminjam ladang milik warga setempat untuk tanam padi atau pun jagung. Kalau tidak, kami makan apa. Uang dari sekolah sangat tidak cukup untuk kebutuhan keluarga,” ungkap Maria. (Siedoo)