JAKARTA – Pendaftaran sekolah kedinasan resmi dibuka kemarin. Pada hari pertama pendaftaran, ribuan akun untuk pendaftaran sekolah kedinasan pun sudah dibuat. Pendaftaran akan dibuka sampai dengan 30 April mendatang dan dilakukan secara daring melalui portal https://sscasn.bkn.go.id. Tahun ini, pemerintah membuka 9.176 formasi sekolah kedinasan.
“Iya sejak 00.01 WIB semalam sudah kami buka, dan sudah ada beberapa yang mendaftar,” kata Kepala Biro (Karo) Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Mohammad Ridwan, Selasa (9/4/2019).
Dia mengatakan, berdasarkan data sementara sudah ada belasan ribu pendaftar, dan setidaknya sudah 19.332 akun terbentuk. Sebanyak 3.810 di antaranya telah memilih instansi, namun hanya 677 pendaftar yang sudah mengunggah dokumen.
”Lima instansi dengan jumlah pendaftar teratas adalah STAN 1.347, IPDN 785, STTD Bekasi 275, STIS 225, Poltekip 153,” ungkapnya dilansir sindonews.com.
Ridwan mengatakan, ada beberapa hal yang berbeda dalam mekanisme pendaftaran saat ini dibandingkan tahun lalu. Untuk pendaftaran kali ini, semua dilaksanakan secara terintegrasi di situs https://sscasn.bkn.go.id.
“Kalau tahun lalu BKN hanya mengetahui NIK (nomor induk kependudukan) dan KK (kartu keluarga), lalu input. Kalau sekarang semua terintegrasi di SSCASN. Semua di situ. Mengunggah dokumen juga di situ,” ungkapnya dikutip ekonomi.okezone.com.
Lalui analisis kebutuhan
Dilansir globalplanet.news, pakar kebijakan publik Universitas Indonesia (UI) Lina Miftahul Jannah mengingatkan semua perekrutan sumber daya manusia (SDM) harus melalui perencanaan yang baik. Termasuk rekrutmen sekolah kedinasan. Dalam hal ini, rekrutmen sekolah kedinasan harus melalui analisis kebutuhan terlebih dahulu.
“Jadi, harus tetap dilihat apakah lulusannya memang dibutuhkan? Pemerintah sudah lakukan analisis kebutuhan untuk semua jenjang jabatan dan jenis pekerjaan belum? Itu yang harus jadi fokus,” katanya.
Lina mengatakan, awalnya sekolah kedinasan dibuat karena pemerintah memerlukan orang yang siap dan langsung bekerja sehingga biasanya lulusan sekolah kedinasan hanya setingkat tamatan D3/D4.
“Ini memang agar siap kerja secara cepat. Tapi kalau saat ini sudah tidak perlu itu, ya tidak perlu memaksakan untuk ada rekrutmen. Tapi yang terjadi sekarang, sekolah dinas sudah seperti universitas,” paparnya.
Dia menyebut untuk beberapa hal sekolah kedinasan memang memiliki kontribusi dalam pemerintahan. Namun pada saat yang sama, sekolah kedinasan yang sudah tidak relevan dapat dihapus.
“Jangan sampai di satu sisi mau efisien, tapi mempertahankan sesuatu yang belum tuntas dievaluasi. Sebenarnya banyak instansi negara lain yang melatih orang secara khusus tanpa membuat pendidikan formal. Tinggal kita sebenarnya fokus pada ijazah atau kompetensi,” ujarnya. (Siedoo)