JAKARTA – Peralihan pengelolaan SMA dan SMK dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi ada beberapa manfaat. Seperti, terjadinya pemerataan di bidang pendidikan secara masif di provinsi. Dengan harapan, kesenjangan kualitas dan kuantitas guru di setiap kabupaten/kota bisa diminimalisir.
“Selama ini sulit untuk mutasi antar guru kabupaten, namun sekarang relatif lebih mudah,” kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI Sutan Adil Hendra dilansir dari dpr.go.id.
Sebagaimana diketahui, penerapan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebabkan beralihnya kewenangan pengelolaan SMA/SMK dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah provinsi.
Dinyatakan kembali, percepatan pendidikan wajib belajar 12 tahun lebih cepat terlaksana, pemerintah kabupaten dan kota juga menjadi lebih fokus dalam pembinaan tingkat SD dan SMP.
“Selain itu, dinas pendidikan di provinsi memiliki ruang yang cukup untuk pembinaan pendidikan di sekolah, pengawas pendidikan di provinsi juga memiliki sekolah binaan yang jelas,” jelas Sutan.
Namun, ia tak menampik beberapa dampak yang dianggap negatif dari kebijakan tersebut, seperti sekolah yang selama ini menerima subsidi tidak lagi menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten atau kota. Kehilangan akses yang selama ini telah terbangun dengan baik dengan pemerintah daerah setempat, jauhnya akses pelayanan sekolah ke dinas pendidikan serta ada rasa cemas dari pemangku kepentingan di sekolah jika terjadi mutasi antar kabupaten/kota.
Sutan mengatakan masyarakat harus siap menghadapi perubahan apapun dalam dunia pendidikan. Untuk beralih dari zona yang dianggap aman dan nyaman selama ini. Termasuk, melakukan percepatan pelayanan dengan teknologi canggih untuk menunjang percepatan mutu pendidikan.
“Persoalannya kita harus memberi waktu untuk terus mendorong pengelolaan SMA dan SMK untuk lebih baik, sekolah yang terkena langsung dampaknya tentunya harus mampu beradaptasi, menghadapi fenomena ini,” tandasnya.
Dikatakan, masalah pengalihan pengelolaan SMA dan SMK membutuhkan waktu, agar bisa berdampak positif bagi kemajuan pendidikan. Beralihnya tanggung jawab dan kewenangan SMA/SMK ke provinsi agar dapat memaksimalkan yang sudah baik.
“Evaluasi peralihan pengelolaan ini bukan mencari pembenaran, tapi justru ingin meminimalisir hal-hal yang dapat menurunkan kualitas pendidikan,” ungkap Sutan.
Dalam hal peralihan SMA/SMK ke pemerintah provinsi, ia mengajak seluruh stakeholder tidak berpolemik dalam kajian untung dan rugi, namun harus melihat dari sisi kepentingan anak bangsa. Sebaliknya, Sutan mengimbau untuk melakukan pemetaan berbagai dampak yang positif maupun negatif dari kebijakan yang telah berjalan itu.
“DPR mencoba melakukan analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats) terkait peralihan pengelolaan SMA dan SMK ini. Maksudnya, agar kita punya parameter dalam melakukan kajian dan melahirkan solusi,” tandasnya.
Melansir dari rebuplika.co.id, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Hamid Muhammad mengungkapkan, pengalihan kewenangan pendidikan menengah dari kabupaten/kota ke provinsi bukan sesuatu luar biasa. Kewenangan aset yang sebelumnya dipegang pemerintah kabupaten/kota tetap milik negara.
“Negara dalam hal ini Kementerian Keuangan masih akan tetap menjadi pihak yang bertanggungjawab atas aset tersebut,” kata Hamid.
Menurut Hamid, pengalihan kewenangan ini pada dasarnya agar pemerintah daerah bisa lebih fokus. Pemerintah kabupaten/kota dapat lebih fokus membenahi pendidikan dasar, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Masyarakat (Dikmas). Pemerintah daerah diharapkan bisa mengurusi ini secara optimal dan maksimal.
Sementara pemerintah provinsi dapat lebih memprioritaskan pendidikan menengahnya. Selain itu, pemerintah provinsi juga diharapkan bisa menuntaskan program yang dicanangkan pemerintah pusat, yakni Wajib Belajar 12 Tahun. (Siedoo)