JAKARTA – Kebijakan zonasi adalah strategi untuk menyelesaikan masalah pendidikan yang kompleks di Indonesia. Jika selama ini pemerintah melakukan pendekatan yang sifatnya makro, maka dengan zonasi, penyelesaian permasalahan pendidikan menggunakan pendekatan mikro di setiap zona.
Demikian ditandaskan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy. Dinyatakan, selama ini melihat persoalan pendidikan itu terlalu makro, karena makro maka tidak fokus.
“Tapi nanti kalau sudah diiris menjadi lebih dari 4.800 zona, nanti akan kita selesaikan di masing-masing irisan itu,” katannya dalam siaran persnya.
Melalui pendekatan mikro, Mendikbud meyakini para pemangku kepentingan pendidikan dapat mengidentifikasi sekaligus memberikan solusi permasalahan secara lebih mendalam. Dicontohkannya, isu mengenai distribusi guru, sarana prasarana, maupun sebaran peserta didik yang tidak merata.
“Kita semua berharap bahwa sistem pendidikan kita, terutama di daerah daerah terpencil mutu pendidikan pada dasarnya bisa merata. Tidak hanya pada 1 atau 2 sekolah favorit atau unggulan saja, tetapi juga setiap zona ada sekolah yang bagus,” tutur Hartoyo.
Dalam Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) 2019, baru-baru ini, diskusi kelompok II dengan topik Sistem Zonasi Pendidikan, menghadirkan enam rekomendasi, sebagai berikut:
(1) Diperlukan pemahaman tujuan dan strategi yang sama tentang tata kelola pendidikan berbasis zonasi antara Pemerintah Pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat;
(2) Diperlukan kesepakatan bersama antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama (Kemenag), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengenai tata kelola berbasis zonasi, dan pengintegrasian data kependudukan melalui Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan data siswa melalui Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) dalam rangka optimalisasi sistem zonasi;
Terkait rekomendasi ini, Mendikbud menyampaikan pihaknya telah melakukan pembicaraan terkait kebijakan zonasi persekolahan dengan Kemenag dan Kemendagri.
“Kontak pembicaraan sudah. Kesepakatan juga sudah. Tetapi ‘kan memang harus ada tindak lanjut, misalkan payung hukum yang lebih atas sehingga dapat ditaati oleh semua pihak. Saat ini sedang kita rancang,” ujar Mendikbud.
(3) Pelaksanaan PPDB harus ditempuh dengan tiga jalur, yaitu jalur zonasi (paling sedikit 90 persen), jalur prestasi (paling banyak 5 persen) dan jalur perpindahan orang tua (paling banyak 5 persen). Jalur ini mendukung faktor-faktor tertentu dari peserta didik yaitu perkembangan anak sesuai dengan usianya, kondisi dan peran serta orang tua, dan prestasi siswa untuk membuka ruang anak saling berkompetisi secara akademik;
Mendikbud menyampaikan bahwa sebagai badan publik, maka sekolah negeri harus menerapkan prinsip non-rivalry, non-excludability, dan non-discrimination. Maka, favoritisme pada sekolah dianggap tidak tepat.
“Nanti itu semestinya yang unggul bukan sekolah, tetapi individu-individu siswa. Dan itu bisa terjadi di semua sekolah. Nanti akan terukur kinerja sekolah,” kata Muhadjir.
(4) Sejalan dengan tujuan pemerataan kualitas pendidikan melalui zonasi, maka Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan:
• Pemetaan dan redistribusi guru yang berkompeten dan berkualitas agar dapat merata dalam setiap zona;
• Peningkatan kualitas guru di seluruh daerah di setiap zona;
• Pemenuhan dan perbaikan sarana prasarana sekolah; dan
• Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP) oleh Pemerintah Daerah;
(5) Dalam rangka pemetaan mutu pendidikan, baik Pemerintah Pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat harus memiliki informasi valid terkait data pemetaan mutu agar tindak lanjut untuk pemerataan kualitas pendidikan dari pemetaan tersebut dapat dilaksanakan secara maksimal dan terpantau;
(6) Pemerintah daerah wajib mengalokasikan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBD (non-transfer daerah) yang dapat dimanfaatkan guna peningkatan mutu pendidikan serta memberikan bantuan afirmasi bagi peserta didik yang tidak mampu.
Muhadjir optimistis berbagai praktik baik dan hasil rekomendasi pada RNPK dapat menginspirasi para peserta. Kemudian dapat dipraktikkan di daerah masing-masing.
“Rekomendasi dari lima kelompok, visible untuk dilakukan,” ujarnya. (Siedoo)