JAKARTA – Dunia pendidikan harus menjadi contoh penerapan integritas dan wilayah bebas praktik korupsi. Demikian dikatakan Wakil Ketua Komisi X DPR RI Sutan Adil Hendra. Ia mewanti-wanti kepada pihak sekolah, guru ataupun komite untuk tidak melakukan pungutan liar (pungli) kepada wali murid dan siswa saat awal persekolahan maupun pembagian rapor.
“Pendidikan kita harus bersih, akuntabel, dan transparan,” katanya melansir dari dpr.go.id.
“Karena praktek pungli tidak hanya saat pembagian rapor, kadang terjadi saat penerimaan siswa baru,” tandasnya kembali.
Legislator dari daerah pemilihan Jambi ini berpendapat, pemerintah harus bergerak mengawasi proses pembagian rapor dan saat awal sekolah nanti. Serta segera bertindak cepat dan tegas jika mendapat laporan dari warga tentang adanya pungutan liar di sekolah.
“Karena di sinilah (pendidikan) harapan masa depan kita,” cetusnya.
Legislator Partai Gerindra itu memastikan, Komisi X DPR RI akan mencarikan jalan keluar atas kekurangan biaya operasional sekolah, terutama sekolah negeri.
Karena masalah biaya operasional ini sering menjadi alasan timbulnya pungli. Guna mencegah terjadinya pungli, ia juga mendorong penambahan pagu anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di Tanah Air.
Di sisi lain, melansir dari bos.kemdikbud.go.id, untuk mengimplementasikan Nawacita dalam konteks kedaulatan keuangan yaitu mewujudkan tata kelola keuangan yang transparan dan efektif, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui kebijakan dana transfer daerah mendorong mengaplikasikan proses transaksi nontunai (cashless) dalam penyaluran Dana BOS.
Regulasi ini dilatarbelakangi pandangan bahwa lebih dari 60 persen anggaran pendidikan merupakan dana transfer, termasuk BOS.
“Perluasan sosialisasi penggunaan dana BOS nontunai ini adalah merupakan inisiatif yang luar biasa. Sehingga diharapkan nanti pengolaan dana pendidikan semakin hari semakin efisien,” kata Direktur Pembinaan Sekolah Dasar (PSD), Kemendikbud, Khamim.
Sebagai tahap awal, program yang sudah dirintis sejak 2016 melalui rapat koordinasi di kantor kementerian ini, kemudian dilanjutkan dengan uji coba di delapan kota besar yaitu Samarinda, Bogor, Bandung, Semarang, Mataram, Makassar, Palembang dan Surabaya. Dengan masing-masing diikuti 12 sekolah.
Dipilihnya kota-kota besar tersebut berdasarkan pada kesiapan infrastruktur perbankan dan sekolah, selain pertimbangan dukungan pemerintah daerah dan Bank Pemerintah Daerah (BPD) sebagai penyalur dana BOS.
Dari hasil uji coba yang berlangsung sejak Maret 2017, Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai bahwa PT. BPD Kalimantan Timur dan Utara dinilai paling siap untuk dilanjutkan dalam tahap perluasan BOS nontunai. Seiring dengan perkembangan progresif tersebut, Kemendikbud menghadirkan sejumlah pejabat dari instansi terkait, serta seluruh Kepala Dinas Pendidikan se-Kaltim dan Kaltara untuk menghadiri kegiatan Sosialisasi Perluasan BOS nontunai yang digelar di Kantor LPMP Kalimantan Timur.
Melalui capaian ini, Khamim berharap PT. BPD Kaltimtara dapat mendorong dan memotivasi provinsi, kabupaten dan kota yang lain untuk untuk mengimplementasikan kebijakan BOS nontunai seperti yang telah dilaksanakan di Provinsi Kalimatan Timur.
“Kemendikbud tentunya bangga dengan perkembangan yang dicapai BPD Kaltim dan Kaltara dalam pelaksanaan BOS nontunai,” ujarnya.
Sejalan dengan itu, Kepala Bagian Perencanaan dan Penganggaran Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, Yudistira Wahyu, menyampaikan program BOS nontunai ini bertujuan untuk menciptakan akuntabilitas dan efektifitas anggaran.
“Kami harapkan penggunaan anggaran bisa berjalan sesuai dengan keperuntukannya,” katanya. (Siedoo)