MAGELANG – Meruntut sejarah Gunung Tidar di Magelang, Jawa Tengah, berawal dari sejarah pembabatan tanah Jawa pada masa kekuasaan Kesultanan Turki. Raja mengirimkan ulama untuk pembabatan dengan cara berdakwah, untuk mengajarkan agama Islam dengan cara peperangan.
Namun menurut Syekh Subakir, utusan Kesultanan Turki, metode peperangan tidak lagi efektif dan tidak bisa mencapai titik final.
“Maka itu, dilakukanlah sebuah negosiasi dengan Kyai Semar penunggu di Gunung Tidar, yang merupakan Paku Tanah Jawa. Lalu disepakati bahwa, jika melakukan dakwah di pulau Jawa tidak boleh meninggalkan kebudayaannya. Seperti yang dilakukan oleh Walisongo,” kata Emha Ainun Najib, atau lebih akrab disapa Cak Nun.
Ia menyampaikan itu saat Sinau Bareng Cak Nun dan Kyai Kanjeng di halaman parkir Universitas Tidar, Jumat malam (14/12/2018). Acara ini mengangkat tema Ngrumat Sejarah Tidar, Ngrakit Kawicaksanaan, Mbangun Peradaban. Sinau Bareng Cak Nun dan Kyai Kanjeng ini mampu menarik perhatian ribuan jamaah, mulai dari sivitas akademika Untidar, serta masyarakat Magelang dan sekitarnya.
Hujan yang sempat membuat lokasi menjadi becek pun, tidak menyurutkan keinginan para jamaah bertemu serta mendapatkan ilmu baru dari Cak Nun. Sajian hiburan dari Kyai Kanjeng juga membuat suasana pengajian menjadi tambah semarak.
Menurut Cak Nun, tidak hanya budaya yang melingkupi kegiatan seni. Namun juga budaya dalam berperilaku, seperti belajar disiplin, madep, mantep dan istiqomah.
“Kita mulai peradaban Magelang mulai malam ini. Walaupun baru mulai muncul dalam sel-sel Anda, namun kita harus yakin kedepan, peradaban Magelang akan tumbuh lebih baik lagi,” ungkapnya.
Cak Nun menekankan bahwa, konsep Sinau Bareng adalah menempatkan para audience atau jamaah sebagi subyek utama, bukan dirinya.
“Kita itu fasilitator ibarat wadah sayur. Kalo Anda butuh kangkung ya ambil kangkungnya, butuh kecambah ya diambil kecambahnya. Kalo Anda pasif dan konsumtif, maka tidak akan dapat apa-apa. Tapi kalau aktif dan berperan sebagai pelaku utama, maka Anda akan bergerak kreatif,” jelasnya.
Sinau Bareng Cak Nun dan Kyai Kanjeng ini merupakan bagian dari Untidar Islamic Fair (UIF) ke-3, yang diselenggarakan oleh Unit Kegiatan Agama Islam (UKAI) Ar Ribath. Sebagai bagian dari program kerja Unit Kegiatan Agama Islam Universitas Tidar, beberapa rangkaian acara yang digelar diantaranya sholawat amal untuk membantu korban gempa di Donggala, kejuaraan panahan untuk memperebutkan piala rektor, serasehan dengan unit kegiatan keagamaan se- Semarang dengan dimeriahkan bazar.
Sebagai acara utama tahun ini, adalah menghadirkan sejarawan sekaligus penulis terkenal di Indonesia, Emha Ainun Najib. Wakil Rektor Bidang Akademik Untidar Prof. Dr. Joko Widodo, M.Pd menuturkan, diskusi dengan Cak Nun selalu mencerdaskan, karena selalu berdasarkan logika yang rapi.
Pertama, Cak Nun tidak pernah berteori dan bertele-tele. Kedua, solutif dan cocok dengan pegangan Alquran dan Hadits. “Dan ketiga, hasil pemaknaan akan dikembalikan kepada masing-masing, bukan pemaknaan Cak Nun sendiri,” tuturnya.
Acara gratis bagi masyarakat umum ini diharapkan mampu mengedukasi masyarakat terkait sejarah lokal dari Magelang sendiri. Sesuai dengan tema itu sendiri, “Ngrumat Sejarah Tidar, Ngrakit Kawicaksanan, Mbangun Peradaban”. (Siedoo)