Siedoo, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Jawa Timur menemukan terobosan baru tentang bidang konstruksi. Dalam pembuatan beton, mahasiswa menggunakan abu terbang (fly ash) atau yang dikenal dengan pulverised fuel ash (PFA) sebagai alternatif pengganti semen. Fly ash merupakan sisa dari hasil pembakaran batu bara yang mengandung beberapa jenis logam berat yang jika tidak diolah dengan benar dapat menyebabkan kerusakan lingkungan.
Di samping itu, penggunaan fly ash mampu mengurangi biaya pembuatan beton, sekaligus menekan pemanasan global. “Hal ini dikarenakan jika menggunakan semen portland biasa, proses produksinya banyak melepaskan gas karbondioksida yang berdampak pada pemanasan global,” kata salah satu mahasiswa, Cita Nanda Kusuma Negari.
Temuan ini tidak hanya hasil jerit payah Cita semata. Cita juga bekerja bersama dengan Patricia Mayang Putri dan Kuntoro Tanoto.
Inovasi ini bermula dari kondisi semakin tingginya permintaan beton sebagai salah satu bahan utama konstruksi bangunan. Namun demikian, situasi ini kurang diimbangi dengan ketersediaan semen yang merupakan bahan baku pembuat beton. Melihat fenomena yang ada tersebut, mereka tim mahasiswa dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berinisiatif melakukan inovasi dalam merancang beton yang lebih ekonomis dan ramah lingkungan.
Dengan adanya inovasi ini, tim berharap hasil pemikirannya dapat bermanfaat bagi perkembangan industri konstruksi. Keunggulan beton yang dirancang oleh tim yang dibimbing Prof Tavio ST MT PhD ini memiliki kekuatan yang baik, ramah lingkungan, dan berkualitas tinggi.
“Semoga produk kami akan mampu menjawab tantangan pengelolaan limbah dan sekaligus mengurangi konsumsi semen,” jelas Cita.
Dijelaskan bahwa, substitusi semen dengan abu terbang ini juga melibatkan penggunaan limbah sekam padi dan limbah cangkang kerang. Kedua limbah tersebut digunakan sebagai campuran pembuatan beton karena mengandung senyawa kimia yang dapat meningkatkan kekuatan beton.
“Poin utama yang kami tawarkan adalah mendaur ulang limbah menjadi bahan yang memiliki nilai tambah,” jelas mahasiswi Teknik Sipil tersebut.
Wanita yang akrab disapa Cita ini menjelaskan, baik abu terbang, abu sekam, maupun cangkang kerang tersebut ketiganya banyak mengandung bahan silika dan alumina. Kandungan silika yang tinggi berperan dalam reaksi hidrasi sekunder beton yang dapat meningkatkan kekuatan beton jangka panjang.
“Mereka bisa bereaksi lama dan dapat meningkatkan kuat tekan dan kuat tarik beton,” tutur mahasiswi tahun kedua ini.
Cita mengakui bahwa hasil yang didapat oleh timnya yang bernama Tim Abhinaya S60 ini membutuhkan usaha keras. Dalam proses pembuatan beton tersebut, tim melakukan berbagai trial and error untuk memastikan bahwa beton benar-benar kuat, salah satunya dengan uji slump.
“Uji tersebut dilakukan untuk menentukan kekakuan campuran beton dalam menentukan tingkat workability-nya,” tambahnya.
Tidak hanya mendapat apresiasi dari internal kampus ITS. Karya mereka pun juga mendapat penghargaan dari pihak luar. Tim Abhinaya S60 ini pun telah membuktikan keunggulannya dengan berhasil menyabet juara pertama dalam kompetisi nasional bertajuk Warmadewa High Strength Concrete Competition di Universitas Warmadewa Bali, akhir Oktober lalu. (*)