JAKARTA – Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah pengangguran di Indonesia per Agustus 2018 mencapai 7 juta orang. Pengangguran paling banyak merupakan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Prosentasenya mencapai 11,24 persen. Angka ini naik dari data yang dihimpun BPS pada Februari 2018, sebesar 8,92 persen.
Menyikapi hal tersebut, Kemendikbud akan bertindak. Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen), Hamid Muhammad, menyampaikan tahun depan target siswa dan sekolah yang mendapatkan dukungan program SMK Pencetak Wirausaha akan ditambah.
Jika tahun ini sekitar dua ribu SMK, tahun depan diharapkan dapat meningkat dua kali lipat. Sekolah ditantang mengirimkan proposal dukungan, bukan lagi ditunjuk oleh pusat.
“Kriteria utamanya adalah orisinal, unik, dan usefulness atau kegunaan,” ujarnya melansir dari kemdikbud.go.id.
Program ini, juga merupakan salah satu upaya Kemendikbud menjawab kritik dan pandangan negatif mengenai lulusan SMK yang menjadi pengangguran. Pengembangan minat kewirausahaan untuk siswa SMK ini melatih siswa membuka atau menciptakan lapangan pekerjaan.
“Kita ingin menjawab, bahwa SMK ini bukan menciptakan pengangguran, tetapi menciptakan lapangan pekerjaan,” kata Hamid.
Menurutnya kesesuaian antara bidang keahlian yang dipelajari di sekolah dengan usaha yang dijalankan tidak menjadi persoalan. “Ukurannya itu omzet. Pokoknya omzetnya sudah bisa lima juta ke atas. Kita apresiasi. Ini ‘kan baru tahap awal, kita tetapkan lima juta. Tapi sudah ada yang omzetnya mencapai lima puluh sampai seratusan juta. Itu ‘kan luar biasa untuk seusia mereka,” katanya.
Pengembangan pembelajaran kewirausahaan di dalam kurikulum SMK telah diakomodir ke dalam mata pelajaran kompetensi keahlian dan penambahan jam pelajaran yang signifikan. Program “Sekolah Pencetak Wirausaha” merupakan kerja sama Direktorat Pembinaan SMK dengan The Southeast Asian Ministers of Education Organization (SEAMEO).
Di sisi lain, Mendikbud Muhadjir Effendy menyerahkan hadiah berupa beasiswa modal wirausaha sebesar Rp 1 juta kepada 17 siswa perwakilan dari sekolah peserta SMK Pencetak Wirausaha.
M. Fajrul Falah, siswa kelas XII SMK Negeri 1 Pekalongan, Jawa Tengah mampu meraih omzet sebesar Rp 143 juta dalam 3 bulan. Usaha yang dijalaninya adalah jasa pengelolaan pernikahan (wedding service organizer).
Selain jasa katering, Fajrul juga menyediakan jasa tata rias dan sewa baju pengantin. “Omzet paling banyak dari jasa kateringnya,” kata siswa yang menekuni Tata Boga di SMK tersebut.
Muhadjir mengapresiasi penumbuhan minat kewirausahaan siswa SMK. Mendikbud berharap agar kegiatan “SMK Pencetak Wirausaha” yang dilaksanakan Ditjen Dikdasmen dapat diperkuat dan dikembangkan lagi.
“Pembelajaran kewirausahaan itu bukan sekadar mengajari teori-teori saja. Tetapi harus dicoba, dilakukan, dipraktikkan. Yang penting itu menciptakan iklim yang mendukung tumbuhnya jiwa kewirausahaan,” tandasnya.
Menurut Muhadjir, modal utama seorang wirausahawan adalah keberanian mengambil risiko, cermat melihat dan menangkap peluang, serta kemampuan menghadirkan sesuatu yang berbeda. “Kalau berhasil, tidak mudah puas. Dan kalau gagal, tidak kapok,” katanya.
Setelah SMK, Lulusan SMA
Sementara itu melansir dari tirto.id, pengangguran yang mencapai 7 juta orang seperti disebut di atas, angka tersebut setara dengan 5,34 persen dari jumlah angkatan kerja di Indonesia yang tercatat sebesar 131,01 juta orang. Artinya mereka yang bekerja ada sebanyak 124,01 juta orang.
Dari jumlah orang yang bekerja itu, 88,43 juta orang di antaranya merupakan pekerja penuh, 27,37 juta orang tergolong pekerja paruh waktu, dan 8,21 juta orang lagi merupakan setengah pengangguran. “Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) ini adalah indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat penawaran tenaga kerja yang tidak digunakan, atau tidak terserap oleh pasar kerja,” kata Kepala BPS Suhariyanto.
Di samping oleh lulus SMK, pengangguran juga terjadi pada lulusan SMA, dengan persentase sebesar 7,95 persen. “Ada penawaran tenaga kerja yang tidak terserap, terutama pada tingkat pendidikan SMK dan SMA,” ucap Suhariyanto.
Sementara itu, masih menurut BPS, mereka yang berpendidikan di bawah SMK dan SMA lebih mau menerima pekerjaan apa saja. Analisis tersebut bisa dilihat dari jumlah pengangguran lulusan SD yang hanya 2,43 persen, sedangkan untuk lulusan SMP yang menganggur ada sebanyak 4,8 persen.
“Dibandingkan kondisi setahun lalu, peningkatan pengangguran hanya terjadi pada tingkat pendidikan universitas dari 5,18 persen menjadi 5,89 persen secara year-on-year. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka pada tingkat pendidikan lainnya menurun,” jelas Suhariyanto. (Siedoo)