Siedoo.com - Para pelajar dari provinsi Aceh peserta program Kennedy Lugar-Youth Exchange and Study (KL-YES), program Pertukaran Pelajar Bina Antarbudaya, di Amerika Serikat. Mereka akan belajar di AS selama 11 bulan sejak Agustus 2018. (Foto: newsupdat3.blogspot.com)
Internasional

Mengintip Metode Belajar di Sekolah Amerika Serikat

Siedoo,  MUHAMMAD ATHALLAH, siswa SMA Negeri Unggul Aceh Timur, kini sedang mengikuti Pertukaran Pelajar Bina Antarbudaya, di Arkansas, Amerika Serikat. Athallah merupakan salah satu penerima beasiswa pertukaran pelajar Kennedy Lugar-Youth Exchange and Study (KL-YES) melalui Yayasan Bina Antarbudaya dari Pemerintah Amerika Serikat selama sebelas bulan.

Athallah berangkat Agustus lalu bersama lima pelajar dari Aceh. Mereka adalah Atikah Nafisah dari MAN Insan Cendekia Aceh Timur, Ghina Gheffira dari SMA Sukma Bangsa Bireuen, Mirwandi dari MA Al-Manar Aceh Besar, Muhammad Zaki Hardika dari MA Jeumala Amal Pidie Jaya, dan Shavira Dian Nazwa dari SMAN Modal Bangsa Aceh. (newsupdat3.blogspot.com)

Dirangkum dari tribunnews.com, Athallah menceritakan dari Arkansas, saat ini menimba ilmu di Spring Hill High School, sebuah sekolah negeri di Negara Bagian Arkansas dan tinggal bersama host family (keluarga angkat) di tanah kelahiran Bill Clinton, Hope, Arkansas.

Dia berada di Amerika sejak Agustus 2018. Banyak yang dipelajari dan kesan yang didapat berada di lingkungan keluarga angkatnya. Bersekolah dari hari Senin sampai Jumat setiap minggunya. Masuk sekolah pukul 08.00 pagi dan pulang pukul 15.10 dengan naik bus sekolah pergi-pulang siang tiap harinya.

Di sekolah itu, dia tidak memiliki kelas tetap seperti di Aceh. Karena, di Amerika Serikat mereka menggunakan sistem moving class, di mana siswa yang harus berpindah tempat ketika adanya pergantian jam pelajaran, bukan guru yang berpindah tempat.

Siswa diwajibkan mengambil tujuh mata pelajaran dalam setahun dan setiap siswa akan mempelajari mata pelajaran yang telah mereka pilih setiap harinya.

“Saya mengambil Financial Planning and Wealth Management, Biology, English 3, Computer Science, US History, Journalism, dan Algebra 2,” ungkap Athallah.

Setiap paginya, siswa diwajibkan berdiri untuk melakukan pledge of allegiance (ikrar kesetiaan) dan moment of silence (momen seperti hening cipta pada upacara bendera di Indonesia).

Baca Juga :  Mewujudkan Kota Layak Anak

“Namun, bedanya adalah moment of silence ini tidak diiringi instrumen atau musik apa pun. Biasanya, seorang siswa akan memandu dua kegiatan itu dari ruang tata usaha dengan loudspeaker yang tersedia di setiap kelas. Setelah itu, pengumuman-pengumuman penting akan diumumkan dan diakhiri dengan everyone have a great day,” jelasnya.

Biasanya, kelas akan dimulai dengan bellwork. Bellwork adalah semacam kuis, biasanya terdiri atas dua hingga lima pertanyaan, dan berisi topik yang akan dibahas pada hari itu. Setelah lima menit pertama, bellwork akan disimpan dan baru dikumpulkan pada hari Jumat setiap minggunya.

Setelah topik materi dibahas, guru akan memberikan tugas melalui Google Classroom. Di sini, semuanya serba elektronik dan sudah disiapkan. Siswa tak perlu lagi mencatat semua hal, kecuali hal-hal yang penting.

Di sekolah Athallah, setiap siswa akan dipinjamkan laptop dan buku paket (jika ada). Satu laptop hanya dipinjamkan untuk satu pelajaran dan setiap laptop tidak boleh dibawa ke luar ruangan kelas. Alhasil, saya memiliki laptop yang berbeda untuk setiap mata pelajaran.

Untuk setiap pelajaran siswa wajib membawa alat yang berbeda. Alat yang biasanya dibawa untuk tiap pelajaran adalah pensil, binder, dan kertas (antara kertas biasa atau kertas graf) atau buku tulis, dan folder. Ada beberapa pelajaran yang membutuhkan buku paket dan buku paket akan dipinjamkan, tapi setiap siswa bertanggung jawab atas bukunya sendiri.

Ada juga beberapa hal unik yang wajib dibawa, contohnya pensil warna untuk pelajaran biologi, highlighter untuk English, dan kalkulator grafik untuk Algebra 2. Siswa jarang atau bahkan tidak memakai pulpen di sini. Untuk setiap pelajaran siswa wajib untuk selalu memakai pensil. Apabila ada siswa yang memakai pulpen biasanya akan dikenakan sanksi.

Baca Juga :  Kembangkan Pendidikan Karakter, Jawa Barat Jalankan Program Jabar Masagi
Muhammad Athallah, pelajar SMA Negeri Unggul Aceh Timur. (Foto: tribunnews.com)

Di sekolahnya, Athallah mengikuti tiga klub sekolah, yakni Future Business Leader of America (FBLA), Java Club, dan Book Club. FBLA sendiri adalah klub ekonomi dan bisnis yang diakui oleh pemerintah dan memiliki event berskala nasional. Java Club adalah klub yang membahas mengenai kopi dan cara membuatnya. Book Club adalah klub yang membahas mengenai buku dan karya sastra lainnya. Ada juga beberapa siswa yang mengikuti American Football, baseball, golf, dan klub-klub olahraga lainnya.

Sepulang sekolah Athallah mengerjakan tugas dari sekolah. Terkadang, mengecek nilai dan presensi kehadiran di internet. Sekolah memberikan akses kepada siswanya untuk mengecek nilai dan presensi kehadiran mereka melalui website sekolah. Cara ini memungkinkan siswa bisa memantau perkembangan mereka sendiri.

Memang tampaknya lebih mudah daripada di Indonesia, namun ada beberapa keuntungan yang hanya bisa didapatkan dengan sistem sekolah yang ada di Indonesia. Contohnya, siswa di Indonesia memiliki kesempatan yang lebih luas untuk mempelajari hal-hal baru dengan adanya banyak mata pelajaran yang diberikan.

Athallah mengungkapkan, sistem sekolah baik di Amerika Serikat maupun di Indonesia sama-sama baiknya. Hanya saja, di mana-mana ada siswa yang kurang mengoptimalkan kesempatan mereka di mana pun mereka bersekolah.

Apa Tanggapan Anda ?