JAKARTA – SEBANYAK 11 provinsi di Indonesia tercatat memiliki persentase buta aksara masih di atas rata-rata nasional, yaitu sekitar 2,07 persen. Untuk itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mendorong semua pihak untuk membantu pengentasan buta aksara tersebut.
“Dengan terbebasnya bangsa Indonesia dari buta aksara, maka kualitas sumber daya manusia akan semakin meningkat,” kata Mendikbud Muhadjir Effendy, Sabtu (8/09/2018).
Muhadjir mengatakan, dalam pengembangan masyarakat pemerintah telah memberikan layanan program pendidikan keaksaraan dasar dan lanjutan di daerah terpadat buta aksara, daerah tertinggal, terdepan, terluar (3T), dan komunitas adat terpencil/khusus. Selain itu juga pemerintah memberikan layanan melalui program Kampung Literasi dan Desa Vokasi.
Melalui program ini, diharapkan dapat membentuk kawasan desa inisiator pengembangan budaya baca masyarakat dan terbentuknya kelompok-kelompok usaha yang memanfaatkan potensi sumber daya dan kearifan budaya lokal, lebih khusus di daerah-daerah 3T.
Muhadjir menyampaikan, keberaksaraan atau literasi yang dirumuskan oleh World Economic Forum pada tahun 2016, merupakan kecakapan orang dewasa abad 21. Setidaknya terdapat enam literasi dasar yang harus dikuasai oleh setiap orang dewasa, yakni: baca tulis, numerasi, sains, digital, finansial, serta budaya dan kewarganegaraan.
“Literasi dan Pengembangan Keterampilan menunjukkan bahwa keaksaraan bukan hanya sekadar prioritas pada aspek baca, tulis, hitung (calistung). Tetapi juga pentingnya pengembangan keterampilan sebagai investasi yang sangat penting bagi masa depan dan kemajuan bangsa yang bermartabat,” ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merilis 11 provinsi dengan angka buta aksara tertinggi yaitu Papua sebanyak 28,75 persen, NTB sebanyak 7,91 persen, NTT sebanyak 5,15 persen, Sulawesi Barat 4,58 persen, Kalimantan Barat 4,50 persen, Sulawesi Selatan 4,49 persen, Bali 3,57 persen, Jawa Timur sebanyak 3,47 persen, Kalimantan Utara 2,90 persen, Sulawesi Tenggara 2,74 persen, dan Jawa Tengah 2,20 persen.
Siedoo/Kemendikbud/NSK