SEMARANG – MEMANG sejak 2006 lalu Gaganawati Stegmann (40) memutuskan menetap di Jerman. Namun bukan berarti dia kehilangan jatidiri sebagai orang Indonesia. Bahkan hingga saat ini sudah 26 negara dia singgahi untuk mengenalkan budaya Indonesia, seperti tari Jawa, Sunda, dan tari Bali.
Baru-baru ini, Gana menampilkan tari Bondan di Universitas PGRI Semarang (UPGRIS), Jawa Tengah. Dengan mengenakan kebaya dengan atasan warna hijau, Gaganawati tampak elok saat menampilkan tarian khas Jawa itu. Kain selendang dengan warna senada seperti kebaya yang dikenakannya melingkar di badannya. Tangan kanannya memegang kendi, sedangkan tangan kirinya menggendong boneka.
Wanita yang memiliki suami berkebangsaan Jerman itu mementaskan tari yang menggambarkan seorang ibu dengan ciri khas payung kecil.
‘’Saya tidak tahu apakah saat ini minat anak-anak untuk menari masih tinggi seperti dulu. Apalagi di era digital sekarang,’’ kata Gana.
Gana mulai belajar menari sejak usia lima tahun. Hingga beranjak dewasa, dia semakin aktif mementaskan tari di berbagai ajang tingkat nasional. Pada 2006 lalu, wanita yang pernah mengajar di UPGRIS ini kemudian tinggal dan menetap di Jerman bersama suami.
‘’Harapan saya, generasi muda sekarang termasuk para mahasiswa banyak yang berminat di bidang seni. Apakah itu seni tari, seni lukis maupun menyanyi. Saya kira itu bisa dipupuk dari sekarang,’’ ujarnya.
Meski tinggal jauh dari tanah kelahiran, dia justru kerap berkeliling dunia untuk memperkenalkan kesenian dan budaya dari Indonesia.
Dari 26 negara yang disinggahi, 11 negara dia datangi untuk pentas tari khas Indonesia sekaligus memperkenalkan budaya negeri ini ke negara-negara tersebut. Kesebelas negara itu, adalah Filipina, Jepang, Pakistan, Nepal, Turki, Spanyol, Prancis, Denmark, Jerman, dan tentu Indonesia.
Menurut Gana, ada banyak kesan yang didapat selama pentas di luar negeri. Menurutnya yang paling berkesan saat pentas di Pakistan. Penduduk di sana terkenal religius dan mayoritas muslim.
“Meski demikian, warga di sana sangat menerima budaya Indonesia. Bahkan ketika melihat saya pentas, mereka begitu menikmati,” jelasnya.
Belum lama ini Gana menerima penghargaan dari Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh di Hongaria, karena melestarikan budaya Indonesia di luar negeri.
Penghargaan itu menambah motivasi dirinya untuk terus giat dalam melestarikan budaya Indonesia. Sejak 2001, alumni Pendidikan Pascasarjana Universitas Negeri Semarang ini telah menerbitkan delapan buku, di antaranya Indonesia Kita Satu, 38 Wanita Indonesia Bisa (38 WIB), Exploring Germany, Iím Happy tobe 40, Exploring Hungary.
Selain itu, ada pula 25 buku antologi bersama sejumlah komunitas di Tanah Air, seperti Diaspora, Fiksiana Community, Rumpies The Club, Kutu Buku, dan Alumni Universitas PGRI Semarang (UPGRIS).
Salah satu buku yang dia tulis, Exploring Hungary menceritakan kondisi Hungaria, mulai dari pesona wisata, makanan khas, transportasi dan sisi unik lainnya.
Kesemuanya dituangkan berdasarkan pengalaman pribadi. Dia juga mengisahkan berbagai keindahan yang ada di negara itu. Dengan kata lain, seolah ia ingin memberikan alasan kepada pembaca, kenapa harus mengunjungi negara yang berada di Eropa Tengah itu.
Rektor UPGRIS Dr. Muhdi, SH, MHum, mengaku bangga dengan Gana. Muhdi memandang, apa yang dilakukannya selama ini sudah sepatutnya mendapatkan apresiasi. Menurutnya, Indonesia dihargai oleh negara luar, salah satunya karena keragaman budaya yang dimiliki.
“Gana juga alumni kami. Meski sekarang tinggal di Jerman, namun masih melestarikan budaya-budaya Indonesia. Hebatnya lagi, negara luar ternyata menyambutnya dengan baik,” tutur Muhdi.
Siedoo/UPGRIS/NSK