MAGELANG – Akademisi dari Universitas Muhammadiyah (UM) Magelang, Jawa Tengah tidak hanya fokus pada kegiatan di bangku kuliah semata. Para dosennya, juga terlibat aktif dalam kegiatan pengabdian di masyarakat. Melalui hibah pengabdian pada masyarakat dari Kemenristekdikti, Tim Program Pengembangan Desa Mitra (PPDM) melakukan pendampingan untuk mewujudkan Desa Deyangan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang sebagai Desa Penyangga Tangguh dalam implementasi metode sister village.
Berdasarkan Surat Kesepakatan antara Pemerintahan Desa Deyangan, Kecamatan Mertoyudan, dan Pemerintahan Desa Krinjing, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang Nomor: 140/010/XI/2014 dan 140/001/XI/2014 tertanggal 10 Nopember 2014, telah menyatakan sebagai sister village (Desa Bersaudara). Penetapan tersebut sebagai upaya untuk pengurangan resiko bencana erupsi Gunung Merapi. Adapun Tim PPDM UM Magelang terdiri dari Kanthi Pamungkas Sari, Priyo, Ahwy Oktradiksa dan Agus Setiawan.
“Menjadi Desa Penyangga bukan hanya cukup memiliki kemauan menerima saudaranya yang membutuhkan bantuan penampungan. Tetapi harus memiliki ketangguhan moril maupun materiil yang memadai,“ kata Kanthi Pamungkas Sari, Ketua Tim Program Pengembangan Desa Mitra dari UM Magelang.
Rencana PPDM dilaksanakan selama tiga tahun. Di tahun pertama ini, kegiatan difokuskan pada aspek fundamennya yaitu:
1) revitalisasi kelembagaan yang menangani khusus kebencanaan di tingkat desa sekaligus;
2) menyusun standar kinerja lembaga yang jelas, baik pada kondisi normal maupun terjadi bencana;
3) membangun sistem informasi dan komunikasi berbasis komunitas;
4) memiliki kesepakatan-kesepakatan hak dan kewajiban serta upaya-upaya yang harus dilakukan guna meningkatkan kebersamaan dan mengurangi konflik pada saat berada di Desa Penyangga;
5) menyusun Panduan Praktis sebagai Desa Penyangga; dan
6) silaturahmi antara KRB III dengan Desa Penyangga untuk membangun chemistrynya.
Diharapkan bahwa dengan implementasi metode sister village, maka penanganan pengungsi dari Desa Krinjing (KRB III) ke Desa Deyangan (Penyangga) akan menjadi lebih terencana, terkoordinir dan terpadu. Sehingga, akan meminimalisir kerugian maupun korban akibat bencana yang terjadi. Penetapan tersebut dilatarbelakangi pengalaman peristiwa erupsi Gunung Merapi 2010 lalu.
“Logikanya penyangga itu harus lebih tangguh dari pada yang disangga,” jelas Kanthi.
Dengan demikian, kesepakatan sebagai “saudara” diperlukan tindak lanjut berupa kegiatan-kegiatan yang mendukung untuk menuju ketangguhan moril maupun materiil secara bertahap dan berkesinambungan.
“Kami berharap kegiatan ini benar-benar mampu memberikan kontribusi yang berarti untuk mendukung Pemerintah Daerah dalam upaya pengurangan resiko bencana di Kabupaten Magelang,” tandasnya.
*Kanthi Pamungkas Sari M.Pd.
Wakil Dekan Fakultas Agama Islam UM Magelang, Jawa Tengah.