SURABAYA – Mayoritas data geospasial yang ada di Indonesia masih berada dalam skala 1 : 50.000. Data ini dinilai kurang akurat, mengingat kebutuhan data spasial yang dibutuhkan sebuah instansi atau lembaga berada dalam skala 1 : 5.000. Dengan tuntutan akurasi tersebut, dibutuhkan banyak sumber daya manusia yang nantinya akan terlibat.
“Indonesia ini negara yang sangat luas, butuh banyak surveyor untuk membuat data geospasial yang terperinci,” kata Ketua Badan Informasi Geospasial (BIG) Indonesia, Prof Dr Ir Hasanuddin Zainal Abidin M Sc saat acara Geomatics International Conference (GeoIcon) di Hotel Swiss Belinn-Manyar.
Acara ini digelar Departemen Teknik Geomatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Jawa Timur menanggapi pentingnya informasi geografis untuk pemanfaatan sumber daya alam di Indonesia. Dengan mendatangkan Ketua Badan Informasi Geospasial (BIG) Indonesia, Prof Dr Ir Hasanuddin Zainal Abidin M Sc dan CEO Magellan System Japan Inc, Nobuhiro Kishimoto, konferensi ini membahas pengembangan informasi geospasial yang lebih akurat.
“Geospasial sendiri merupakan informasi yang menunjukkan posisi suatu objek yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi dengan mengacu pada suatu sistem koordinat,” terangnya.
Ia mengatakan, dengan informasi berupa data spasial yang cukup memadai, kekayaan sumber daya alam yang ada di Indonesia tentu akan dapat dimanfaatkan dengan baik.
“Sayangnya, informasi geospasial yang selama ini tersedia di Indonesia tidak begitu detail,” ujar mantan Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB ini.
Pria lulusan University of New Brunswick, Kanada ini mengklaim apabila ketidakakuratan data yang ada dapat menimbulkan konflik sosial.
”Untuk itu, BIG telah mencanangkan Kebijakan Satu Peta Nasional (One Map Policy) demi menghindari masalah yang kemungkinan dapat terjadi,” lanjut alumnus Teknik Geodesi ITB ini.
Mendukung kebijakan tersebut, GeoIcon juga mengundang CEO sebuah perusahaan penyedia data spasial dari Jepang, Nobuhiro Kishimoto. Perusahaan berbasis riset ini menggunakan teknologi yang cukup canggih sehingga mampu menyediakan data dengan akurasi tinggi. Ia mengklaim, dengan teknologi tersebut, penyelesaian One Map Policy yang diwacanakan pemerintah Indonesia mampu diselesaikan dengan lebih cepat lagi.
“Kami memiliki satelit yang cukup sensitif juga perangkat lunak semacam GPS (global positioning system) dengan akurasi yang cukup,” ujarnya.
Dengan menggunakan drone untuk pengambilan gambar, sehingga data yang didapat cukup jelas. Nobuhiro juga mengatakan, pihaknya akan dengan senang hati berbagi apabila Indonesia membutuhkan bantuan untuk data spasial ini.