RIAU – Paska Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Asman Abnur menyatakan bahwa tenaga honorer, di dalamnya termasuk guru honorer, tidak bisa langsung diangkat menjadi PNS, tidak membuat tenaga honorer mengendor. Berbagai langkah pun ditempuh agar impian mereka menjadi PNS terkabul cepat. Hal ini seperti yang ditunjukkan (Forum Honorer K2 Indonesia) FHK2I se-Provinsi Riau, usai menghadang Presiden Joko Widodo belum lama ini.
“Kami sudah lega bisa menghadang presiden. Meminta beliau untuk mengambil langkah penyelesaian K2,” kata Sekjen FHK2I Riau Said Syamsul Bahri sebagaimana ditulis jpnn.
Ditandaskan, menunggu Revisi UU Aparatur Sipil Negara (ASN) terlalu lama. Sehingga, pihaknya meminta mantan Walikota Solo, Jawa Tengah itu bisa mengeluarkan Keppres.
“(Keluarkan Keppres) jika punya niat dan memihak honorer K2,” ujarnya.
Yang membuat Said senang, presiden menyatakan akan memanggil MenPAN-RB Asman Abnur.
Dorong Revisi UU ASN
Secara regulasi, ada hal yang bisa mengegolkan guru honorer diangkat menjadi PNS tanpa tes. Yakni, dengan merevisi Undang-Undang No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Revisi UU ASN ini akan mengakomodir PTT (pegawai tidak tetap) hingga honorer dari semua profesi yang bekerja secara terus menerus melayani masyarakat,” ujar Ketua Umum Komite Nusantara-Aparatur Sipil Negara (KN-ASN), Mariani.
Dia berharap, bila revisi UU ASN dilakukan mampu menyelesaikan berbagai problematika kepegawaian di Indonesia yang hingga empat tahun pasca disahkannya tahun 2014, belum mampu menjawab prinsip-prinsip keadilan dan keprofesionalan aparatur.
“Hanya melalui revisi UU ASN seluruh pegawai pemerintah non-PNS tanpa memandang profesi, bisa diangkat secara langsung menjadi PNS tanpa harus melalui seleksi,” bebernya.
Pemerintah Lempar Wacana
Di siai lain, Kepala BKD OKU Timur, Sumetra Selatan, Juanda mengimbau agar para guru honorer jangan terlalu berharap. Karena, pemerintah pusat itu sering melempar wacana.
“Kalau memang benar regulasinya juga harus kita tunggu sampai turun ke daerah,” katanya sebagaimana ditulis sumeks.com.
Kadisdikbud Kota Pagaralam, drh Marjohan, mengungkapkan, pihaknya belum menerima juklat maupun juknis rencana pengangkatan guru honorer menjadi CPNS. Jadi, pihaknya belum bisa bicara banyak.
“Saya sudah cek ke BKSDM Provinsi, jawabannya mereka belum mendapat informasi dari Mendikbud dan BKN pusat,” tegasnya.
Kepala Diknas OKI, H Masherdata Musa’i menyambut gembira usulan Mendikbud agar guru honorer diangkat menjadi CPNS. Karena hampir semua wilayah mengalami kekurangan guru, termasuk OKI.
“Saat ini ada sekitar 2 ribu guru honorer d sini,” jelasnya.
Bahaya Besar Jika Tanpa Tes
Sementara itu, Alumnus Ritsumeikan Asia Pacific University, Jepang, Tasroh menyatakan pengangkatan PNS tanpa melalui tes, alias pemerintah mengangkat tenaga honorer dan PTT langsung menjadi PNS jelas sebuah langkah “bunuh diri” massal. Dengan pengangkatan PNS/ASN yang melalui proses seleksi panjang dengan syarat yang kian ketat saja, pemerintah belum mampu menghadirkan kinerja dan kompetensi-profesionalisme PNS sesuai dengan dinamika tuntutan publik, pembangunan, dan pemerintahan.
“Apalagi jika ASN yang diangkat pemerintah tanpa melalui tes terstandar,” tulisnya dalam laman mediaindonesia.com.
Pengangkatan PNS di berbagai negara mana pun kian tahun kian ketat, dengan sistem dan mode seleksi yang update sesuai dengan dinamika tuntutan publik dan perkembangan lingkungan strategis di bidang pemerintahan, pembangunan, dan layanan publik.
“Di negara maju seperti Jepang, misalnya, pegawai pemerintah diseleksi amat ketat. Setidaknya ada lima tahapan seleksi yang harus dilalui. Antara lain tes kompetensi intelektual, tes kompetensi daya inovasi, integritas, dan profesionalitas,” tandasnya.
Ia membandingkan dengan tahapan seleksi CPNS di Indonesia yang hanya melalui dua tahapan seleksi. Karena itu, tidak mengherankan apabila kualitas intelektual, sosial, daya inovasi, integritas, dan profesionalitas PNS di RI, jauh panggang dari api.
Mestinya, revisi UU ASN justru harus kian memperketat seleksi CPNS sekaligus upaya negara melakukan pembinaan, pendidikan, dan pengawasan lebih ketat dan terukur agar tujuan, visi, dan misi Nawa Cita pemerintahan Jokowi-JK tidak sekadar basa-basi.
“Upaya menerima PNS tanpa tes tak hanya beraroma politis, tetapi lebih banyak mudaratnya. Bahayanya tak hanya terkait dengan terkurasnya anggaran negara di tengah krisis. Tetapi sekaligus sebagai upaya alamiah dan rasional perkembangan grafis PNS itu sendiri,” bebernya.
Ia menyarankan sebagai ekspresi “penghargaan” kepada para tenaga honorer/PTT, dalam UU ASN hasil revisi semestinya dicantumkan secara jelas, tegas, dan terukur, “harga” pengabdian para tenaga honorer/PTT itu dalam sistem rangking yang terintegrasi.
“Dalam konteks ini, mengabdi di unit-unit instansi/lembaga pemerintah bisa dibuka dalam dua kategori. Yakni, kategori tenaga non-PNS/non-ASN dengan sistem kontrak dan model penggajian serta jaminan yang sebanding dengan kemampuan keuangan negara/daerah dan kategori PNS seleksi massal dan tersandar nasional,” bebernya.
Kesemuanya jenis PNS itu tetaplah perlu pembinaan, pendidikan, dan pengawasan yang ketat, terukur, dan berkelanjutan. Sehingga, benar-benar bekerja dan mengabdi kepada negara/pemerintah.
“UU ASN harus mencantumkan penegasan klausal sistem, model, dan mekanisme seleksi, pembinaan, penilaian kinerja, hingga evaluasi tugas pokok dan fungsi tiap PNS/ASN dengan parameter yang lebih jelas dan tegas,” tulisnya lebih lanjut.