SURABAYA, siedoo.com – Guru Besar ke-200 Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Dr Eng Widiyastuti ST MT memanfaatkan teknologi aerosol dan proses material untuk mengubah limbah biomassa menjadi produk yang fungsional. Hal itu guna menyokong kebutuhan masyarakat akan teknologi yang ramah lingkungan.
Perempuan yang akrab disapa Widi tersebut menjelaskan, pengembangan produk material mendapat tantangan karena ketersediaan sumber daya alam yang semakin terbatas.
Menurutnya, efisiensi dalam proses ekstraksi bahan baku, pengolahan, hingga pembuatan produk akhir harus dimaksimalkan.
“Intinya adalah bagaimana meningkatkan nilai tambah produk dengan material yang mudah didapatkan,” terang Widi.
Berangkat dari hal tersebut, Profesor dari Departemen Teknik Kimia ITS itu memanfaatkan limbah biomassa yang melimpah di sekitar untuk menciptakan produk yang dapat diaplikasikan di bidang pangan, energi, dan kesehatan.
Menggunakan biji alpukat sebagai material sampel, Widi menerapkan teknologi aerosol untuk optimalisasi daya guna produk.
Dalam bidang pangan, perempuan asal Surabaya itu melakukan mikroenkapsulasi ekstrak biji alpukat dalam bentuk serbuk. Biji alpukat yang kaya akan antioksidan rentan untuk teroksidasi, serta sensitif terhadap panas dan cahaya.
Oleh karena itu, Widi menerapkan proses spray drying untuk menyelimuti ekstrak biji alpukat dengan matrik polimer sebagai pelapis inti guna melindungi senyawa yang ada di dalamnya.
Perempuan yang juga menjabat sebagai Kepala Departemen Teknik Kimia ITS itu juga tergabung dalam tim yang mengembangkan generasi I Baterai Al-Udara ITS. Material sisa dari ekstraksi biji alpukat dimanfaatkan untuk proses elektrokatalis pada baterai aluminium udara.
“Karena masih mengandung selulosa, limbah biji alpukat masih bisa kita gunakan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Widi menjelaskan, proses material yang digunakan adalah karbonisasi, yaitu proses pemanasan material di dalam reaktor hidrotermal pada suhu 200 derajat celcius selama 12 jam.
Dari proses tersebut, limbah biji alpukat menghasilkan salah satu jenis karbon yang memiliki karakteristik yang baik sebagai elektrokatalis.
Uji kerja elektrokatalis menunjukkan reaksi reduksi oksigen dengan aluminium menghasilkan arus yang cukup untuk suplai daya baterai.
Menonjolkan keunggulan performa, Baterai Al-Udara ITS diaplikasikan sebagai sumber energi utama bagi kendaraan listrik. Baterai logam udara dianggap lebih murah, ringan, ramah lingkungan, densitas energi relatif lebih tinggi, dan faktor keamanan yang lebih baik dibanding baterai konvensional.
“Kami berharap untuk dapat mengembangkan jenis baterai sekunder yang dayanya dapat diisi ulang,” ujar Widi.
Widi menambahkan, penelitian yang dilakukannya juga mengembangkan baterai aluminium air laut. Memanfaatkan potensi Indonesia sebagai negara maritim, baterai diaktifkan oleh air laut yang berfungsi sebagai elektrolit.
Baterai yang dikembangkan ramah lingkungan dan sesuai untuk diterapkan di daerah pesisir Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T).
Tetap mendayagunakan limbah biji alpukat, inovasi selanjutnya dilakukan dalam pembuatan alat kesehatan berupa pembalut luka.
Residu dari biji alpukat yang masih mengandung selulosa dapat membantu dalam proses pemulihan luka.
Dengan menambahkan gelatin dan asam sitrat, material dicetak sehingga membentuk produk pembalut luka yang dinilai efektif setelah proses analisis uji antibakteri.
Melalui inovasi yang dilakukan dalam bidang ilmu aerosol dan proses material, Widi berharap agar Indonesia dapat mandiri di bidang kesehatan, energi dan pangan. Mengusung konsep keberlangsungan pembangunan, masyarakat dapat memanfaatkan limbah biomassa yang ada di sekitar untuk memenuhi kebutuhannya.
“Dengan mandiri, Indonesia bisa menjadi kuat,” ucapnya mengakhiri. (its/siedoo)