Siedoo, Persoalan sampah di Kota Magelang, Jawa Tengah meliputi insfratruktur dan sumber daya manusia (SDM). Infrastruktur itu meliputi kesiapan sarana prasarana yang ada di hulu (rumah tangga), sampai ke hilir (TPSP).
Sementara SDM, meliputi budaya masyarakat dalam mengelola sampah, serta pola pikir atau cara pandang pengelolaan sampah.
Sampah menurut sebagian besar masyarakat adalah barang yang tidak berguna dan harus dibuang. Belum banyak yang memandang bahwa sampah itu bisa menjadi salah satu sumber pendapatan keluarga.
Sehingga ketika ada barang yang sudah tidak bisa dipakai, ya dibuang di tempat sampah. Dan tidak ada pemikiran untuk dipilih dan dipilah. Dan budaya yang berkembang ketika membuang sampah ya di satu tempat sampah, dan itu bercampur.
Masyarakat tidak mau ribet memisahkan yang organik dan anorganik. Di sisi lain sarana persampahan yang disediakan oleh pemerintah juga belum semua ada pemisahan. Baik itu bak sampahnya maupun gerobak/mobil sampah yang dipakai mengambil sampah. Jadi ini memang permasalahan yang tidak sederhana.
Dengan keterbatasan tempat sampah, terutama TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu), maka perlu adanya penyadaran kepada masyarakat untuk bisa mengolah sampah agar selesai di tingkat rumah tangga. Sehingga yang dibawa petugas ke pembuangan akhir itu memang benar benar yang sudah tidak bisa dikelola oleh rumah tangga.
Sampah organik bisa dikelola sebagai pupuk atau makanan magot (makhluk pengurai sampah), yang mana magotnya bisa dimanfaatkan untuk pakan hewan ternak. Sementara yang anorganik bisa dipilah untuk dikelola di bank sampah.
Hal edukasi kepada masyarakat perlu untuk ditingkatkan agar mereka paham akan dampak sampah dan bagaimana mengelola agar selesai di tingkat rumah tangga. Selain itu perlu adanya kebijakan anggaran untuk support kegiatan bank sampah dan juga sarana pemilahan sampah.
Bank sampah menjadi solusi yang tepat, untuk bisa mengurangi volume sampah di TPST atau TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Karena sampah anorganik bisa dikelola oleh masyarakat itu sendiri untuk menjadi tambahan penghasilan, misalnya untuk membantu bayar tagihan listrik atau air.
Bank sampah perlu digiatkan oleh pemerintah di tiap RT atau RW. Tergantung kesiapan masyarakat yang mengelola. Karena bank sampah inilah yang akan menampung sampah anorganik yang telah dipilah pilah oleh masyarakat atau rumah tangga.
Tinggal nanti pemerintah menyiapkan infrastruktur bank sampah di atasnya, untuk mengambil bank sampah yang ada di tingkah RT atau RW. Pemerintah perlu melakukan hal ini dengan serius, jika ingin darurat sampah terselesaikan. Tentunya kesuksesan kegiatan di atas sangat bergantung pula pada kebijakan anggaran yang disiapkan.
Dengan langkah-langkah yang telah saya jelaskan di atas, saya berharap permasalahan sampah bisa diselesaikan dengan baik. Masyarakat saya harap dengan penuh kesadaran “nyengkuyung” apa yang menjadi kebijakan pemerintah dalam penanggulangan darurat sampah tersebut.
Sehingga sampah yang diproduksi di rumah tangga sebagian besar bisa terselesaikan penangangannya di level rumah tangga. Sebagian kecil yang memang tidak bisa diolah atau dimanfaatkan di rumah tangga, baru dikelola oleh pemerintah melalui dinas terkait untuk dikelola di TPST. Sehingga masyarakat bisa semakin berdaya dan berpenghasilan melalui sampah. Di sisi lain pemerintah tidak terlalu direpotkan dengan volume sampah yang terlalu banyak. (*)
Penulis
*) Bustanul Arifin, ST
Wakil Ketua DPRD Kota Magelang