Siedoo, Salah satu upaya untuk menjaga ekosistem sekolah yang jauh dari perundungan yaitu menghadirkan kelompok house dan kegiatan seru di dalamnya. Seperti dalam serial “Harry Potter” antara lain Phoenix, Unicorn, Dragon, dan Centicore untuk membangun dan mengasah kolaborasi, kepemimpinan, dan potensi.
“Kolaborasi di Cikal merupakan suatu hubungan yang menumbuhkan sikap saling bergantung secara positif, sikap tanggung jawab per individu, keterampilan komunikasi interpersonal serta keterampilan memecahkan masalah,” kata Kepala Sekolah Cikal-Amri Setu, Siti Fatimah.
Bentuk kolaborasi tercermin pada berbagai kegiatan. Seperti pertandingan antar house Cikal untuk melakukan kolaborasi secara kelompok dari berbagai tingkat kemampuan, bekerja sama dalam kelompok kecil maupun besar. “Itu untuk menuju tujuan bersama,” jelasnya.
Menurut Siti, dari sanalah pemahaman kekuatan masing-masing anak. Sehingga mereka saling mengisi dan melengkapi satu sama lain. Hal tersebut yang menjadi pencegahan perundungan di sekolah.
Bagi Ayunda Damai, murid kelas 10 Sekolah Cikal Surabaya, lingkungan yang suportif dan inklusif di sekolah membuat Cikal menjadi sekolah yang ramah dan tidak ada perundungan (bullying). Ia dengan kakak kelas dan adik kelas selalu terbuka satu sama lain. Lingkungan yang selalu suportif dan inklusif dengan sesama mulai dari guru dan teman-teman.
“Segala permasalahan bisa cepat terselesaikan dengan baik dan cepat karena penerimaan terhadap satu sama lain sangat baik,” ujar Damai.
Ketiga cara Sekolah Cikal dalam membentuk ekosistem pendidikan yang anti perundungan pun, menurut Kepala Sekolah Cikal Lebak Bulus, Ranny Kartabrata, merupakan kesempatan bagi murid untuk bekerja sama dalam kelompok kecil di kelas, antar kelas, antar jenjang. Bahkan bekerja sama dengan komunitas di luar sekolah dan komunitas di luar negeri.
Terdapat beberapa nilai yang dikuatkan dalam Sekolah Cikal sebagai komunitas pendidikan yang aman bagi para murid. Seperti,
(1) membangun rasa hormat terhadap diri dan orang lain, (2) kemampuan berkomunikasi dalam menyampaikan pendapat dan mendengarkan pendapat orang lain, (3) mengembangkan kepemimpinan, keterlibatan kelompok dan memberdayakan diri untuk mencapai tujuan bersama, (4) menciptakan solusi dan strategi untuk memecahkan permasalahan, dan (5) menciptakan ide baru.
“Sehingga memberikan manfaat bagi sesama,” jelas Ranny Kartabrata.
Dalam praktik keseharian di Sekolah Cikal Serpong pun, President Student Council (STUCO), Galuh Asmoro Krisianti, murid Kelas 10 Sekolah Cikal Serpong menegaskan pada akhirnya Sekolah Cikal secara umum merupakan sekolah dan rumah kedua yang aman dan tidak ada perundungan. Kolaborasi di Cikal itu sangat menyenangkan dan terbuka. Sehingga rasanya seperti teman sekelas saja.
“Tak hanya dengan sesama murid, begitupun dengan guru. Sebagai tempat yang aman dan nyaman untuk semuanya, aku merasa tidak ada senioritas dan bullying di Cikal. Sekali lagi, karena kolaborasi yang menyenangkan tersebut sehingga bullying bisa terhindari,” tuturnya.
Mengembangkan lingkungan dan interaksi positif di sekolah untuk menumbuhkan ekosistem pendidikan tanpa perundungan membutuhkan kolaborasi di antara setiap anggota sekolah. Seperti yang dilakukan Sekolah Cikal, sekolah berbasis kompetensi terbaik di Indonesia yang terletak di beberapa lokasi antara lain, Jakarta, Tangerang Selatan, Bandung, hingga Surabaya.
Sekolah Cikal menerapkan dan menggerakkan kolaborasi yang kuat demi menjaga ekosistem pendidikan yang suportif, positif dan anti bullying melalui beberapa hal. Antara lain ada program Personal and Social Education (PSE), Kegiatan Guest Speaker, dan kehadiran kelompok House.
Menurut Kepala Sekolah Cikal Surabaya, Hasto Pidekso, Sekolah Cikal dikenal sejak 1999 sebagai sekolah yang ramah anak dan saling menghormati juga menghargai setiap keunikan dengan membangun kolaborasi. Kolaborasi adalah salah satu kompetensi yang menjadi tujuan pembelajaran. Pada setiap aktivitas dan asesmen, murid selalu diajak untuk berkolaborasi bersama.
“Pada program (Personal and Social Education) murid diajarkan mengerti diri sendiri dan memahami batasan dalam bersosialisasi. Sehingga perilaku saling menghargai/menghormati menjadi tujuan bersama. Hal inilah yang menjadikan Sekolah Cikal menjadi ramah anak dan menghindari terjadinya bullying,” urai Hasto.
Salah satu murid kelas 5 SD Cikal Serpong, Muhammad Bilal, yang juga merupakan Dalang Cilik Indonesia, pun menceritakan bahwa di Cikal tidak pernah ada konflik adik dan kakak kelas. Itu dinilai karena sejak dini semua telah diperkenalkan dan dibiasakan menghormati dan menghargai satu sama lain. Khususnya terkait potensi, minat dan bakat satu sama lain.
“Teman-teman di sekolah itu beragam, ada yang seru, cuek dan ramai. Aku merasa di Cikal itu seimbang (balance) jadi tidak ada senioritas dan kolaborasinya baik. Kakak kelas dan adik kelas tidak ada konflik, bahkan aku pernah diundang saat kelas 2 untuk menjadi guest speaker kakak kelas 4 dan 5 di Cikal Cilandak dalam mengenalkan tentang wayang,” ungkapnya. (*)