JAKARTA – Tiga Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang pesantren telah diterbitkan. Regulasi ini merupakan turunan dari Undang-Undang No 18 tahun 2019 tentang Pesantren. Ketiga PMA ini telah ditandatangani oleh Menteri Agama Fachrul Razi pada 30 November 2020.
Regulasi tersebut adalah PMA No 30 tahun 2020 tentang Pendirian dan Penyelenggaraan Pesantren (diundangkan pada 3 Desember 2020). Lalu PMA No 31 tahun 2020 tentang Pendidikan Pesantren (diundangkan pada 30 November 2020). Yang ketiha PMA No 32 tahun 2020 tentang Ma’had Aly (diundangkan pada 3 Desember 2020).
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Ditjen Pendidikan Islam Kemenag, Waryono Abdul Ghafur mengatakan, penyusunan ketiga PMA ini telah melalui beberapa serial pembahasan, utamanya dengan kalangan pesantren dan ormas Islam. Selain itu, telah digelar juga tiga kali uji publik hingga akhirnya dilakukan harmonisasi dengan Kementerian Hukum dan HAM.
“Pesantren harus didirikan atau dimiliki oleh umat Islam. Baik yang didirikan oleh perseorangan, yayasan, ormas, maupun masyarakat,” tegas Waryono dilansir dari kemenag.go.id.
PMA tentang Pendirian Pesantren, jelas Waryono, antara lain mengatur klasifikasi pesantren. Terdiri atas pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk pengkajian kitab kuning, pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk Dirasah Islamiah dengan pola pendidikan Muallimin, atau pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk lain yang terintegrasi dengan pendidikan umum. Ketiga jenis pesantren ini dapat didirikan oleh perorangan, yayasan, ormas Islam, atau masyarakat.
“Pendirian pesantren wajib berkomitmen mengamalkan nilai Islam rahmatan lil ‘alamin dan berdasarkan Pancasila, UUD 1945, NKRI, serta Bhinneka Tunggal Ika,” sambungnya.
Hal lain yang harus dipenuhi dalam pendirian lembaga pendidikan keagamaan khas Indonesia ini adalah unsur pesantren.
“Penyelenggaraan pesantren harus memenuhi unsur paling sedikit: kiai, santri mukim, pondok atau asrama, masjid atau musala, dan kajian kitab kuning atau Dirasah Islamiyah dengan Pola Pendidikan Muallimin,” jelasnya.
Tentang PMA Pendidikan Pesantren, Waryono menjelaskan, regulasi ini antara lain mengatur tentang jalur, jenjang, dan bentuk pendidikan pesantren.
Ada dua jalur pendidikan pesantren. Yaitu, pendidikan formal dan atau nonformal. Pendidikan formal dilaksanakan dalam jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi, dalam bentuk satuan Pendidikan Muadalah, Pendidikan Diniyah Formal, dan Ma’had Aly.
“Pendidikan pesantren jalur non formal diselenggarakan dalam bentuk Pengkajian Kitab Kuning dan bentuk lain yang terintegrasi dengan pendidikan umum,” jelasnya.
Ma’had Aly diatur secara khusus dalam PMA 32 tahun 2020. Ma’had Aly adalah pendidikan pesantren jenjang pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh pesantren dan berada di lingkungan pesantren. Ma’had Aly mengembangkan kajian keislaman sesuai kekhasan pesantren yang berbasis Kitab Kuning secara berjenjang dan terstruktur.
“Ma’had Aly menyelenggarakan pendidikan akademik pada program sarjana atau marhalah ula, magister atau marhalah tsaniyah, dan doktor atau marhalah tsalisah,” terang Waryono.
“Semoga terbitnya tiga PMA ini menjadi momentum, tidak hanya terkait rekognisi, tapi juga penguatan dan pemberdayaan pesantren di masa yang akan datang,” tandasnya. (Siedoo)