Ilustrasi kurikulum. (sumber: mediaindonesia.com)
Siedoo.com -
Nasional

Hadapi Tantangan Abad 21, Transformasi Kurikulum Diperlukan

JAKARTA – Transformasi kurikulum sebagai langkah strategis bangsa menghadapi tantangan abad 21 dirasa sangat penting. Kurikulum harus berubah agar siswa bisa menghadapi tantangan.

“Pandemi ini memperlihatkan bahwa kurikulum Indonesia harus berubah agar anak-anak bisa menghadapi tantangan. Karena itulah Kemendikbud menggagas Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka yang bertujuan membangun pelajar-pelajar Pancasila dengan karakter beriman, kreatif, kritis, berkebhinekaan global, dan mampu menghadapi tantangan,” kata Sekretaris Jenderal Kemendikbud Ainun Na’im.

Sesjen Ainun mengatakan, perkembangan teknologi informasi dan globalisasi tak terelakkan lagi dan menghadirkan tantangan-tantangan baru bagi umat manusia. Semua negara berpacu untuk meningkatkan kualitas hidup warganya dalam berbagai aspek, termasuk pendidikan.

Senada dengan itu, Sekretaris Balitbang dan Perbukuan, Suhadi menyatakan, Indonesia harus dapat mengantisipasi perubahan aktual. Ia berharap, kurikulum di Indonesia dapat mengakomodiasi kebutuhan-kebutuhan modern.

“Kurikulum dapat disempurnakan sesuai tuntutan zaman yang ada, dan kita bisa menciptakan generasi emas yang lebih maju lagi,” katanya.

Penasehat Program Inovasi (Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia), Robert mengakui adanya perbedaan dalam sistem pendidikan kedua negara. Inovasi adalah suatu kegiatan hasil kerja sama Indonesia dan Australia di bidang pendidikan.

Menurut dia, kesamaan Indonesia dan Australia adalah semangat meningkatkan kesempatan belajar dan mutu pembelajaran untuk anak-anak. “Dengan persahabatan dan komitmen, semoga kita bisa meningkatkannya,” kata Robert Randall.

Randall menggarisbawahi berbagai hasil riset yang secara konsisten membuktikan bahwa dari semua faktor yang bisa dikendalikan sekolah, kualitas pedagogi atau seni dan ilmu mengajar, secara langsung dan secara kuat, paling berpengaruh terhadap kualitas hasil pembelajaran siswa.

“Esensi dan kualitas pedagogi adalah core business para guru,” tegasnya.

Lebih lanjut Robert menjelaskan, fleksibilitas dalam pendidikan harus dipahami dengan hati-hati. Fleksibilitas ekspektasi kita terhadap apa yang dipelajari dan dipahami peserta didik harus terbatas.

Baca Juga :  Hari Pendidikan, Kurikulum Ki Hadjar Dewantara Paling Cocok Diterapkan di Indonesia

“Ekspektasi kita secara umum harus sama untuk semua peserta didik di manapun berada. Standar ini sebaiknya tidak bervariasi,” terangnya sambil memberi pengecualian kepada siswa dengan disabilitas atau kondisi tertentu.

Robert meyakini, jika kurikulum dikembangkan dan dikonsultasikan dengan baik serta dibuat berdasarkan riset yang valid, maka seharusnya tidak terdapat fleksibilitas dalam materi ajar dan ekspektasi pada siswa.

Namun, kata dia, harus ada fleksibilitas di sisi lain, yaitu bagaimana kurikulum disampaikan, termasuk tentang pertanyaan-pertanyaan dari guru ke siswa, konteks lingkungan, dan isu-isu yang bisa dieksplorasi siswa.

“Konteks lokal harus bervariasi, fleksibilitas justru sangat penting, harus ada di sini. Sebab, riset telah membuktikan, jika kita memilih masalah yang relevan dan bermakna buat siswa, maka mereka bisa belajar dengan baik dan mengembangkan keterampilan bertanya. Ini sumbangsih positif bagi pembelajaran,” lanjutnya.

Robert juga menekankan, guru-guru harus mampu mengerahkan kewenangan profesional mereka untuk memutuskan apa yang akan paling menarik dan akan menyita perhatian para siswa. Ia mengatakan, ini tantangan untuk guru.

“Kita sedang terjebak dalam volume konten. Kita berhadapan pada ilmu-ilmu yang kita pelajari di abad lalu dan sekarang kita dihadapkan pada ilmu-ilmu abad 21 juga. Banyak orang bilang, kita pelajari yang abad 21 saja. Menurut saya ini false decision,” Robert mengingatkan.

Sebab, menurutnya, ilmu-ilmu abad 21 tetap membutuhkan disiplin-disiplin ilmu tradisional. Ia mencontohkan, problem solving. Untuk menjadi pemecah masalah yang baik, maka perlu pemahaman mendalam tentang disiplin ilmu yang masalahnya ingin dipecahkan.

“Mungkin saya bisa memecahkan masalah matematika dengan baik. Tapi, ini tidak berarti saya pasti bisa memecahkan masalah di bidang sains. Saya harus punya pemahaman mendalam tentang sains untuk bisa memecahkan ini,” tuturnya. (Siedoo)

Apa Tanggapan Anda ?