MAGELANG – Melalui Menteri Keuangan, pemerintah menaikkan Cukai Hasil Tembakau (CHT), yaitu dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/PMK.010/2019 tentang tarif cukai hasil tembakau. Di mana pemerintah akan menaikkan cukai rata-rata mencapai 21,55% mulai Januari 2020.
Dengan demikian sejak tahun 2015 hingga awal tahun 2020 tarif cukai sudah mengalami kenaikan sebesar 73,53 persen. Ternyata kenaikan tersebut menjadi polemik di berbagai media dan berkepanjangan. Hal itu karena dinilai CHT justru lebih berorientasi pencapaian target penerimaan, daripada pengendalian atau pembatasan konsumsi rokok dan upaya peningkatan kesejahteraan petani.
Hal itu terungkap dalam acara Press Conference yang digelar oleh Muhammadiyah Tobacco Control Center (MTCC). Kegiatan berlangsung di Ruang 206 Lantai 2 Fakultas Hukum kampus Universitas Muhammadiyah Magelang (UNIMMA), Jumat (18/9/2020). Tema yang diangkat “Dukungan Petani Terhadap Kenaikan Cukai Rokok untuk Peningkatan Kesejahteraan”.
Ketua MTCC UNIMMA, Dra. Retno Rusdjijati, M.Kes mengatakan sebagai organisasi yang concern pada kesejahteraan petani, MTCC UNIMMA menyarakan aspirasi petani di tengah polemik kenaikan cukai tembakau.
Dari petani pendampingan MTCC UNIMMA menganalisis masalah cukai dari perspektif pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Di mana mengacu pada PMK Nomor 7 Tahun 2020, alokasi DBHCHT digunakan untuk lima kegiatan.
“Meliputi peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi kebutuhan di bidang cukai, dan pemberantasan barang cukai illegal,” kata Retno.
Dikatakan Retno, seharusnya DBHCHT kembali kepada pemangku kepentingan, seharusnya peruntukannya lebih fokus untuk petani dan buruh tembakau. Sehingga para petani memberikan dukungan pada kenaikan cukai rokok.
“Dengan tuntutan bahwa semestinya pemerintah merumuskan rencana strategis yang berbasis kesejahteraan petani. Tidak semata menonjolkan peran Industri Hasil Tembakau (IHT),” katanya.
Hingga hari ini, belum ada dukungan kebijakan yang sinergis untuk peningkatan kesejahteraan petani. Terbukti sampai saat ini petani tembakau selalu menjadi pihak yang dirugikan. Betapa tidak? Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, harga tembakau tahun 2020 ini dinilai leh para petani sebagai harga terburuk.
“Demikian pula dengan harga sayuran berbagai jenis juga sangat rendah,” lanjut Retno.
Cukai tembakau termasuk penyumbang devisa negara terbesar, hingga saat ini paling tidak 164,9 triliun. Sementara mulai tahun 2021 diprediksi akan mencapai angka 172,8 triliun.
Alasan naiknya cukai hasil tembakau yaitu untuk mendukung peningkatan ekonomi terkait pandemi Covid-19. Serta menekan bertambahnya perokok usia muda.
Terkait naiknya cukai tembakau, petani asal Kecamatan Kledung Kabupaten Temanggung Jawa Tengah, Panggung Darojat mengatakan, cukai sebagian dapat dikembalikan kepada petani. Tidak semata hanya berupa alat pertanian dan pupuk, namun dalam bentuk yang lain.
“Misalnya pelatihan tentang penanaman pendamping tembakau beserta pemasarannya,” katanya.
Panggung berharap dengan naiknya cukai hasil tembakau atau DBHCHT bisa mengangkat kesejahteraan petani secara bekelanjutan. Sehingga bantuan dari pemerintah perlu berupa pelatihan-pelatihan bagi para petani.
“Baik dengan teknologi terbaru maupun dengan berbagai varietas tanaman pertanian yang lain sesuai topografi masing-masing keberadaan petani,” harap petani Desa Tlahap, Kledung, Temanggung ini. (Siedoo)