JAKARTA – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih menegaskan, dari Rp 405,1 triliun anggaran penanggulangan Covid-19, tak ada alokasi untuk sektor pendidikan. Padahal, sektor pendidikan mendapat perhatian khusus dalam konstitusi.
“Kalau bisa penanganan Covid-19 itu tidak hanya terkonsentrasi pada ekonomi dan kesehatan, tapi juga pendidikan,” kata Fikri dilansir dari dpr.go.id.
Anggaran sebesar itu didistribusikan untuk kesehatan Rp 75 triliun, perlindungan sosial Rp 110 triliun, dunia usaha dan industri Rp 150 triliun, dan relaksasi pajak Rp 70,1 triliun.
Sementara untuk mengatasi problema pendidikan selama masa pandemi diserahkan sepenuhnya kepada anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) hanya Rp 70 triliun. Anggaran sebesar itu pasti tidak cukup untuk mengatasi problematika pendidikan.
Menurut politisi PKS ini, anggaran Covid-19 itu sempat dinaikkan menjadi Rp 667 triliun dan kemudian naik lagi hingga menyentuh angka Rp 900 triliun. Sektor pendidikan lagi-lagi tak tersentuh. Padahal, di sektor pendidikan ada sekitar 65 juta siswa dan mahasiswa yang mengalami kesulitan akses pendidikan selama pandemi.
“Jumlah siswa, mahasiswa, dan para orangtuanya merupakan jumlah yang riil di sektor pendidikan. Keluhan mereka adalah keluhan publik dan masyarakat Indonesia. Padahal, tidak ada alokasi anggarannya. Diserahkan sepenuhnya kepada Kemendikbud,” tandasnya.
“Kemarin Kemendikbud sendiri anggarannya Rp 76 triliun, kemudian karena ada Covid-19 di-refocusing dan dikurangi jadi Rp 70 triliun. Anggaran sebesar itu untuk menghadapi problematika sekarang tidak mampu,” tambahnya legislator dapil Jawa Tengah IX itu.
Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Haris Pertama, ungkit soal terabaikannya sektor pendidikan dalam anggaran penanggulangan wabah Covid-19.
“Kami sangat menyayangkan alokasi untuk pendidikan tidak ada. Banyak teman-teman mahasiswa yang tidak sanggup lagi membayar kuliah karena orang tuanya terdampak Covid,” kata Haris dilansir dari rmoljabar.id.
Di sisi lain, kesulitan para mahasiswa tak dibarengi dengan kebijakan universitas maupun sekolah. Mahasiswa tetap dipungut bayaran.
“Pihak kampus kadang tidak peduli, mahasiswa tetap harus membayar uang semester maupun uang sekolah. Harusnya pemerintah peduli terhadap dunia pendidikan,” tegas mantan aktivis HMI ini.
Sementara itu, Fraksi Partai Amanat Nasional ( PAN) DPR RI meminta agar sektor pendidikan mendapat anggaran lebih dalam rancangan anggaran pendapatan belanja negara (RAPBN) tahun 2021 yang saat ini tengah disusun.
Sekretaris Jenderal DPP PAN Eddy Soeparno mengatakan, saat ini partai berlambang matahari putih itu tengah memperjuangkan agar anggaran pendidikan mendapat perhatian khsusus, di samping anggaran kesehatan dan pemulihan ekonomi.
“Saat ini kita sedang proses penganggaran RAPBN 2021. Di situ kami minta supaya ada penganggaran yang lebih bagi pendidikan anak-anak kita. Terutama bagi mereka yang terdampak pembelajaran jarak jauh (PJJ) akibat pandemi Covid-19 yang belum tahu sampai kapan,” ungkap Eddy dilansir dari kompas.com.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI ini menilai, masih banyak ditemukan sejumlah masalah dalam sistem pembelajaran jarak jauh yang saat ini diterapkan dalam kurikulum pembelajaran di tengah masa pandemi ini.
Ia mencontohkan, banyak siswa yang tidak mampu dalam memenuhi kuota untuk belajar daring. Terlebih, sambungnya, masalah lain seperti kesulitan membeli smartphone maupun kendala jaringan atau sinyal.
“Banyak di antara anak-anak kita akhirnya belajar tidak maksimal. Bagi mereka yang terdampak selama ini yang harus mengejar ketertinggalannya tentu dibutuhkan anggaran tambahan,” sebut Edi. (Siedoo)